Impor Vs Mengundang Guru, Haruskah?

Oleh :
Asri Kusuma Dewanti
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang

Belakangan ini wacana pemerintah melalui menteri koordinator bidang pembangunan manusia dan kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani, yang memprogramkan untuk mendatangkan guru dari luar negeri sebagai tenaga pengajar untuk para guru di Indonesia sontak mendapat sorotan pro da kontra dari public. Wacana ini menjadi panas karena banyak kalangan yang ikut menanggapi dari berbagai aspek dan juga kepentingan, bahkan beberapa organisasi profesi guru di Indonesia pun memiliki tanggapan yang berbeda tentang masalah ini.
Bagi yang pro, program ini dianggap sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru karena tenaga pengajar asing dianggap memiliki kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan guru lokal. Sedangkan, yang kontra wacana ini dianggap sebagai acaman peluang kesempatan berkarier di bidang guru atau pendidik.
Butuh Penyikapan Ilmiah
Wacana impor guru sekiranya perlu kita sikapi secara ilmiah. Itu artinya, kita tidak akan bisa memahami secara detail jika kita sendiri melihatnya dari dua sudut pandang yang berbeda. Di satu sisi melihat dari perspektif peningkatan kualitas guru. Namun, di satu sisi melihat sebagai ancaman karier atau profesi guru. Jelas, dua persepsi ini berangkat dari cara pandang yang berbeda.
Perbedaan yang ada sampai kapanpun tak kan bisa dibandingkan. Tetapi, sekiranya perlu kearifan berpikir kita dengan tetap berfikir ilmiah. Jadi yang kita butuhkan dalam situasi pro kontra saat ini perlu penyikapan ilmiah dari kita, sehingga mendapat tanggapan dan kontribusi yang inovatif demi kemajuan dunia pendidikan kita. Mendatangkan guru asing terespon positif, melalui respon penyikapan.
Pertama, demi peningkatkan kualitas guru, ketika kita anggap sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru karena tenaga pengajar asing dianggap memiliki kompetensi yang lebih baik dibandingkan dengan guru lokal.
Kedua, demi efektif dan efisien penggunaan dana. Kebijakan ini dianggap lebih efisien ketimbang mengirim mereka untuk plesiran dengan modus mengikuti program training di luar negeri yang menurut pandangan saya kedua program ini menghabiskan anggaran yang terlalu banyak dengan hasil yang bisa jadi kontraproduktif.
Ketiga, terlepas dari pro dan kontra tentang pernyataan tersebut, harus kita akui bahwa memang kualitas pendidikan negara kita masih rendah dibanding negara lain, apapun yang disampaikan mungkin maksudnya baik yaitu ingin memajukan kualitas pendidikan di negara kita agar tidak ketinggalan jauh oleh negara lain sehingga kita bisa bersaing di tingkat global sebagai upaya untuk mencapai Indonesia emas yang dicita-citakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Permasalahan pendidikan sepertinya tidak akan pernah usai untuk dibahas, sebab ini menyangkut urusan manusia yang selalu dinamis dan berubah sangat cepat mengikuti perkembangan zaman yang sedang berlangsung, termasuk permasalahan guru yang dari dulu dijadikan biang kerok masalah pendidikan yang diantaranya tentang sulit meningkatnya kualitas pendidikan di negara kita tercinta. Realitas inilah, yang sekiranya butuh penyikapan kita secara ilmiah dan bijaksana. Supaya kita bisa menghasilkan suatu produk pemikiran yang cermelang demi perbaikan dan kebaikan dunia pendidikan tanah air.
Peningkatan Kualitas Pendidikan
Masalah peningkatan kualitas pendidikan sebenarnya bukan hanya tanggung jawab guru, namun semua elemen masyarakat ikut bertanggungjawab, sebab masalah pendidikan merupakan tanggung jawab kolektif. Sejak dulu upaya peningkatan kualitas guru sudah sering dilakukan dengan berbagai macam pelatihan, bahkan sampai mengirim guru ke luar negeri. Realitas inilah, yang bisa kita pahami bahwa pemerintah telah banyak menggelontorkan dana demi peningkatan kualitas guru. Khususnya, pengiriman guru ke luar negeri.
Kebijakan ini dianggap lebih efisien ketimbang mengirim mereka untuk plesiran dengan modus mengikuti program training di luar negeri yang menurut pandangan saya kedua program ini menghabiskan anggaran yang terlalu banyak dengan hasil yang bisa jadi kontraproduktif.
Nah, melalui agenda yang terwacanakan dengan mendatangkan atau ‘mengundang’ guru atau instruktur TOT (Training of Trainer) untuk melatih para guru dalam upaya meningkatkan kualitasnya, hal ini dilakukan untuk berhemat karena biaya mendatangkan guru dari luar negeri lebih murah daripada mengirim guru keluar negeri.
Melalui kebijakan inilah kalau kita perhatikan pemerintah menganggap lebih efisien ketimbang mengirim mereka untuk plesiran dengan modus mengikuti program training di luar negeri. Melalui agenda penghematan dana mungkin oke akan tertargetkan oleh pemerintah melalui realisasi kebijakan mengundang guru dari luar negeri dari pada mengirim guru local ke luar negeri. Namun, ada beberapa hal yang sekiranya perlu kita perhatikan secara bijak dari segi keilmuan yang sesuai dengan karakter pendidikan keilmuan tanah air.
Pertama, berbicara pengajaran (pedagogical practice) sebenernya tidak sekedar hanya persoalan transfer keilmuan yang berhubungan dengan mata pelajaran. Mengajar adalah skill yang merupakan aktifitas sosiokultural yang melibatkan banyak aspek seperti psikologis, politik, budaya, ideologi, hingga agama. Realitas inilah yang sekiranya perlu kita sesuai dengan kondisi kultur yang ada di negeri ini.
Kedua, berangkat dari sistem pengembangan guru profesional, kalau kita perhatikan bersama tampaknya pemerintah masih memandang guru seperti bejana yang harus di isi. Guru adalah manusia. Mereka bukanlah mesin otomatis dengan memory card yang tertanam di otak mereka. Oleh karena itu, penggunaaan trainer asing untuk peningkatan kompetensi guru adalah ikhtiar yang perlu dipertanyakan.
Selama ini, jika kita perhatikan guru lokal lebih memahami kontradiksi yang mereka alami sehari-hari. Yang perlu dilakukan adalah menciptakan sebuah sistem yang mendorong mereka untuk lebih kompetitif dan kreatif agar mereka dapat menciptakan metode pembelajaran yang tepat sesuai anlisis kebutuhan, kondisi sekolah masing-masing, dan tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, sudut pandang pemerintah yang melihat rendahnya kualitas guru hendaknya dilihat dari akar masalah tentang bagaimana sistem pendidikan dan pengembangan profesi guru yang menciptakan para guru hingga hari ini. Ketimbang mendatangkan trainer asing sebagai jalan instan meningkatkan kompetensi guru, kenapa pemerintah tidak menciptakan sistem yang kompetitif yang memungkinkan para guru mengembangkan kompetensi mereka secara mandiri.
Oleh karena itu, para guru lokal seharusnya didorong untuk menjadi kreatif dengan menciptakan model pembelajarannya sendiri melalui riset ketimbang meniru apa yang dilakukan oleh para guru asing yang menerapkan pengetahuan mereka di konteks yang berbeda dari apa yang dialami oleh para guru lokal.
Lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya. Arti peribahasa : satu aturan di suatu daerah bisa berbeda dengan aturan di daerah lain. Setiap negeri atau bangsa berlainan adat kebiasaannya. “Different pond, different fish”, beda kolam beda pula ikannya. Jadi besar harapan, daripada pemerintah sibuk ingin mendatangkan pengajar asing sebagai trainer untuk guru local, lebih baik meninjau ulang untuk membenahi sistem pengembangan guru profesional dan menciptakan sistem yang memungkinkan guru menjadi kreatif dan kompetitif.

———- *** ———-

Rate this article!
Tags: