Hukum, Jangan Seperti Pisau

Amir RifaiOleh:
Amir Rifa’i, MPdI
Pengajar SMA Muhammadiyah 1 bojonegoro

Pisau, adalah sebuah alat untuk memotong sesuatu. Dan dimanapun yang namanya pisau pasti tajam kebawah tapi tumpul ke atas. Pisau yang dimaksud disini adalah yang salah satu sisinya tipis tajam dan sisi yang lain tebal tumpul. Pernahkah kita menggunakan bagian yang tumpul untuk mengiris? Tentu saja jarang bahkan tidak pernah.Sedangkan jika ingin mengiris pasti menghadapnya kebawah dan yang tajam. Pisau dibaratkan sebagai hukum yang mempunyai fungsi untuk mengiris persoalan keadilan.Dan di Indonesia ini hukum seperti pisau yakni tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.
Saat ini perkembangan hukum yang terjadi di Indonesia, masih jauh dari kata sempurna. Ibarat kata jauh panggang daripada api. Mengapa demikian, ternyata sampai saat ini hukum tidak seperti yang kita harapkan. Keadilan belum bisa ditegakkan sesuai dengan porsi seadil-adilnya, sehingga yang terjadi adalah kesmrawutan dalam tatanan hukum. Apa yang terjadi jika selalu seperti ini. Hukum selalu dipolitisir dengan politik. Siapa yang berkuasa dialah yang menang sedangkan yang tidak mempunyai kekuasaan pasti akan kalah.
Peranan hukum yang terjadi di Indonesia belum bisa memenuhi tuntutan yang bisa mensejahterakan masyarakatnya. Indonesia dikatakan sebagai negara hukum, tapi hukum tidak diberlakukan sebagaimana yang seharusnya. Maksudnya adalah, apabila ada rakyat kecil atau bisa dikatakan rakyat dari golongan menengah kebawah melakukan pelanggaran hukum, akan langsung diadili dan bahkan bisa jadi mendapatkan hukuman saat itu juga.
Semua itu berbeda apabila yang melanggar hukum adalah orang kaya/ rakyat dari kalangan menegah keatas, hukuman yang diberikan cenderung ringan atau bahkan dianggap tidak ada hukuman baginya dengan kata lain adalah bebas dengan berbagai alasan, apakah itu yang disebut keadilan?. Sepertinya, penegakan hukum di Indonesia yang semakin lama semakin buruk ini mengakibatkan kepercayaan terhadap penegakan hukum di Indonesia semakin lama semakin berkurang.
Salah satu contoh kecil adalah kasus yang menimpa Nenek Minah asal Banyumas beberapa waktu lalu yang divonis hampir 2 bulan kurungan. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Memang benar, apapun bentuknya tindakan mencuri adalah kesalahan dan ini menjadi salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Seorang nenek yang tidak mempunyai kuasa, harta bahkan tidak mempunyai pelindung dan buta huruf tetap dihukum demi keadilan yang karena ketidaktahuan dan keawaman-nyatentang hukum.
Dalam persidanganya seorang nenek untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Bisa kita bayangkan, Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Namun berbeda jauh antara langit dan bumi dimana seorang pejabat (Penjahat) yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat dan tanpa sebab.
Belum lagi kasus yang menimpa nenek Asyani, yang di dakwa mencuri beberapa batang kayu. Ingat hanya beberapa batang kayu saja namun penegak hukum seolah tak mau tahu karena yang namanya pencurian harus diadili dan dihukum. Tapi, lebih sesak lagi kita bernafas jika yang melakukan pencurian adalah orang kaya, berpangkat tinggi, jabatan sebagai atasan maka penegak hukum seperti menutup mata seolah tidak mau tahu.
Sepertinya hukum di Negara ini harus banyak berbenah, Tidak malukah dia dengan Nenek Minah atau Nenek Asyani? Pantaskah mereka dihukum hanya karena mencuri barang yang tidak seberapa harganya dibandingkan dengan uang miliyaran rupiah yang dikorupsi para penjahat berparas pejabat? Rasanya tidak salah kita berkata hukum hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
Indonesia sebuah Negara yang penduduknya banyak menganut prinsip menang kalah, kuat dan lemah. Yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Sedankan yang kalah adalah mereka yang lemah, miskin tak berdaya dan tidak punya kuasa. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bertamasya. Sungguh keadaan yang tidak seharusnya terjadi di Negara ini.
Menurut hemat penulis, seharusnya penegakan hukum yang ada di Indonesia ini tidak diskriminatif, tidak pilih kasih, tidak memandang status atau bahkan golongan. Namun seharusnya memandang sama antara yang lemah dan yang kuat, yang kaya dan miskin, yang berpangkat dan bawahan. Karena hukum seharusnya adalah ibarat pedang bermata dua dimana kedua matanya itu harus tajam menebas ke bawah dan tajam menebas ke atas sehingga hukum itu berwibawa ke atas untuk para pejabat dan tegas ke bawah untuk rakyat. Kalau hukum mau tegak di negeri kita ini maka pelaksanaannya harus seperti pedang bermata dua tanpa penghalang.
Namun inilah yang terjadi, di Negara yang -katanya- Negara hukum tapi tidak menegakkan hukuman. Kita tidak bisa menyalahkan rakyat yang terkadang main hakim sendiri tanpa melihat kesalahan dan kondisi. Kita juga tidak bisa menyalahkan mereka yang sudah tidak mempunyai rasa percaya lagi dengan hukum yang ada. Dan kita tidak bisa menyalahkan mereka yang bertindak anarkis dan kejam kepada yang melakukan kesalahan karena percuma melapor yang akhirnya hanya akan menghabiskan uang belaka.
Barangkali, masih banyak Nenek-nenek Minah dan Nenek Asyanti diluar sana, yang mendapatkan perlakukan tidak adil akan hukum yang terjadi. Bahkan masih banyak para pejabat yang korupsi dibiarkan tanpa keadilan. Kita berharap semoga penegakan hukum di Indonesia ini bisa pulih dan menjadi contoh keadilan hukum yang seadil-adilnya. Amiin.

                                                                                                     ————– *** —————-

Rate this article!
Tags: