Imlek, Persaudaraan dan Angpao

ImlekInilah tahun (Imlek) ke-2567 yang dirayakan keturunan Tionghoa di seluruh dunia. Biasanya pula dirayakan selama15 hari, berakhir dengan Cap Go Meh (saat bulan purnama). China town di berbagai belahan dunia, berhias bola lampion merah, bertulis gongci fa chai (bahasa Mandarin, bermakna: selamat dan semoga banyak rezseki). Bersimbol primata paling cerdas, monyet (shen, Bahasa Tionghoa).
Terdapat 12 nama (shio) tahun baru imlek. Yakni tikus, sapi, macan, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing, dan babi. Maka setiap nama akan kembali setelah 12 tahun. Misalnya, tahun 2016 ini (shen, sama dengan tahun 2004). Selain berdasar shio, terdapat unsur perbintangan lain versi Tionghoa. Yakni, kayu, api, bumi, logam, dan air. Seluruhnya dipercaya sebagai penghubung surgawi (ketenteraman). Lima unsur perbintangan itu, mengingatkan pada istilah pasaran (dalam budaya Jawa), kliwon, legi, pahing, pon, dan wage.
Berdasarkan sistem “hisab” (istilah perhitungan kalender Islam), ke-imlek-an, dihitung berdasar titik balik matahari pada musim dingin. Penanggalan baru (Imlek) terjadi dua bulan setelah titik balik itu. Lazimnya secara kalender Gregorian, Imlek, terjadi antara tanggal 21 Januari sampai 20 Pebruari. Biasanya dihubungkan dengan musim semi, sekitar tanggal 4 Pebruari setiap tahun.
Di Indonesia, baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional, oleh presiden Megawati. Dan pertama kali dilaksanakan hari libur nasional imlek pada tahun 2003. Perayaan (dan libur nasional) Imlek, merupakan “lompatan” penegakan HAM (Hak Asasi Manusia). Era sebelumnya, Imlek bukanlah hari libur. Bahkan selama 30 tahun rezim orde-baru (tahun 1970 – 2000), Imlek menjadi salahsatu kegaiatan budaya yang terlarang.
Pada masa presiden Gus Dur, pesan moral Imlek, dijadikan alasan untuk memperingati tahun baru warga Tionghoa. Yakni, sedekah bumi (peduli lingkungan), serta angpao (peduli sesama manusia). Imlek, berdasar tilik sejarah, memang di-hajat-kan sebagai penolak bencana, mengusir kala (bencana) Ni’an, yang bertahta di pegunungan dan dasar laut.
Pada masa kini kala Nian, bisa berbentuk bencana banjir dan tanah longsor. Juga bisa berarti badai dan gelombang laut (terutama tsunami). Pada masa lalu, pada saat Imlek, di setiap (depan) rumah diberi semacam sesaji (berupa makanan). Pada pencerahan intelektual masa kini, pesan moral imlek mestilah dilaksanakan sesuai perkembangan sosial. Harus diakui, warga keturunan Tionghoa kurang peduli pada lingkungan.
Misalnya, menangkap (dan meng-konsumsi) ikan hiu. Terutama diambil sirip dan minyak ikan hiu, karena bernilai sangat mahal. Pada perayaan imlek, permintaan (untuk konsumsi) ikan hiu meningkat sampai 500%! Dua dari 73 jenis specie hiu yang terlarang, banyak ditemukan di seluruh Indonesia. Berdasar konvensi internasional, hiu merupakan jenis ikan yang dilarang ditangkap. Niscaya, terlarang pula untuk diperdagangan.
Ikan hiu, masuk dalam daftar Appendiks II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). Hiu, berdasar penelitian perikanan, sangat strategis untuk menjaga ekosistem laut. Terutama cara berenang dan pola hidupnya. Pada masa lalu, hiu, di-identik-kan dengan keganasan ikan, bisa emmangsa manusia. Tetapi sebenarnya, itulah cara orang dahulu untuk melindungi kelangsungan hidup hiu.
Hiu menjadi perburuan luas, disebabkan kepercayaan bangsa Tionghoa. Khususnya pada saat pesta golongan “high-class.” Tak terkecuali pada perayaan imlek. Sirip ikan hiu itu dipercaya orang Tiongkok dan Taiwan, konon banyak khasiatnya. Antara lain, untuk awet muda, mempercepat regenerasi jaringan atau organ dalam tubuh yang rusak, menambah stamina dan gairah laki-laki, dan lainnya. Tetapi itu Cuma mitos, dan masih banyak makanan pengganti yang lebih berkhasiat.

                                                                                                                    ———- 000 ———–

Rate this article!
Tags: