Hutang BPJS Pengaruhi Cash Flow RS RSUD dr Soetomo dan RSJ Menur

dr Harsono

Surabaya, Bhirawa
Hutang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di lima rumah sakit milik Pemprov Jatim sangat mempengaruhi cash flow rumah sakit. Terutama untuk membayar obat-obatan disejumlah pabrik farmasi dan untuk membayar hutang kepada bank guna mengangsur pinjaman untuk perluasan rumah sakit.
Dirut RSUD dr Soetomo Surabaya, dr Harsono mengatakan bahwa tunggakan piutang BPJS kalau menumpuk terlalu banyak memang bisa mempengaruhi kinerja rumah sakit dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Padahal seluruh rumah sakit tidak ingin membeda-bedakan pasien BPJS dan non BPJS.
“Besar kecilnya tunggakan piutang BPJS di rumah sakit itu banyak faktornya. Salah satunya adalah terkait minimnya petugas klaim BJPS di rumah sakit sehingga menyebabkan penumpukan,” kata Harsono, Kamis (1/2).
Dari hasil rekapitulasi RSUD dr Soetomo, tunggakan sebesar Rp 177 miliar belum dibayar. Namun, Bulan Februari pihak BPJS menjanjikan membayar RP 71.292.464.560. Sisanya sekitar Rp 102 miliar ditambah Rp 2,9 miliar (untuk obat yang tidak tertanggung) menunggu proses verifikasi lebih lanjut.
Kasus nyantol-nya tunggakan pembayaran iuran BPJS ke rumah sakit bukan hanya kali ini saja. Bahkan, diprediksi akan berlanjut hingga tahun berikutnya. Penagihan tersebut sudah dilayangkan ke BPJS untuk penerimaan di tahun 2017.
Meski demikian, dr Harsono menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberhentikan aktivitas pelayanannya. Sebab, siapapun pasiennya hukumnya wajib diterima dan dilayani dengan baik. “Jadi, kalau tidak terbayarkan (tunggakan BPJS, red) apakah aktivitas pelayanan berhenti, jelas tidak boleh. Karena ini urusan pemerintah, bukan urusan masyarakat,” tegasnya.
Menurut dia, BPJS adalah salah satu pilar daripada jaminan kesehatan nasional (JKN) dan sebagai penyelenggara yang membidangi dari aspek pembiayaan. Kemudian, lanjut Harsono, rumah sakit merupakan aspek pelayanan dan kepesertaan itu masyarakat. “Program ini jelas bagus walaupun masih ada kekuranga-kekurangan regulasi. Termasuk masalah pembiayaan,” jelasnya.
Sementara, Wakil Direktur Penunjang Layanan Medik RSUD dr Soetomo, Hendrian D Soebagio menjelaskan, proses pelayanan tidak akan terpengaruh lantaran pasien umum mengkover cash flow di RSUD dr Soetomo. Namun, ada satu tunggakan yang menyangkut obat yang mencapai Rp 20 miliar. “Sampai sekarang kami menunggu kebijakan itu untuk diputuskan harga satuan obat. Sehingga obat yang masih menjadi persoalan itu clear,” paparnya.
Sampai saat ini, kata Hendrian, pihaknya terus melakukan negosiasi dengan BPJS agar kedepan untuk jauh lebih baik. Termasuk dengan pemerintah untuk menetapkan harga satuan obat. “Intinya, sebagai rumah sakit rujukan tertinggi, tidak mengenal pasien yang ditanggung insurans ataupun ditanggung pribadi. Semua kami terima dan meski nantinya akan mengalami kendala yang sifatnya nasional. cast flow kami jelas akan terganggu, maka piutang ini agar segera terbayarkan, ” pungkasnya.

RSJ Menur
Terpisah Dirut RS Jiwa Menur. Sri Agustina Ariyandani mengakui jika piutang BPJS yang mencapai Rp18 miliar sangat mempengaruhi cash flow rumah sakit. Belum lagi ada juga untuk pengobatan tambahan.
“Jujur saja kami sangat membutuhkan dana tetsebut guna pelayanan kesehatan. Apalagi sejak awal Pak gubernur sudah mewanti-wanti jangan menolak pasien. Tapi kalau kondisinya seperti ini terus bagaimana saya bisa meningkatkan pelayanan,”paparnya.
Seperti diketahui gara-gara piutang BPJS tak kunjung terbayarkan di lima Rumah Sakit milik Pemprov Jatim, para pasien yang membutuhkan layanan kesehatan menggunakan BPJS terancam tak dilayani oleh Rumah Sakit milik Pemprov Jatim. Tak ayal, Komisi E DPRD Jatim yang membidangi masalah Kesra pun terpaksa langsung bertindak dengan mendatangi BPJS pusat di Jakarta, Rabu (31/1) siang. Para wakil rakyat itu diterima oleh Dr. Yeni kepala Hubungan Antar Lembaga bersama jajaran BPJS pusat.
Menurut Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Daim jika sampai bulan Februari 2018 piutang BPJS tidak terbayarkan, maka lima Rumah Sakit milik Pemprov Jatim terancam kolaps karena cash flownya sudah tidak sehat sehingga dapat berdampak pada pelayanan pasien.
Bahkan kata politisi asal FPAN, RS Saiful Anwar Malang sudah di balck list oleh dua perusahaan obat karena tunggakannya tak kunjung dibayar. Begitu juga beban RS Soetomo Surabaya untuk pengembangan RS yang meminjam pada Bank Jatim juga harus membayar cicilan setiap bulan. “Hampir seluruh rumah sakit milik pemprov Jatim mengeluhkan soal piutang BPJS yang tak kunjung terbayarkan,” jelas Suli Daim.
Berdasarkan data yang diterima komisi E DPRD Jatim, lanjut Suli Daim, klaim BPJS yang belum terbayarkan meliputi, RSU Dr. Soetomo Surabaya Rp.177 miliar, RS Saiful Anwar Malang Rp. 146 miliar, RSU Dr. Soedono Madiun Rp. 39 miliar, RS. Haji Rp. 21 miliar, RS Jiwa Menur Surabaya Rp. 18 miliar.
“Kalau ditotal piutang BPJS di lima rumah sakit milik pemprov Jatim sebesar Rp.384 miliar,” bebernya. Pihak BPJS hanya bisa berjanji menyelesaikan tunggakan piutang BJS secara bertahap mulai 5, 18 dan 22 Februari. [cty.geh]

Tags: