Imbau Warga Gunakan Batik Asli Bondowoso

Bupati-Amin-Said-Husni-yang-bangga-menggunakan-batik-asli-BOndowoso-dalam-setiap-kegiatan.

Bupati-Amin-Said-Husni-yang-bangga-menggunakan-batik-asli-BOndowoso-dalam-setiap-kegiatan.

Bondowoso, Bhirawa
Dinas Koperasi Perindutriandan Perdagangan (Diskoperindag) Bondowoso membentuk kluster batik khas Bondowoso, untuk memaksimalkan potensi para perajin batik lokal. ?Kepala Diskoperindag, Drs. H. Harimas, M.Si mengatakan, kluster batik ini dibentuk di Kecamatan Tamanan yang merupakan sentra industri batik. Pembentukan kluster ini, kata Harimas juga sebagai langkah membantu para perajin menghadapi Pasar Bebas ASEAN.
“Kluster batik ini kita akan terus lakukan pembinaan. Apalagi di sana sumber daya manusianya memang sangat cukup. Tamanan memang banyak perajin batik, termasuk SMK dan SMP yang memiliki ekstrakulikuler membatik,” kata Harimas saat ditemu Bhirawa, Senin siang.
Menurut Harimas, tujuan dari pembentukan kluster batik ini selain untuk meningkatkan daya saing produk batik khasBondowoso, juga diharapkan bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Nantinya, kluster batik ini juga akan dijadikan sebagai salah satu objek wisata minat khusus yang menawarkan berbagai kegiatan mulai dari proses pembuatan batik hingga layak jual.
Selain itu, pembentukan kluster ini juga ditindaklanjuti oleh Bupati Bondowoso, Amin Said Husni, dengan mewajibkan semua pegawai di lingkungan pemkab menggunakan batik lokal khas Bondowoso. “Jadi Bupati sudah mewajibkan semua pegawai untuk menggunakan batik Bondowoso, bukan batik dari daerah lain,” ujar Harimas.
Sebagai langkah awal, kluster batik ini akan diberikan suntikan dana oleh Diskoperindag agar mampu mengemas dan mengembangkan wilayah Tamanan sebagai sentra batik khas. Namun, Harimas enggan merinci berapa anggaran untuk program ini.
Sementara saat ini, minat masyarakat Bondowoso terhadap batik lokal dinilai masih rendah. Salah seorang perajin batik asal Dusun Lumbung, Desa Sukosari, Kecamatan Tamanan, Sofiah mengaku, selama masih banyak masyarakat Bondowoso yang tidak kenal dengan batik lokal.
Mayoritas masih senang menggunakan batik – batik dari luar kota seperti batik pekalongan, solo dan madura. Ini berdampak pada lambannya perkembangan usaha batik di kabupaten ini. “Kalau pengembangan usaha batik utamanya di Bondowoso masih lamban. Masyarakat lebih suka pakai batik dari Solo, Pekalongan atau Madura. Sedikit terbantu karena ada aturan pakai batik lokal setiap hari Rabu,” kata Sofiah. Ia menambahkan, Pemkab kurang gencar mempromosikan batik lokal Bondowoso ke masyarakat. Padahal, kualitas batik tulis khas Bondowoso tidak kalah dengan batik lain dari luar daerah.
Batik Khas Tuban
Sementara itu, Bumi Wali, sebutan lain dari Kabupaten Tuban akan mempertahankan eksistensi batik tulis dan tenun gedog yang menjadi ciri khas dari Bumi Wali. Langkah ini dengan banyak kemunculan batik printing dan cap, di mana batik jenis tersebut menjadi jawaban bagi para pengrajin batik untuk meningkatkan produksi mereka.
Batik tulis dan tenun, menjadi salah satu warisan budaya yang sangat perlu dilestarikan. Ditengah gempuran industri merk asing, batik menjadi salah satu kebanggaan tata busana Indonesia yang diminati serta mencuri perhatian dunia fashion Internasional.
“Sangat sulit mempertahankan batik tulis dan batik tenun, hal ini karena permintaan produksi yang meningkat tidak sebanding dengan jumlah penenun,” kata Kepala Bidang Perindustrian, Dinas Perekonomian dan Pariwisata (Disperpar) Tuban, Edi Sukirno (05/10).
Saat ini jumlah pembatik tradisional sangat sedikit jumlahnya, lantaran kalah dengan produksi batik printing dan cap. “Sekarang, sudah sangat sedikit orang yang mau membatik secara tradisional, untuk memenuhi permintaan pasar, mereka memilih menggunakan media printing ataupun cap,” terang Edi.
Peminat batik tulis dan tenun gedog didominasi kalangan menengah ke atas, dan wisatawan mancanegara. Masyarakat Tuban, terutama kalangan muda, kurang begitu mengapresiasi, mereka lebih senang membeli batik printing atau cap, karena harganya lebih murah. “Kami berusaha keras untuk mempertahankan eksistensi pengrajin batik Tulis maupun tenun gedog khas tuban, solusinya harus ada subsidi untuk pengrajin baik dari pemerintah ataupun swasta,” tambah Edi.
Salah satu upaya Disperpar  mempertahankan bati khas tuban dianataranya dengan dengan menggelar event peragaan busana yang dilakukan satu tahun sekali. Acara yang telah digelar dua kali ini bertujuan agar anak muda lebih tertarik menggunakan batik.
Langkah lain yang dilakukan Disperpar yakni, bekerja sama dengan perancang busana dari Bali, untuk mengembangkan mode baju batik. Direncanakan dalam tahun ini, akan digelar lomba merancang motif batik untuk kalangan anak muda dan umum.
Di tempat tepisah, SMA Al-Huda, Yayasan Bina Anak Soleh (BAS) Tuban mengggunakan metode Project Based Learning (PBL) sebagai upaya untuk merintis sekolah berbasis literasi dan pembelajaran kolektif. Para siswa dapat mengobservasi dan menguasai beberapa materi dari satu proyek belajar saja. Salah satu contoh dalam proses membatik, melibatkan mata pelajaran Kimia, terkait kandungan bahan baku yang digunakan dan mengkaji limbah hasil dari proses pembuatan batik dengan mata pelajaran Biologi.
Selain itu, melibatkan Seni Rupa untuk membuat pola atau motif membatik, dan observasi serta pembuatan laporan proyek melibatkan pelajaran Bahasa Indonesia, serta menerapkan pelajaran Prakarya dalam penghasilan produk batik. “Pembuatan batik ini memacu kreativitas siswa, untuk menggambar motif yang diinginkannya,” kata Anggun, selaku Penanggung Jawab Proyek (05/10). “Melalui metode proyek ini, para siswa dapat langsung melakukan observasi dan akan lebih mudah memahami banyak mata pelajaran dalam satu proyek pembelajaran,” tegas Anggun.
Anggun berharap, metode pembelajaran berbasis proyek ini dapat memotivasi dan membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. [har,hud]

Tags: