Imlek, Menahan Serakah

Foto: ilustrasi

Temaram lampion merah disaput warna kuning, menjadi pertanda peringatan tahun baruImlek ke-2569.Warga keturunan Tionghoa, telah mudik bareng dari segenap penjuru dunia. Biasanya pula dirayakan selama15 hari, berakhir dengan Cap Go Meh (saat bulan purnama). Pecinan (China town) di berbagai belahan dunia, dihiasi bola kertas merah, bertulis gongci fa chai (bahasa Mandarin, bermakna:selamat dan semoga banyak rezseki).
Imlek tahun (2018) ini bersimbol binatang paling cerdas, anjing. Tahun ini perayaan terasa lebih sederhana, sesuai lambang shio.Terdapat 12 nama (shio) tahun baru imlek. Yakni tikus, sapi, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing, dan babi. Setiap nama akan kembali setelah 12 tahun. Misalnya, tahun 2018 ini, sama dengan tahun 2006. Tetapi bukan sembarang anjing, melainkan “anjing bumi.” Melambangkan kerendahan (dan kesetiaan) hati, sabar dan mengalah.
Selain berdasar shio, terdapat unsur perbintangan lain versi Tionghoa. Yakni, kayu, api, bumi, logam, dan air. Seluruhnya dipercaya sebagai penghubung surgawi (ketenteraman). Lima unsur perbintanganitu, mengingatkan pada istilah pasaran (dalam budaya Jawa), kliwon, legi, pahing, pon, dan wage. Makna (harapan) pada tahun “anjing bumi,” adalah kejujuran dan kerendahan hati akan memenangkan setiap pergulatan problem ke-dunia-an.
Berdasarkan sistem “hisab” (istilah perhitungan kalender Islam), ke-imlek-an, dihitung berdasar titik balik matahari pada musim dingin. Penanggalan baru (Imlek) terjadi dua bulan setelah titik balik itu. Lazimnya secara kalender Gregorian, Imlek, terjadi antara tanggal 21 Januari sampai 20 Pebruari. Biasanya dihubungkan dengan musim semi, sekitar awal Pebruari hingga awal Maret setiap tahun. Sehingga tahun baru imlek biasanya bersamaan dengan musim hujan.
Di Indonesia, baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional, digagas oleh presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dan pertama kali dilaksanakan hari libur nasional imlek pada tahun 2003. Perayaan (dan libur nasional) Imlek, merupakan “lompatan” penegakan HAM (Hak Asasi Manusia). Era sebelumnya, Imlek bukanlah hari libur. Bahkanselama 30 tahun rezim orde-baru (tahun 1970 – 2000), Imlek menjadi salahsatu kegaiatan budaya yang terlarang.
Imlek, berdasar tilik sejarah, di-hajat-kan sebagai penolak segala bencana, termasuk huru-hara sosial. Ritualnya untuk mengusir kala (makhluk pembawa bencana) Ni’an, yang bertahta di pegunungan dan dasar laut. Pada masa presiden Gus Dur, pesan moral Imlek, dijadikan alasan untuk memperingati tahun baru warga Tionghoa. Yakni, sedekah bumi (peduli lingkungan), serta angpao (peduli sesama manusia).
Pada masa lalu, pada saat Imlek, di setiap (depan) rumah diberi semacam sesaji (berupa makanan). Pada pencerahan intelektual masa kini, pesan moral imlek mestilah dilaksanakan sesuai perkembangan sosial. Harus diakui, warga keturunan Tionghoa kurang peduli pada lingkungan. Nyaris tiada LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) kuat di Tiongkok yang mengurus bidang lingkungan hidup.
Bahkan banyak organisasi lingkungan internasional kerap memprotes kebijakan pemerintah China. Misalnya, menangkap (dan meng-konsumsi) ikan hiu. Terutama diambil sirip dan minyak ikan hiu, karena bernilai sangat mahal. Pada perayaan imlek, permintaan (untuk konsumsi) ikan hiu meningkat sampai 500%! Berdasar konvensi internasional, hiu merupakan jenis ikan yang dilarang ditangkap. Niscaya, terlarang pula diperdagangan.
Bencana (kala Nian), pada masa kini bukan hanya banjir, tanah longsor, dan tsunami. Melainkan juga kerusuhan, akibat kesenjangan sosial. Serta bisa berarti “badai” inflasi dan gelombang resesi. Maka pesan moral Imlek tahun “anjing bumi,” bisa dijadikan introspkesi. Menahan diri dari keserakahan,dan lebih bergaul menjadi bagian sosial.
——— 000 ———

Rate this article!
Imlek, Menahan Serakah,5 / 5 ( 1votes )
Tags: