HUT RI, Momentum Bebaskan ABK Kota Batu dari Belenggu

Anak-anak berkebutuhan khusus didamping para relawan menunjukkan karya seni yang mereka ciptakan saat memperingati HUT Kemerdekaan RI.

Anak-anak berkebutuhan khusus didamping para relawan menunjukkan karya seni yang mereka ciptakan saat memperingati HUT Kemerdekaan RI.

Kota Batu, Bhirawa
Meskipun Bangsa ini sudah merayakan HUT Kemerdekaan ke 71, namun perjuangan berat masih banyak tersisa. Salah satunya adalah memperjuangkan kebebasan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dari keterbatasan yang dimiliki.
Dan bersamaan HUT RI, para relawan ABK di Kota Batu terus merapatkan barisan untuk terus membantu ABK.
Komunitas relawan ABK di Kota Batu ini telah terbentuk sejak 23 Januari 2015. Kebanyakan anggotanya merupakan orang tua anak berkebutuhan khusus serta orang-orang yang peduli terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang kemudian menamakan dirinya komunitas Griya Anita. Saat ini komunitas ini beranggotakan 15 orang dengan banyak anak asuh berkebutuhan khusus yang dalam pendampingan mereka.
“Kelompok ini berdiri berawal dari kepedulian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Dan kita ingin pendampingan yang kita berikan bisa dilakukan berkelanjutan,” ujar Ketua Griya Anita, Dyah Rani Ayu E.H, Minggu (21/8).
Anak berkebutuhan khusus yang saat ini didampingi, katanya, meliputi penderita tuna rungu, hiperaktif, gangguan konsentrasi, tuna grahita, disleksi, termasuk anak-anak yang memiliki cacat fisik.
Awalnya, komunitas ini hanya sebatas wadah tukar pikiran orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Namun kini telah berkembang dan mampu memberdayakan anak-anak berkebutuhan khusus hingga memiliki keahlian sendiri.
Anak-anak berkebutuhan khusus ini tidak hanya dilatih melukis atau membuat handycraft. Komunitas ini secara tidak langsung juga memberikan terapis untuk setiap permasalahan yang dialami anggotanya.
Selama ini memang sudah ada Sekolah Luar Biasa (SLB) di kota-kota termasuk di Kota Batu. Namun masih saja ada anak berkebutuhan khusus yang belum terjamah. Seperti Saiful Anwar Arif, warga Sumberjo, sebelum bergabung dengan Griya Anita, Saiful tidak mengenal dunia luar.
“Dulu kalau ada wartawan seperti mas, pasti buru-buru saya suruh pulang, saya salah waktu itu,”ujar Umi, orang tua Syaiful. Ia mengaku bersyukur bertemu dengan komunitas ini.
Dyah juga membenarkan dulu Syaiful tidak pernah keluar sama sekali, tidak juga pergi ke sekolah, padahal rumahnya berada di seberang sekolah. Tapi kini Syaiful telah berkembang dan mampu berkreasi.
Sampai saat ini, masih banyak anak berkebutuhan khusus yang tidak bersekolah. Terutama dari kalangan keluarga yang menengah ke bawah. “Kalau ekonominya menengah ke atas masih bisa bersekolah dan mengikuti terapi, yang kasihan itu yang ekonominya menengah ke bawah,” tambah Dyah.
Melihat anak-anak berkebutuhan khusus tersenyum menjadi kebahagiaan tersendiri bagi anggota komunitas.
“Ada anggota kami yang mengalami permasalahan tidak hanya sekedar anggota tubuhnya cacat, namun trauma psikologis yang harus ditanggungnya, kita bantu untuk menyelesaikannya,” ujar Riyanto, pengurus Griya Anita yang juga seorang pelukis terkenal di Batu.
Riyanto mengatakan, salah satu anggotanya mengalami kecelakaan kerja yang membuatnya harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya. Kemalangan ini berlanjut, saat perusahaan tidak lagi memperkerjakannya. Ditambah setelah kehilangan pekerjaan, ia pun kehilangan rumah tangganya, karena sang istri memutuskan berceriai.
“Lewat lukisan yang kita ajarkan, sedikit demi sedikit trauma yang dialaminya mulai hilang. Semangat hidupnya semakin bertambah, hal itu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi kita, bisa membantu mereka keluar dari permasalahan,” ungkap Riyanto. [nas]

Tags: