Ikhlas Tak Dibayar yang Penting Selamatkan Nyawa Orang Lain

Hanya mengandalkan dari sumbangan masyarakat yang melintas, penjaga perlintasan tidak berpalang tetap bekerja menjaga keselamatan masyarakat.

Hanya mengandalkan dari sumbangan masyarakat yang melintas, penjaga perlintasan tidak berpalang tetap bekerja menjaga keselamatan masyarakat.

Surabaya, Bhirawa
Sengatan matahari dan derasnya hujan mungkin sudah menjadi hal biasa bagi mereka, dengan sabar para penjaga lintasan Kereta Api yang tidak dilengkapi pintu penghalang itu mengibarkan bendera seraya menghalau para pengemudi yang ingin melintasi rel KA.
Banyaknya jumlah perlintasan kereta yang tidak berpintu di Surabaya, harus membuat waspada para pengguna jalan raya. Di Surabaya ada beberapa kriteria tentang perlintasan kereta yang berbahaya yakni, perlintasan kereta tidak berpintu yang di jaga oleh warga, perlintasan tidak berpintu yang tidak di jaga sama sekali, dan ada perlintasan liar yang sengaja dibuat oleh masyarakat sekitar perlintasan.
Dengan banyaknya perlintasan kereta api tidak berpintu, banyak masyarakat sekitar perlintasan yang mengabdikan dirinya untuk menjaga perlintasan kereta api demi menjaga keselamatan jiwa orang lain. Waktu berharga dengan keluarga diabaikan tanpa memandang kepentingan sendiri.
Seperti salah satu perlintasan kereta api yang tidak memiliki palang di daerah Gayungan Surabaya. Dimana perlintasan tersebut dijaga oleh 7 orang dengan 5 shift yang bekerja secara bergantian dan sukarela tanpa menerima honor dari pemerintah.
“ Keamanan masyarakat yang melintas di perlintasan ini menjadi tanggung jawab kami, karena disini tidak ada pos penjagaan resmi dari PT KAI. 7 orang masyarakat yang terlibat, tidak memikirikan kompensasi yang akan di dapat. Yang penting semua orang yang melewati jalan ini aman dan selamat,” ujar Pak Amer ketika menceritakan pengalamannya Rabu (17/7) kemarin di Surabaya.
Amer sendiri telah bekerja menjaga perlintasan tak berpalang pintu sejak tahun 1997, dan diantara 7 orang yang lain Amer adalah penjaga paling senior di tempat tersebut.” Perlintasan ini tidak boleh kosong dari penjaga. Karena jumlah masyarakat yang melewati jalan ini cukup banyak. Kita semua penjaga mengharapkan kepada masyarakat agar lebih berhati-hati, dalam melintas. Kita hanya bisa mengingatkan saja,” katanya.
Jumlah yang di dapatnya dari menjaga perlintasan selama dua jam tersebut memang tidak sebanding dengan banyak jiwa yang ditolongnya. Sekali bekerja selama dua jam, Amer mendapatkan uang Rp.15-20 ribu.
“ Ada masyarakat yang menyisihkan uangnya dengan memberi beberapa rupiah ke kotak yang kami sediakan di dekat pos yang terbuat dari triplek ini. Ada pula masyarakat yang berderma dengan memberikan nasi bungkus atau sekedar kue yang kami dapatkan saat berjaga. Tetapi Alhamdulillah, keluarga kami tidak pernah berkekurangan setiap harinya,” ujar pria yang telah berusia setengah abad lebih.
Hanya dengan bermodalkan bendera berwarna merah, dirinya dan kawan-kawan terus konsisten menjaga perlintasan kereta terutama kereta sedang melintas. Dan untuk menghindari pengguna jalan yang tidak mendengar saat melintas, penjaga perlintasan dibantu dengan sirine yang akan berbunyi beberapa saat sebelum kereta datang.
“Nasib kita hanya berdasarkan kepada pengendara yang melintas, sedangkan dari PT KAI maupun pemerintah setempat kurang mendapatkan perhatian. Untuk itu, kami semua mengharapkan supaya adanya perhatian kedepannya,” tutupnya. [wil]

Tags: