Idris Laena: GBHN Pakai UU Saja, Tak Perlu Amandemen UUD 45

Jakarta, Bhirawa.
Ketua fraksi Golkar MPRRI Idris Laena mengatakan, wacana amandemen UUD 45 untuk membuat GBHN (Garis Besar Haluan Negara), memang penting. Tetapi GBHN itu tak harus dibuat lewat TAP MPR. Karena  kalau dibuat melalui TAP MPR, konsekuensinya harus melakukan amandemen UUD 45. Kemudian memberikan penguatan kepada fungsi MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara. Sehingga Presiden akan menjadi madataris MPR.
“Apakah hal itu relevan sekarang atau tidak? Jangan sampai ada GBHN yang kemudian mengikat kita semua. Sehingga  Kelembagaan pemerintah dalam memimpin yang menjadi tanggung jawab untuk membangun bangsa kita kedepan, kemudian terikat,” tandas Idris Laena dalam diskusi 4 Pilar MPR dengan tema “Menaker Peluang Amandemen Konstitusi, Senin sore (2/12). Nara sumber lain, wakil ketua fraksi PPP MPRRI Saifulah Tamliha, anggota fraksi Gerindra MPRRI Fadli Zon dan pengamat Komunikasi Politik Uns Pelita Harapan Emrus Sihombing.
Idris Laena lebih jauh, jika satu GBHN dengan program jangka panjang sampai 100 tahun, melalui proses TAP MPR, misalnya. akan sulit untuk dilakukan perubahan setiap saat. Lalu bagiman kalau UU. Sebetulnya UU juga produk negara, karena diusulkan oleh pemerintah melalui Presiden. Jadi ada surprise nya, kemudian dibahas bersama dengan DPR, lalu mengikat seluruh rakyat Indonesia.
“Menurut saya, tidak perlu ada forum untuk pengambilan keputusan yng lebih tinggi. Misalnya menetapkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Cukup dengan UU saja, lebih cepet, lebih luwes dan bisa mengikuti perkem bangan jaman,” lanjut Idris Laena.
Sementara, sore ini didepan wartawan di Istana Negara, Presiden Jokowi menyatakan ; menolak amandemen UUd 45. Presiden Jokowi juga menolak keras tawaran jabatan Presiden diperpanjang sampai 8 tahun atau 3 periode. Adalah tawaran untuk cari muka, atau untuk menjerumuskan. Menurut Presiden Jokowi tawaran tersebut selain melanggar UU juga ada keinginan untuk menggulingkan dirinya, sergah Presiden Jokowi didepan wartawan.
Saifulah Tamliha sudah menduga, bahwa terlalu sulit untuk amandemen, karena 3 fraksi di MPR  tidak menghendaki adanya GBHN. Perencanaan pembangunan nasional yang diatur dalam GBHN, cukup melalui UU. Dia sudah kapok dengan peristiwa kursi Ketua MPR yang semestinya jatuh ke Demokrat, ternyata bisa diduduki Zulkifli Hasan dari PAN. Hal diluar aturan dan diluar dugaan semua orang, milah Tamliha. [Ira]

Tags: