Imbau Mahasiswa Jatim Waspadai Proxy War

Dari kiri redaktur Bhirawa Wahyu Kuncoro SN, Rektor UPN Surabaya Prof Dr Teguh Soedarto dan Pabandya Bakti TNI Kodam V/Brawijaya Letkol Inf Drs Didi Suryadi, MAP saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jatim.

Dari kiri redaktur Bhirawa Wahyu Kuncoro SN, Rektor UPN Surabaya Prof Dr Teguh Soedarto dan Pabandya Bakti TNI Kodam V/Brawijaya Letkol Inf Drs Didi Suryadi, MAP saat menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jatim.

Surabaya, Bhirawa
Bertambah pesatnya populasi penduduk dunia yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pangan, air bersih dan energi akan menjadi pemicu munculnya konflik baru. Konflik yang berbasis pada perebutan sumber energi, air dan pangan ini juga telah menciptakan perang-perang jenis baru diantaranya perang proxy (proxy war).
Proxy War merupakan perang antara dua pihak yang tidak saling berhadap-hadapan namun menggunakan pihak ketiga untuk mengalahkan musuh. Dengan demikian,  kemungkinan terjadinya perang konvensional antar dua negara dewasa ini semakin kecil.
“Perang proxy tidak dapat dikenali secara jelas siapa kawan dan siapa lawan karena musuh menggunakan dan mengendalikan actor non state,” kata Pabandya Bakti TNI Kodam V/Brawijaya Letkol Inf Drs Didi Suryadi, MAP saat menjadi pembicara dalam diskusi kemahasiswaan yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jatim Rabu (23/9) kemarin.
Menurut Didi, actor non state ini bisa berasal dari LSM, organisasi massa, atau bahkan perseorangan yang mempunyai pengaruh besar. Indikasi adanya Proxy War lanjut Didi bisa dilihat dari menguatnya aksi gerakan separatis, demonstrasi massa dan bentrok antar kelompok.
Sejumlah langkah yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk menangkal proxy war diantaranya dengan selalu mengidentifikasi dan mengenali masalah, ahli dalam bidang disiplin ilmu masing-masing, melakukan gerakan pemuda berbasis wirausaha, dan mengadakan komunitas belajar serta merintis program pembangunan karakter.
“Intinya yang terbaik adalah back to basic, mengerti bahwa cinta dan peduli akan kepentingan negara harus menjadi kepentingan tertinggi diatas kepentingan segala-galanya,” tambah Didi lagi.
Diskusi yang dimoderatori Redaktur Harian Bhirawa Wahyu Kuncoro SN juga menghadirkan Rektor UPN Surabaya Prof Dr Teguh Soedarto dan Dosen Fisip Unair Bambang Budiono, MSi. Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus negeri dan swasta di jawa Timur juga terlihat antusias mengikuti diskusi kemarin.
Sementara pembicara yang lain, Bambang Budiono menilai krisis yang terjadi di tanah air ini karena sumber-sumber alam yang strategis saat kini banyak yang dikuasai asing. Bukan itu, produk industri yang menjadi kebutuhan sehari-hari masyarakat sahamnya banyak yang dikuasai asing.
“Bukan hanya minyak  dan gas bumi, tetapi produk industri mulai dari sabun hingga kecap banyak yang sahamnya milik asing,” kata Bambang. Dengan kondisi yang seperti itu, maka kondisi bangsa ini akan sangat berbahaya karena nasibnya akan banyak ditentukan oleh asing.
Ditemui disela-sela diskusi, Ketua Bidang Kewaspadaan Bakesbangpol Jatim Eddy Supriyanto mengingatkan kondisi bangsa Indonesia saat ini bisa diibaratkan sedang mengalami sakit pada stadium 4, sehingga butuh kebersamaan dalam menyembuhkannya.
“Mahasiswa harus jadi aktor paling depan dalam menemukan formulasi untuk mengatasi persoalan kebangsaan yang kini menghimbit bangsa ini,” kata Eddy. Di antara sekian sakit yang harus dicarikan obatnya adalah mulai tercabiknya kebersamaan dan nasionalisme di tengah generasi muda.
“Mahasiswa harus merajut kembali kebersamaan dan nasionalisme yang mulai terkoyak itu,” kata Eddy penuh harap. [rac]

Tags: