Humas-Wartawan Kota Madiun Belajar Batik

Nur Solikah, seorang ibu rumah tangga sebagai pekerja batik tulis di Desa Pijirejo Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul DIY yang sudah turun temurun. Foto diambil Minggu siang (29/11). [sudarno/bhirawa]

Nur Solikah, seorang ibu rumah tangga sebagai pekerja batik tulis di Desa Pijirejo Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul DIY yang sudah turun temurun. Foto diambil Minggu siang (29/11). [sudarno/bhirawa]

Kota Madiun, Bhirawa
Humas dan Protokol Setda Kota Madiun bersama 30 orang wartawan Pokja Kota Madiun  ‘Belajar mBatik’ ke sentra pengrajin batik tradisionil di Dusun Pijenan Desa Pijirejo Kecamatan Pandak Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogjakarta (DIY), Minggu (29/11).
Salah satu pekerja batik tradisionil, Nur Solikah (30), mengatakan, untuk menyelesaikan batik tangan atau yang lebih dikenal dengan batik tulis ukuran kain 2,5 meter, memerlukan waktu selama sekitar satu bulan.
Proses itu dimulai dari membatik, mewarnai atau pencelupan hingga pengeringan. “Tergantung motifnya. Soalnya motifnya macam-macam. Ada motif wahyu temurun, sido mukti, sido asih dan lain-lain. Tapi rata-rata satu bulan sudah selesai,” terang Nur Solikah kepada wartawan.
Kain batik ukuran 2,5 meter, kata dia, dijual ke pasaran dengan harga Rp600 ribu. Sedangkan biaya produksinya, sekitar Rp300 ribu. “Kalau khusus ongkos tenaga, sebesar Rp170 ribu,” katanya.
Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Madiun, Drs. Edy Joko Purnomo, mengatakan, ilmu biaya produksi batik tulis di Bantul, perlu diadopsi oleh para pengrajin serupa di Kota Madiun. Pasalnya selama ini biaya produksi batik tradisionil di kota Pecel, jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan Bantul. “Biaya produksi batik tulis di sini (Bantul) ternyata lebih murah. Kita perlu belajar dari pengrajin batik di Bantul. Soalnya di Kota Madiun kan juga banyak pengrajin batik tradisional,” kata Edy Joko Purnomo. [dar]

Tags: