Impor Pangan Berdampak Neraca Perdagangan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Rencanan pemerintah  membuka pintu impor mendapat warning dari DPD RI, karena jika itu dilakukan makan akan berdampak pada neraca perdagangan. Bila impor pangan meningkat pesat maka bisa memicu terjadinya defisit dalam neraca perdagangan.
“Kebijakan impor harus dikalkulasi secara matang, harus ada instrumen khusus untuk menyelesaikan masalah ini. Salah satunya, Pemerintah perlu segera mengesahkan peraturan presiden (perpres) tentang pengendalian harga jelang Ramadhan sesuai amanah dari UU No 7/2014,” kata anggota DPD RI asal Jatim, Ahmad Nawardi, Selasa (9/6).
Menurutnya, Isi Perpres akan mengatur pengendalian harga komoditas pangan utama dengan wewenang pengendalian harga diberikan kepada Menteri Perdagangan. Payung hukum ini diharapkan bisa mencakup kebijakan seluruh pemangku kepentingan agar tidak selalu menjadikan impor sebagai solusi instan menjaga ketersediaan pangan.
Perpres ini diharap bisa jadi instrumen untuk mengendalikan spekulan. Contohnya beberapa waktu yang lalu harga gabah anjlok tapi harga beras naik. Di sini terdapat indikasi kalau ada spekulan yang bermain. Kalau ada instrumen instrumen hukum yang memadahi, hal itu bakal mudah diberantas.
Jalur distribusi perintis menurut Nawardi harus dibuka untuk menyalurkan komoditas utama bahan pangan ke sejumlah daerah. “Harus ada prioritas penyaluran dan tidak perlu mengantri di pelabuhan,” katanya.
Komite II DPD RI juga merekomendasikan agar pemerintah segera membentuk Lembaga Pemerintah di Bidang Pangan. Sesuai dengan UU 18/2012 Pasal 128 Jika sudah terbentuk Lembaga Pemerintah Bidang pangan dibawah Presiden maka peran Bulog memiliki peran strategis sebagai operator atau pelaksana produksi, pengadaan, penyimpanan dan distribusi pangan pokok. “Saat ini Pemerintah relatif terlambat dalam membentuk Lembaga Pemerintah di Bidang Pangan,” ujarnya.
Sementara, sampai saat ini pemerintah belum menemukan formulasi yang tepat untuk mengatasi lonjakan haraga kebutuhan pokok yang terjadi tiap bulan Ramadan. Hanya impor dan operasi pasar yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi masalah ini. Ini pun tidak cukup manjur untuk mengatasi lonjakan harga.
Bahkan hal ini diakui Gubernur Jatim Soekarwo. Selama ini pemerintah pusat memilih impor untuk mengatasi lonjakan harga dianggap sebagai keputusan yang wajar untuk mengatasi lonjakan harga. “ ini merupakan salah satu solusi,” katanya.
Namun, lanjutnya, pemerintah pusat tidak perlu memblowup soal rencana impor. Karena ini akan mempengaruhi psikologis masyarakat. “ Paling parah jika ini dimanfaatkan para spekulan,” kata Pakde Karwo.
Dikatakannya, lonjakan harga ini merupakan hal yang wajar, sebab permintaan masyararakat cukup tinggi. Dirinya juga tidak menolak rencana pemerintah pusat yang akan membuka kran impor bahan pokok termasuk cabe yang harganya mulai merangkak naik. [rac]

Tags: