Idul Ad-ha Membangun Solidaritas Sosial

(Kenikmatan Ibadah Haji dan Berkurban Hewan Ternak)

Oleh : Yunus Supanto
Wartawan Senior, Penggiat Dakwah Sosial Politik

Lepas subuh hari Ahad, tiga hari terakhir bulan Zulqa’dah, tahun 632 masehi (tahun ke-10 Hijriyah), Kanjeng Nabi Muhammad SAW, berada di lembah Zul Hulaifah. Diberitahukan kepada jamaah calon haji (JCH), Beliau SAW, bersabda:
“Tadi malam aku telah memperoleh pemberitahuan dari Allah Subhanahu Wata’ala, firman-Nya: Shalatlah kamu di lembah yang penuh berkah ini, dan niatkanlah wahai Muhammad (untuk) umrah dikerjakan bersama-sama haji.”
Kisah pelaksanaan ibadah haji (sekaligus berkurban hewan ternak) Nabi Muhammad SAW, diriwayatkan dalam Sirrah Nabawiyah. Sesungguhnya Rasulullah SAW ingin berhaji setiap tahun, sejak 4 tahun sebelumnya. Namun tidak terwujud, karena menghormati kesepakatan dengan masyarakat suku Quraisy di Makkah. Padahal suku Quraisy, merupakan keluarga se-darah dengan Nabi SAW. Serta kota Makkah, sebagai “tanah tumpah-darah” (kampung kelahiran, dan menetap hingga dewasa).
Pada hari Kamis, 26 Safar (17 Juni tahun 622 Masehi), Kanjeng Nabi Muhammad SAW, meninggalkan kota Makkah. Ditemani sahabatnya, sayyidina Abubakar As-shiddiq, bagai dalam status “persona non-grata, ” terusir oleh kaumnya. Tetapi itu nubuwat yang harus terjadi, telah tertulis pada kitab-kita suci terdahulu (Taurat, dan Injil). Pada hari Jumat, 12 Rabiul Awal (6 Juli tahun 622 Masehi) tiba di Madinah, setelah menempuh perjalanan (320 kilometer ke arah utara) selama 20 hari. Termasuk tinggal di gua Tsur (dekat Makkah) selama tiga hari pertama perjalanan.
Pada tanggal 10 Ramadhan tahun 630 Masehi (8 tahun setelah Hijrah ke Madinah), Kanjeng Nabi Muhammad SAW, dengan 10 ribu pasukan, menuju Makkah. Ternyata, Makkah gampang ditaklukan, tanpa pertumpahan darah. Karena seluruh pemimpin Makkah (yang dahulu mengusirnya), menyatakan menyerah tanpa syarat, tanpa peperangan. Perasaan Kanjeng Nabi SAW, bagai pulang kembali ke rumah, dengan menebar maaf, dan jaminan keselamatan seluruh penduduk Makkah.
Penaklukan kota Makkah, sering disebut sebagai Fathul Makkah (pembukaan kota Makkah untuk semua orang). Sekaligus menjadikan Makkah sebagai kawasan pelaksanaan ibadah haji, rukun Islam kelima. Berdasar catatan kitab-kitab suci (Taurat, dan Injil), Makkah memiliki petilasan tempat ibadah, yang dibangun oleh manusia pertama. Nabi Adam a.s., membangun Ka’bah, bagai sajadah batu. Selanjutnya, beberapa Nabi, dan Rasulullah, memelihara Ka’bah.
Nabi Ibrahim a.s., (hidup pada masa 1997-1822 Sebelum Masehi), membangun Ka’bah, menjadi bangunan tinggi (melebihi ukuran tubuh manusia dewasa. Ka’bah, disebut sebagai bangunan tempat ibadah pertama umat manusia. Disebut dalam Al-Quran, (surat Ali Imron ayat ke-96) “Sesungguhnya rumah yang pertama dibangun untuk tempat ibadah manusia ialah Baitullah di Bakka (Makkah) yang diberkati, dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”
Keberkahan Sekitar Ka’bah
Ritual ibadah haji berada di sekitar Ka’bah. Yakni, thawaf, mengelilingi Ka’bah tujuh kali putaran. Serta Sa’i, berjalan cepat dari bukit Safa ke bukit Marwa, tujuh kali, berakhir di bukit Marwa, diiringi tahalul (memotong rambut sebagian kecil). Walau seluruh ritual ibadah dilaksanakan di sekitar Makkah, namun inti ritual ibadah haji, bukan di dekat Ka’bah. Melainkan wukuf (berdiam diri, sambil berdzikir) di padang Arofah. Ribuan malaikat juga berdzikir di Ka’bah.
Melaksanakan ibadah haji (dan berkurban), hakikatnya me-napak tilas ritual ibadah yang dilakukan oleh nabi Ibrahim a.s,. Serta pengurbanan keluarganya (putranya, nabi Ismail, as., dan Siti Hajar, istrinya). Nabi Ibrahim a.s., meninggalkan istri dan anak bayinya (nabi Ismail a.s., yang baru berusia beberapa hari) di padang tandus, Makkah. Tetapi (nabi Ibrahim a.s.) tidak bermaksud menelantarkan istri beserta bayinya. Melainkan yakin dengan janji (dan perintah) Allah, bahwa lokasi Ka’bah penuh berkah, dan akan menjadi makmur.
Janji Allah pasti benar. Tetapi berkah, tidak pernah datang secara gratis serta-merta, melainkan wajib diupayakan gigih. Upaya keras dilakukan Siti Hajar, berlari-lari antara bukit Shofa ke bukit Marwah, untuk mencari air. Berkah mulai terlihat. Hanya berselang beberapa jam, di dekat gundukan petilasan rumah ibadah (Ka’bah kuna) yang dibangun nabi Adam a.s., telah muncul sumber air zam-zam yang sangat deras. Seluruh kafilah (rombongan) pedagang, selalu singgah.
Kawasan Ka’bah kuna, menjadi bagai rest area, sekaligus SPBU (pengisian bahan bakar). Air menjadi kebutuhan utama (bagai bahan bakar) untuk manusia, dan kendaraannya (onta, dan keledai). Seluruh kafilah (rombongan) pedagang, selalu singgah. Menjadikan sebagai rest area, sekaligus SPBU (pengisian bahan bakar). Air menjadi kebutuhan utama (bagai bahan bakar) untuk manusia, dan kendaraannya (onta, dan keledai).
Siti Hajar, sebagai penemu dan pemilik sumur zam-zam, menjadi kaya raya. Nabi Ibrahim a.s., kembali ke Makkah menemui keluarganya yang sudah makmur. Kisah upaya keras Siti Hajar mencari air (berlari-lari) tujuh trip dari bukit Shofa ke bukit Marwah, di-abadi-kan sebagai ritual haji. Dalam rukun (prosesi) haji, disebut sa’i. Ritual (serangkaian rukun berhaji): thawaf, sa’i, lempar jumroh, dan berpuncak pada wukuf di padang Arofah.
Seluruhnya dilakukan oleh keluarga nabi Ibrahim a.s., pada sekitar tahun 2.000 tahun sebelum masehi. Tujuannya, mengukuhkan prasetya (sumpah) meng-hamba kepada Ilahi. Sekaligus kesetiaan antar-anggota rumahtangga. Rukun haji yang lain, lempar jumroh, juga me-napak tilas keyakinan keluarga nabi Ibrahim a.s. Lemparan pertama (ula) dilakukan untuk menghajar keraguan (rayuan setan) oleh nabi Ibrahim a.s.
Dermawan Mengubah Dunia
Lemparan kedua (wustho) dilakukan oleh Siti Hajar, yang coba dipengaruhi setan, agar menolak niat nabi Ibrahim a.s., untuk melaksanakan mimpinya. Lempar jumroh ketiga (aqobah) dilakukan nabi Ismail a.s. (masa remaja) agar menolak sebagai kurban (sesuai mimpi nabi Ibrahim a.s.). “Mimpi wahyu” nabi Ibrahim, hanya sekadar uji ke-pasrah-an kepada Ilahi. Pada masa mudanya, nabi Ibrahim a.s., juga pernah dimasukkan dalam kobaran api besar, oleh penguasa (raja) Namrudz.
Tetapi Allah SWT, menyelamatkan nabi Ibrahim a.s., tidak terbakar (bahkan jubahnya juga utuh). Berbagai ujian itu menempatkan nabi Ibrahim a.s., sebagai manusia paling pasrah kepada Tuhan. Kelak, kedua dua anaknya (nabi Ismail a.s., dan nabi Ishaq a.s.), cucunya (nabi Ya’qub a.s.), dan cucu buyutnya (nabi Yusuf a.s.) menjadi Rasul Allah.
Keluarga nabi Ibrahim a.s., juga menjadi “penghulu” agama-agama di dunia. Termasuk keturunan nabi Ya’qub a.s., menjadi agama Yahudi. Juga menjadi penghulu Nasrani (nabi Isa a.s., keturunan nabi Yahya a.s.), serta Islam (nabi Muhammad SAW, keturunan nabi Ismail a.s.). Konon, agama-agama lain (Hindu dan Budha) merupakan percabangan keyakinan nabi Ibrahim a.s. Misalnya, berkait dengan dewa Brahma (yang identik secara fonem dengan nama nabi Ibrahim a.s.).
Ibadah haji (dan berkurban) yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, merupakan reinventing (penggalian kembali) ajaran nabi Ibrahim a.s. Termasuk pelaksanaan berkurban hewan ternak. Bahkan Kanjeng Nabi SAW melaksanakan thawaf wajib haji bersama hewan kurbannya. Pada puncak kekayaannya, keluarga nabi Ibrahim a.s. menyembelih 1000 onta dan lembu plus 3000 domba (saat ini senilai Rp 42 milyar)!
Hingga kini, nominal kurban itu belum pernah terlampaui. Karena tidak ada Nabi maupun Rasul Allah, yang memiliki kekayaan setara nabi Ibrahim a.s. Ke-pasrah-an nabi Ibrahim a.s., beserta keluarganya, terutama dalam berkurban, telah mengubah kota Makkah menjadi sangat makmur. Disebabkan doa nabi Ibrahim (tercantum dalam Al-Quran surat Al-Hajj ayat ke-27), “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh.”
Begitu pula doa khusus untuk kota Makkah, di-doa-kan agar diberkati banyak buah. Padahal tidak ada satu pohon yang tumbuh di Makkah. Tetapi realitanya saat ini, aneka buah-buahan diperdagangkan di Makkah. Kemakmurannya melebihi kota-kota lain di dunia. Menjadi kota yang paling banyak dikunjungi. Begitu pula sumur zam-zam, menjadi yang paling banyak diteguk dan diambil airnya. Milyaran galon air zam-zam telah di-distribusikan ke seluruh dunia. Tetapi volume dan debitnya nampak tidak berkurang.
Kedermawanan nabi Ibrahim sekeluarga, menjadi pelajaran kesetiakawanan sosial global setiap jamaah calon haji. Sifat dermawan, bisa mengubah keadaan lingkungan, dan mengubah dunia menjadi lebih baik.
——— *** ———

Tags: