Implementasi Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka

Oleh :
Muh Syaikhul Islam
Penulis adalah Wakil Ketua Pimpinan Pusat Forum Guru Muhammadiyah (FGM).

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo menegaskan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka tetap berjalan sesuai yang direncanakan atau tidak ada pembatalan implementasi Kurikulum Merdeka. Demikian siaran pers otoritas pendidikan tanah air tersebut pada medio Juli 2022.

Surat Keputusan (SK) Kepala BSKAP Nomor 044/H/KR/2022 menetapkan lebih dari 140 ribu satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun pelajaran 2022/2023. SK tertanggal 12 Juli 2022 itu merevisi SK sebelumnya lantaran terdapat perubahan beberapa sekolah/madrasah yang melakukan refleksi dan mengubah level implementasinya, misalnya dari level mandiri belajar ke mandiri berubah atau sebaliknya.

Sebagaimana diketahui, Kurikulum Merdeka diluncurkan Mendikburistek pada Februari 2022 lalu sebagai salah satu program Merdeka Belajar untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Kurikulum Merdeka berfokus pada materi yang mendasar dan pada pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila (PPP).

Profil Pelajar Pancasila yang lahir dari kegelisahan degradasi moral generasi bangsa, khususnya kalangan pelajar, akibat mentalitas yang belum siap menghadapi era komunikasi dan digitalisasi menjadi salah satu elemen penting dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Fenomena sikap anarkistis, perkelahian pelajar, paparan pornografi dan pornoaksi, penyalahgunaan narkoba, hingga aksi perundungan (bullying) yang marak diberitakan di media massa menjadi keprihatinan banyak pihak, khususnya orang tua.

Indoktrinasi karakter Profil Pelajar Pancasila yang mencakup enam karakter utama, yakni beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; berkebhinekaan global; bergotong royong; mandiri; bernalar kritis dan kreatif diharapkan dapat dilaksanakan sekolah/madrasah dengan efektif. Dengan itu diharapkan para pelajar akan memiliki kecerdasan kognitif yang berpadu dengan kecerdasan sikap sosial dan spiritual serta terampil sebagai potret generasi Indonesia yang kompetitif, namun tetap memegang teguh budaya bangsa.

Untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dalam konteks Kurikulum Merdeka dibutuhkan ikhtiar serius dari pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan pada masing-masing sekolah/madrasah. Menurut hemat penulis, setidaknya ada empat langkah yang perlu dilakukan.

Pertama, mengubah paradigma guru. Dalam konteks ini, guru yang diharapkan dapat berkontribusi optimal dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila adalah guru yang ideal dengan kualifikasi visioner, inklusif terhadap hal-hal baru, memiliki wawasan yang luas, dan adaptif dengan tuntutan zaman. Menyiapkan guru yang ideal tersebut tentu tidak mudah dan murah. Dibutuhkan pembinaan terstruktur dan fasilitas pendukung yang memadai serta kegiatan peningkatan kapasitas yang berkesinambungan. Menurut penulis, proses ini adalah investasi paling penting sebagai modal utama.

Kedua, revitalisasi proses pembelajaran. Guru sebagai pemimpin pembelajaran di kelas seyogianya mampu menyeimbangkan tiga aspek pembelajaran, meliputi kognitif, sikap, dan keterampilan. Ketiga aspek tersebut menjadi out put pembelajaran yang dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tua. Dalam upaya mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, guru dituntut untuk ekstra-kreatif dalam menstimulasi dan mengarahkan peserta didik menerima penanaman karakter positif yang diinginkan. Dalam hal ini, penilaian sikap dan keterampilan peserta didik harus dilaksanakan guru dengan sungguh-sungguh.

Ketiga, dukungan orang tua. Orang tua adalah mitra utama bagi sekolah/madrasah dan guru dalam mencetak generasi bangsa yang memiliki karakter Profil Pelajar Pancasila. Proses pembelajaran dan penanaman karakter positif yang dijalani peserta didik di sekolah tidak akan menuai hasil maksimal jika tidak selaras dengan pendampingan dan pengawasan orang tua di rumah. Bahkan, dalam situasi yang tidak formal dan santai dalam kebersamaan keluarga, misi penguatan karakter positif peserta didik/anak akan lebih mudah dilakukan. Pada prakteknya, komunikasi baik antara orang tua dengan sekolah/guru dalam kerjasama menguatkan karakter positif peserta didik seharusnya intens dilakukan.

Keempat, reformasi birokrasi pendidikan. Sudah saatnya birokrasi pendidikan yang berorientasi pada formalitas dan administratif dilakukan reformasi. Penataan ulang birokrasi juga menyasar pada formasi jabatan yang tidak berdasarkan pada kebutuhan. Kebijakan birokrasi pendidikan pada level provinsi dan kota/kabupaten musti bertautan dan searah dengan visi implementasi Profil Pelajar Pancasila yang telah digariskan oleh Kemendikbudristek. Dengan gerak langkah yang in line tersebut diharapkan tekad menguatkan karakter generasi bangsa tak lagi hanya sekadar jargon.

Alhasil, implementasi Profil Pelajar Pancasila menjadi agenda penting seluruh pemangku pendidikan nasional. Proses implementasi akan berjalan efektif manakala semua unsur yang terlibat dapat bersinergi dan bergotong royong membagi peran dan fungsi masing-masing. Langkah implementasi yang efektif akan mampu mencetak generasi bangsa yang religius, cerdas, terampil, berdaya saing tinggi, namun tetap kokoh memegang akar budaya bangsa sebagai jati dirinya. Semoga.

———– *** ————-

Tags: