Iklim Potensi DBD

Perubahan iklim menuju musim hujan, biasa di-iringi penyusupan nyamuk aedes aegepty, yang menebar gejala penyakit demam berdarah dengue (DBD). Seiring awal musim hujan, genangan air menjadi tempat kembang biak nyamuk. Sampai pekan ke-40 tahun (2020) ini, tercatat lebih 85 ribu kasus. Korban jiwa sudah mencapai 581 orang. Diperlukan kesiagaan masyarakat memutus mata-rantai supect DBD, melalui upaya promotif 3M (Menutup, Menguras, Mengubur) timbulan dan wadah air.

Tren endemik tahun 2020 DBD menunjukkan peningkatan disbanding tahun 2019. Maka pemerintah (Kementerian Kesehatan, dan Dinas Kesehatan di daerah), serta masyarakat diharapkan tak lena memperhatikan kebersihan lingkungan. Terutama pada kawasan permukiman padat penduduk. Khususnya di seantero pulau Jawa, yang biasa menjadi endemik DBD. Peningkatan gejala dimulai pada bulan Oktober (awal musim hujan) hingga Januari (puncak musim hujan).

Berdasar data Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular (Kemenkes), Jawa Barat, dan Jawa Timur, menjadi penyokong kasus suspect DBD terbesar pertama dan ketiga. Di Jawa Barat tercatat hampir 15 ribu kasus, disusul Bali sebanyak 9 ribu kasus, dan Jawa Timur sebanyak lebih dari 7 ribu kasus. Daerah lain yang memiliki catatan kasus DBD cukup tinggi, diantaranya, Lampung (lebih 5.600 kasus), Nusa Tenggara Timur (NTT, 5600 kasus), dan Jawa Tengah (4.680 kasus).

Penularan DBD saat ini tergolong lebih cepat. Ironisnya, kelambatan penanganan DBD disebabkan pembatasan kegiatan masyarakat selama masa pandemic CoViD-19. Menurut juru bicara Satgas Percepatan Penanganan CoViD-19, bahwa petugas kesehatan terlambat mendistribusikan larvasida. Petugas (juru pemantau jentik, “jumantik”) yang biasa memantau DBD secara door to door, setiap bulan, juga terhambat.

Jumlah korban (jiwa) DBD tertinggi terjadi pada propinsi NTT (Nusa Tenggara Timur). Disusul Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ketiganya masuk dalam “zona merah” DBD. Secara nasional, menurut data Direktorat Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes, DBD telah berjangkit kembali di 22 propinsi. Seluruhnya mencatatkan korban jiwa tak tertolong. Endemi DBD tergolong cepat, karena luput dari perhatian. Fogging tidak segencar tahun lalu (sebelum CoViD-19).

Pada tiga pekan awal tahun 2020, masih sebanyak 100 kasus, tersebar di enam propinsi. Pada pekan ke-10 (awal Maret 2020) sudah tercatat 14 ribu lebih kasus. Pada pekan ke-41 saat ini sudah lebih dari 85 ribu kasus. Sebaran endemi DBD bergantung pada musim (hujan). Mulai pancaroba (Oktober) sampai bulan April. Di Jawa Timur, misalnya, selama 6 pekan terakhir, telah dirawat sebanyak lebih 7 ribu orang. Sebanyak 58 pasien, jiwanya tidak tertolong.

Seluruh daerah di Jawa Timur (38 kabuaten dan kota) tidak luput dari endemi DBD. Paling banyak terdapat di kabupaten Malang, disusul Jember, Pacitan, Trenggalek, Kota Malang, dan Kediri. Yang paling “aman” DBD di Kota Pasuruan, hanya dua kasus. Selingkup nasional sepanjang tahun 2019 tercatat 137.761 kasus DBD, dengan angka kematian sebanyak 917 orang. Sehingga masih patut waspada DBD!

Jika gerakan 3M (dan fogging) segera dilakukan, diharapkan memutus rantai kembang biak aedes aegepty. Bisa menurunkan angka suspect DBD dibanding tahun lalu, sekaligus mencegah pertambahan korban jiwa. Usia suspect paling rentan terjadi pada anak usia 5 – 14 tahun (41,72%), serta usia dewasa 15 – 44 tahun (37,25%). Patut disarankan menggunakan minyak oles pada anak-anak sebelum tidur.

Puskesmas, dan RSUD milik kabupaten dan kota, diharapkan tidak menutupi kasus demam berdarah. Serta segera mengerahkan kader “jumantik” ke rumah-rumah warga.

——— 000 ———

Rate this article!
Iklim Potensi DBD,5 / 5 ( 1votes )
Tags: