Imbalan Kerja Wajib Mensejahterakan

Kejujuran Menyusun KHL dan Upah Buruh

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan Senior, Penggiat Dakwah Sosial Politik

Tenggat waktu penetapan upah buruh, telah berakhir 21 November 2017. Ini memberi kesiapan daerah dan perusahaan melaksanakan UMK (Upah Minimum Kabupaten dan Kota) serta UMP (Upah Minimum Propinsi). Pada akhir Januari 2018, seluruh perusahaan wajib menunaikan upah sesuai UMK daerah masing-masing. Tetapi buruh, merasa belum akan sejahtera dengan kenaikan UMK sebesar 8,71%. Seharusnya (berdasar kalkulasi buruh) UMK naik minimal 13,5%.
Buruhcucipiring di restoranEropa (danAmerika) bisahiduplayak di apartemen, bersamakeluarga. Begitu pula buruh yang dianggap”informal” (buruhtani, danburuhpersampahan), memperolehjaminansistemperlindunganpekerja. MemperolehinsentifdariWalikota. Kesejahteraan yang samajugamenjadikebiasaan di RRT (China), jazirah Arab, Jepang, dan Korea Selatan.Nyaristidakpernahterjadi demo buruhturunkejalan.
Kenyataan berbeda, nampak di sekitar ibukota negara (Jakarta), dan ibukota propinsi di Jawa (Bandung, Semarang, dan Surabaya). Buruh pekerja kasar (tukang sampah, dan cuci piring) nyaris mustahil hidup layak. Bahkan seluruh sektor pekerjaan yang di-labeli informal, tidak dapat meng-akses jaminan sosial. Sehingga setiap penetapan upah minimum kabupaten dan kota (UMK) serta propinsi (UMP), selalu di-iringi demo buruh.
Standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menjadi pilar utama nominal upah buruh. Niscaya setiap daerah (kabupaten dan kota) serta antar propinsi memiliki KHL berbeda. Bergantung pada harga riil komponen belanja hidup. Pada perhitungan KHL tahun (2018) terdapat 52 komponen harga kebutuhan riil. Yakni, kelompok makanan dan minuman (mamin 11 komponen), dihargai sebesar 15% dari total KHL.
Selanjutnya kelompok sandang (11 komponen), perumahan (21), media masa (1), kesehatan (7 komponen) Tetapi pada kebutuhan kesehatan tidak terdapat satupun obat generik, misalnya obat flu, atau obat diare yang dimasukkan.Kebutuhan lain, kelompok transportasi (1), hanya angkutan umum pp. Serta kelompok rekreasi dan tabungan (direkomendasi daerah sekitar dua kali setahun). Yang menggembirakan, terdapatkomponen tabungan sebesar 2% dari total KHL.
Ke-ekonomi-an KHL
Jumlah komponen ini masih menjadi perdebatan, berkait dengan kepatutan. Kelompok buruh menuntut ada tambahan 12 komponen lagi. Antaralain, ongkos pulang kampung, dan penyediaan obat generik. Juga perdebatan tentang standar harga ke-kini-an. Nilai total KHL, akan selalu “ketinggalan” harga. Karena KHL tahun 2018, ditentukan berdasarkan standar harga tahun 2015. Sehingga perlu penyesuaikan dengan harga terkini.
Perubahan nilai (harga) KHL, menjadi keniscayaan. Berdasar Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 21 tahun 2016, pasal 5 ayat (1) Komponen dan jenis kebutuhan hidup ditinjau dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Pada ayat (2) dinyatakan, bahwa peninjauan dilakukan dua tahap (pengkajian dan penetapan). Perubahan KHL juga diatur dalamPeraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
Berarti baru akan ditinjau tahun 2020. Boleh jadi perubahan KHL wajib menyertakan inflasi dan pertumbuhan ekonomi selama 5 tahun, berdasar deret hitung (bukan sekedar penambahan persentase). Sehingga inflasi saja, selama lima tahun sekitar 27%. Dan pertumbuhan rata-(rata per-tahun sekitar 4,8) sekitar 26%. Maka pada tahun 2020, KHL akan naik sebesar 53% dibanding KHL 2015.Jika dirata-rata, kenaikan KHL per-tahun sekitar 10,06%.
Pemanaker 21 tahun 2016, pada pasal 11, menyatakan, “Hasil perhitungan nilai KHL ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.”Namun sebelum ditetapkan, proses kalkulasi KHL harus melalui pengkajian oleh lembaga berwenang di bidang statistik. Berdasar pasal 10 ayat (2) Permenaker yang sama, dinyatakan, bahwa data rata-rata jenis kebutuhan hidup bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.
Biasanya, pemerintah melibatkan BPS (Badan Pusat Statistik) untuk menentukan pergerakan harga komoditas. Namun pihak serikat buruh meminta YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dilibatkan dalam penentuan harga komponen KHL. Serta lembaga (BUMN) penaksir standar nasional, (misalnya Sucofindo).Pelibatan dua lembaga independen, diharapkan lebih jujur dalam penentuan standar nominal riil, sesuai harga pasar.
Walau selama tiga tahun terakhir, kenaikan upah selalu naik. Namun buruh jga selalu demo turun ke jalan, menuntut upah layak, disesuaikan dengan standar KHL riil ke-kini-an. Pengeluaran riil komponen belanja hidup terus meningkat per-bulan. Maka penyesuaian (peningkatan) nominal KHL tiap lima tahun, rentan terhadap ke-tidak sesuai-an. Padahal nominal KHL menjadi pilar utama UMP maupun UMK.
Memberi “lebih”
Karena itu diperlukan ke-berpihak-an Kepala Daerah (Gubernur, serta Bupati dan Walikota), terhadap UMK maupun UMP. Toh, buruh merupakan warga masyarakat yang seharusnya dilindungi oleh Kepala Daerah. Bahkan konstitusi menjamin hak-hak buruh. UUD 1945 pasal 28D ayat (2), yang mengamanatkan:”Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yangadil dan layak dalam hubungan kerja.” Dilarang memberi upah murah.
Pemda(propinsi dan kabupaten serta kota) memiliki kewajiban menegakkan amanat UUD ini sebagai upaya minimal pensejahteraan penduduknya. Sesuai janji pada saat kampanye pilkada. Namun harus diakui, tidak mudah menentukan nominal UMK dan UMP.Ke-ekonomi-an UMK mestilah dimusyawarahkan dalam tripartit, antara pemerintah, buruh dan pengusaha. Tujuannya, agar hak buruh terlindungi, serta kepentingan usaha makin lancar. Basis produktifitas dan peningkatan usaha wajib pula menjadi unsur kalkulasi.
Penyesuaian UMK dan UMP, berdasar pada PP Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Pada pasal 44 ayat (1) dan ayat(2), peningkatan nilai UMK dan UMP berdasarkan formula penambahan dari pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) dan data inflasi nasional. Sesuai data BPS, per-Oktober 2017, inflasi nasional sebesar 3,72%, serta pertumbuhan ekonomi surplus 4,99%. Dus, UMK dan UMP tahun 2018, memperoleh penambahan sebesar 8,71% dibanding tahun 2017.
Tetapi patokan Kemenaker, merupakan standar terbawah (minimal) yang tidak boleh dikurangi. Sehingga Kepala Daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) seyogianya bisa memberi “lebih” kepadapenduduknya yang berprofesi sebagai buruh. Hal itu dilakukan, antaralain oleh Gubernur NTB (Nusa Tenggara Barat), yang me-naik-kan UMP sebesar 11,88%. Begitu pula yang dilakukan Gubernur Papua Barat (me-naik-kan UMP) sebesar 10,14. Serta NTT, UMP-nya naik 8,85%.
Hanya tiga propinsi (dari 34) yang memberi “lebih” kepada penduduknya. Namun sejatinya, setiap daerah bisa memberi lebih. Caranya, melalui berbagai kemudahan izin usaha. Khususnya transparansi pengurusan perizinan investasi yang bersifat padat karya. Serta yang utama, memberantas berbagai pungutan liar (pungli).Sudah banyak daerah sampai “jemput bola” dan meng-gratis-kan perizinan usaha mikro dan kecil. Bahkan memberi fasilitas kredit murah untuk UMKM.
Berdasar catatan perburuhan nasional, upah buruh bernilai 13% dari total ongkos produksi. Sedangkan pungli bisa mencapai 23%. Andai tiada pungli, dan urusan perizinan disederhanakan, penguasaha bisa meningkatkan upah sampai 200!

——— *** ———

Rate this article!
Tags: