Husnul Khuluq Minta Pengalihan Status Penahanan

5-foto-hl-benta-cty(Gus Sholah dan Kiai Hasyim Siap Menjadi Penjamin)
Surabaya, Bhirawa
Pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang, KH Sholahuddin Wahid dan Pengasuh Ponpes Al Hikam Malang, KH Hasyim Muzadi meminta Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik agar mengabulkan permohonan keluarga mantan Ketua PCNU Gresik yang juga mantan Sekda Kab Gresik, KH Husnul Khuluq, sehingga statusnya penahanannya dialihkan menjadi tahanan kota.
”Pihak keluarga sudah memohon dan kini kami berdua juga memohon serta siap menjadi penjamin Husnul Khuluq kalau Kejari Gresik khawatir dia akan kabur,” tegas Gus Sholah sapaan akrab Sholahuddin Wahid saat ditemui di Surabaya, Rabu (23/11).
Pertimbangan Gus Sholah dan Kiai Hasyim mau menjadi penjamin lantaran kasus hukum yang menimpa Husnul Khuluq terkesan dipaksakan dan unsur kriminalisasinya sangat kuat. ”Apa yang dilanggar Husnul Khuluq juga tidak jelas. Apalagi PT Smelting sudah membayar uang retribusi sewa perairan laut ke Kasda tapi dikembalikan sampai dua kali, lalu kemudian diperkarakan ke Polda Jatim,” ungkap adik kandung Alm Gus Dur ini.
Diakui Gus Sholah, penegakan hukum yang dilakukan Polda Jatim dalam menangani kasus Husnul Khuluq jelas tak sejalan dengan harapan Presiden RI, Jokowi. ”Harusnya kalau sudah ada inisiatif mengembalikan, ya kasus ini tidak diteruskan. Apalagi Sekda itu hanya menjalankan perintah Bupati,” dalih mantan anggota Komnas HAM ini.
Ia juga mengkritik pasal dakwaan yang digunakan penyidik kepolisian karena sudah di luar kewenangan Sekda. ”Sesuai Perda dan SK Bupati, besaran retribusi sewa perairan itu 300 per meter per tahun dikalikan luas sehingga ketemu angka Rp1,3 miliar. Tapi polisi justru menggunakan besaran 500 per meter per tahun dikalikan luas sehingga ada selisih 200 yang kemudian dijadikan bukti kerugian negara,” tambah Gus Sholah.
Senada kuasa hukum Husnul Khuluq, Hadi Mulyo Utomo menegaskan, kasus ini sengaja dipaksakan dan ingin mengkambinghitamkan Husnul Khuluq bersama dua tersangka lain yaitu Dukut Imam Widodo dan Syaiful Bahri dari pihak PT Smelting Gresik. ”Kasus ini tidak ada upaya melawan hukum atau kerugian negara karena sudah dibayar tapi dikembalikan oleh Pemkab Gresik kemudian diperkarakan,” jelas Hadi.
Diakui Hadi, kasus ini terjadi pada tahun 2006 saat Husnul Khuluq menjabat Sekda Kab Gresik. Namun surat tagihan Dishub Gresik pada PT Smelting dilayangkan pada tahun 2015 dan sudah dibayar PT Smelting melalui Dukut Imam Widodo tapi kemudian dikembalikan oleh Dishub Gresik. Bahkan pada tahun 2016 dibayar kembali oleh Dukut sebesar Rp2 miliar, namum dikembalikan lagi oleh Kasda Gresik.
”Kuat dugaan penolakan Pemkab Gresik menerima pembayaran dari PT Smelting ini karena ada unsur kesengajaan ingin mengkriminalisasi Husnul Khuluq yang saat itu maju kembali dalam Pilkada Gresik tahun 2015 melawan petahana,” beber Hadi.
Ia juga menjelaskan tarif retribusi sewa perairan sesuai Perda Gresik ditetapkan sebesar 300. Sedangkan besaran 500 itu hanya ditetapkan melalui perjanjian antara Pemkab Gresik dengan PT Smelting. ”Perlu diingat dalam perjanjian itu yang masuk ke Kasda hanya Rp300. Sedangkan sisa Rp200 itu untuk biaya perbaikan sarana dan prasarana pelabuhan khusus atau kembali pada PT Smelting sehingga sejatinya tak ada kerugian negara,” ungkapnya.
Terlebih dalam laporan LHP BPK tahun 2006, tidak ditemukan adanya kerugian negara. ”Sebenarnya kami juga pernah dimintai tolong supaya kasus ini ditarik ke Mabes Polri karena banyak ditemukan unsur kejanggalan. Kalau pengajuan pengalihan status penahanan ini ditolak, ya kami akan lapor ke Majelis Komisi Kejaksaan karena perkara ini sudah diambilalihkejaksaan,” pungkas Hadi. [cty]

Tags: