Identitas Kota Santri Mulai Tergerus Rumah Karaoke

Rumah KaraokeSidoarjo, Bhirawa
Perizinan tempat karaoke harus memperhatikan estetika dan lingkungan, Pemkab Sidoarjo jangan semudah itu mengeluarkan izin rumah karaoke karena keberadaannya menyangkut dengan identitas daerah yang selama ini disandang Sidoarjo sebagai Kota Santri.
Begitu kuatnya masyarakat menjaga predikat Kota Santri, sehingga penempatan patung di Alun-alun Sidoarjo yang melambangkan sifat gotong royong masyarakat Sidoarjo akhirnya dirobohkan karena mendapat diprotes keras masyarakat. Padahal sembilan patung raksasa sumbangan CSR (Coorporate Social Resposibility) dari Finna Grup itu menelan biaya ratusan juta rupiah. Patung itu dianggap sebagai simbol yang tak sesuai dengan ajaran Islam, sementara banyak patung lainnya berdiri di berbagai sudut kota dibiarkan saja. Bila menjaga identitas Kota Santri seharusnya tidak berat sebelah. Apapun yang berbau patung perlu diturunkan.
Menyandang Kota Santri itu menjadi ironi dengan maraknya tempat karaoke yang diizinkan Pemkab Sidoarjo, di satu sisi Sidoarjo disebut Kota Santri tetapi di sisi lainnya marak tempat karaoke. Di Kota Sidoarjo saja dalam rentang jarak yang sangat berdekatan berada di komplek perumahan KNV (Kahuripan Nirwana Village), dari lokasi yang tak lebih 300 meter atau tepatnya di Lippo Sidoarjo Mal juga ada Inul Fiesta Karaoke. Di komplek Perumahan Taman Pinang, di Sun City Plasa ada dua tempat karaoke, di Ramayana Mal Sidoarjo,belum lagi di Jl Jenggolo dan Jl Gajah Mada. Jaraknya sangat berdekatan.
Anggota Komisi C, Dhamrony Chudlori, Selasa (19/1), meminta Pemkab untuk selektif dalam mengeluarkan izin tempat karaoke karena sudah sangat banyak tempat karaoke di Kota Sidoarjo. terlebih terhaap tempat karaoke yang berada di lahan milik Pemkab Sidoarjo. Ia menyebut Sun City Mal menempati lahan milik Pemkab Sidoarjo. Terhadap hal seperti ini wajar izin dikoordinasikan dulu dengan berbagai pihak, terutama apakah tidak menimbulkan masalah sosial.
Untuk tempat yang diduga menjadi tempat peredaran purel juga harus mendapat perhatian serius dari Satpol PP. Satpol PP harus melakukan monitoring karena instansi ini yang bertanggungjawab terhadap pengawasan. Apakah personil Satpol masih kurang? tanyanya. Kalau kurang tentu bisa mengajukan tambahan personil lagi. Yang pointing jangan sampai beralasan Satpol kekurangan personil untuk mengawasi tempat karaoke.
Kalau tempat karaoke yang memang sehat dan baik untuk keluarga, tentu saja ini menjadi baik untuk masyarakat. Tetapi kalau di tempat itu menyediakan purel atau wanita pendamping berkaraoke tentu ini perlu mendapat perhatian lebih. Umumnya pengelolaan tempat karaoke bisa membuktikan bahwa pihaknya tak bersalah, karena purel itu biasanya dibawa tamu. Maka Satpol PP harus proaktif untuk memonitor dan mengawasi sesuai fungsi dan tugas yang diberikan.
Ia beranggapan, Sidoarjo masih lekat sebagai Kota Santri. Perihal patung bantuan CSR dari swasta yang dirobohkan, itu tak lepas dari kurangnya kordinasi Dinas Kebersihan Pertamanan Sidoarjo dengan pihak bupati. Seharusnya bantuan CSR itu boleh diterima dengan catatan Pemkab Sidoarjo jangan mau didikte pihak swasta. Justru Pemkab harus menentukan dan menetapkan serta mengarahkan untuk apa bantuan CSR itu.
Pemkab Sidoarjo awal tahun 2015 lalu mendapat sorotan dari masyarakat yang kecewa dengan dirobohkannya patung gotong royong itu. Padahal patung itu tidak beda dengan patung tugu tani ucapan selamat datang di Jakarta, atau patung pahlawan di perbatasan Kec Gedangan. Patung itu dirobohkan karena desakan salah satu Ormas keagamaan. Namun dipertanyakan kenapa keberadaan patung di Alun-alun Sidoarjo saja yang diprotes. Akhirnya pihak swasta enggan memberikan hibah CSR lagi. [hds]

Tags: