IKEA Indonesia Berhasil Kurangi 31% Limbah Makanan dalam Satu Tahun

Surabaya, Bhirawa
Permasalahan sampah makanan sudah menjadi isu global yang patut diperhatikan dalam beberapa tahun terakhir, khususnya Indonesia.
Sebagai negara penghasil limbah makanan terbesar kedua di dunia menurut Economist Intelligence Unit pada 2018, sudah seharusnya masyarakat Indonesia, khususnya pelaku bisnis kuliner mencari solusi untuk mengatasi masalah ini.
IKEA sebagai perusahaan perabot asal Swedia yang juga memiliki bisnis kuliner melalui IKEA Food, berkomitmen untuk mengurangi limbah makanan melalui inisiatif Food is Precious.
IKEA Food Commercial Manager, Ririh Dibyono, menyebutkan IKEA Food berhasil mengurangi limbah makanan sebesar 31% atau setara dengan 15.000 makanan. Pencapaian ini diraih melalui penggunaan alat timbang pintar, Waste Watcher mulai 2019 hingga 2020.
“IKEA berupaya untuk mengurangi limbah makanan berskala industri dengan menggunakan hirarki pengelolaan sampah sebagai pedoman. Di dalam hirarki pengelolaan limbah tersebut, IKEA fokus pada upaya pencegahan dan daur ulang,” ujarnya dalam webinar bertajuk Pengelolaan Food Waste Berkelanjutan untuk Skala Industri pada Senin (26/10/2020).
IKEA Indonesia fokus dalam melakukan tindakan pencegahan dan daur ulang untuk mengurangi jumlah limbah makanan untuk skala industri di Indonesia. Mulai dari optimalisasi operasional hingga pengolahan limbah makanan dari dapur, IKEA Indonesia yakin bahwa tingkat limbah makanan di Indonesia dapat berkurang.
Pencegahan merupakan tatanan hirarki pengelolaan limbah paling pertama, di mana IKEA berupaya untuk mengurangi limbah makanan dari sumbernya. Pengurangan limbah makanan harus dimulai dari dapur. IKEA menerapkan pendekatan Track, Monitor dan Reduce setiap harinya.
Optimalisasi operasional dapur dilakukan demi terhindar dari bahan makanan yang tidak terpakai dan berakhir dibuang.
IKEA juga menggunakan Waste Watcher, sistem timbangan pintar yang dapat mengukur dan merekam limbah pangan yang dihasilkan setiap hari. Setiap coworker IKEA menggunakan timbangan tersebut untuk mengidentifikasi alasan dan melaporkan setiap makanan yang tersisa. Selanjutnya, IKEA akan menganalisa cara terbaik untuk mengurangi limbah yang dihasilkan berdasarkan laporan tersebut.
Lebih dari 50% emisi karbon penyebab menipisnya lapisan ozon datang dari tumpukan sampah organik termasuk limbah makanan. Tumpukan sampah organik di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat menciptakan gas metana dan meninggalkan jejak emisi karbon yang dapat mengikis lapisan ozon.
Akibatnya, terjadi pemanasan global dan perubahan iklim yang cepat. Hal ini dapat dikurangi dengan pengelolaan limbah makanan menjadi bahan baru atau daur ulang. Upaya daur ulang ini juga merupakan bagian dari hirarki pengelolaan limbah untuk menghindari limbah makanan agar tidak sampai di TPA dan menambah tumpukan sampah.
IKEA juga berkomitmen untuk mendaur ulang limbah makanan dengan bekerja sama dengan Waste4Change dalam program Zero Waste to Landfill. Kerja sama ini merupakan bagian dari inisiatif Food is Precious untuk mencegah tumpukan limbah makanan yang dapat memberikan dampak buruk terhadap lingkungan.
Selain itu, IKEA Food bersama Waste4Change secara aktif mengelola limbah makanan yang dihasilkan dari dapur dengan mengolah kembali menjadi sumber energi lain seperti kompos dan pengembang biak larva lalat Black Soldier Flies (BSF) untuk mengurangi limbah organik.
Melalui upaya-upaya tersebut, IKEA Indonesia telah berhasil mengurangi rata-rata limbah pangan yang dihasilkan dari operasional menjadi 0,5% dari sebelumnya 1,5% dari total penjualan. Berat limbah makanan IKEA juga berkurang 41% atau setara dengan 26 ton emisi karbon dioksida yang berhasil dihindari. [geh]

Tags: