In Memoriam Husnun Nadhor Djuraid, Sang Wartawan Senior

Wali Kota Malang Sutiaji memberikan sambutan pemberangkatan pemakaman Husnun Nadhor Djuraid.

Meninggal Saat Ikut Surabaya Marathon, Dikenal Miliki Ilmu Agama yang Dalam
Kota Malang, Bhirawa
Kabar meninggalnya datang secara mendadak. Tak ada firasat apapun dari sejawatnya, di kalangan wartawan ataupun di lingkungan pengurus Koni Kota Malang. Seperti biasa Husnun Nadhor Djuraid, masih beraktifiitas seperti biasa, ia memang suka berolahraga bahkan sesekali masih sering bermain bola bersama rekan-rekan wartawan.
Dua hari sebelum, menghadap ke pangkuan Allah SWT, Husnun masih rapat dengan pengurus Koni Kota Malang. Teman-teman pengurus Koni sama sekali tidak menduga jika ia harus berpisah selama-lamanya dengan Husnun.
Ketua Koni Kota Malang, Edi Wahyono mengaku, dalam rapat yang bersangkutan tidak menunjukan pesan apapun, kalau rapat pengurus Koni itu merupakan rapat terakhir Husnun. Edi mengaku sangat kehilangan, karena yang bersangkutan mengurapakan pengurus yang sangat aktif di Koni.
“Kami kehilangan sosok Pak Husnun, beliau tidak hanya sekedar teman tetapi sahabat, dan bahkan sudah seperti saudara,”tutur Edi Wahyono.
Pun demikian Wali Kota Malang Sutiaji, saat memberikan sambutan, menurut Sutiaji, sosok Husnun Djuraid, sosok yang sangat sempurna, dia merupakan wartawan senior yang memiliki ilmu agama yang sangat dalam.
“Saya sangat terkesan degan Pak Husnun, dia sosok yang sempurna, wartawan yang juga seorang ulama, gagasanya patut di contoh, dan keilmuanya sangat dalam. Karena itu kami sangat kehilangan,”ujar Sutiaji.
Husnun Nadhor Djuraid nama yang sangat aktif menulis, sebulan yang lalu saat gelaran Porprov Jatim, ia masih sempat menulis di Harian Bhirawa, pada halaman opini, pada 15 Juli 2019 tulisannya berjudul ‘Porprov dan Pemerataan Prestasi Atlit Jatim’ mendapat perhatian dari para pembaca.
Husnun menutup lembaran petualangannya dalam dunia jurnalistik untuk selamanya. Minggu pagi, pria yang juga Wakil Ketua KONI Kota Malang tersebut mengembuskan napas terakhir di RSU Dr Soetomo.
Tak pelak kabar tersebut membuat, seluruh rekannya di rumah duka di Jalan Digul nomor 2 Perum Srikandi, Bunulrejo Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Jenazah dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Ngujil, Jalan Binor pada pukul 14.30 WIB.
Husnun meninggal di usia 60 tahun. Husnun yang kelahiran 15 Februari 1959, meninggal di IGD RS Dr Sutomo Surabaya pukul 07.00 WIB setelah collaps dalam Surabaya Marathon 2019, Minggu (4/8). Pada Sabtu (3/8), Husnun berangkat ke Surabaya untuk persiapan lari maraton 10 kilometer.
Bahkan sehari saat ulang tahun Malang Post 1 Agustus lalu, Pak Nun dia biasa disapa banyak cerita soal lari marathon Surabaya yang diikutinya. Bahkan Menurut informasi, Almarhum sudah mendaftar sejak Februari 2019.
Sebelum lari marathon ini, Husnun sudah sering berolahraga lari. Pasalnya, beberapa waktu belakangan, Husnun adalah seorang penghobi lari. Tiap jumat pagi, Husnun mengikuti kegiatan lari pagi bersama Sekkota Malang Wasto. Husnun juga selalu mengenakan smart band di pergelangan tangannya untuk memantau detak jantungnya.
Husnun meninggalkan seorang istri dan empat orang anak. Direktur Malang Post Purwanto menambahkan bahwa Husnun adalah cikal bakal Korane Arek Malang tahun 1998. “Mas Husnun sudah mengawali Malang Post sejak era Bhirawa dan kantornya masih di Jalan Arjuno,” kata Purwanto.
Pendiri Malang Post sekaligus wartawan senior Husnun N Djuraid dilahirkan di Bibis, Tandes Surabaya, 15 Februari 1959. Dia menyelesaikan pendidikannya mulai dari SD, SMP sampai SMA di sekolah Muhammadiyah di Surabaya. Setelah lulus, Husnun mengembara ke Semarang untuk bekerja pada sebuah perusahaan kayu milik temannya.
Setelah sempat bekerja beberapa saat, Husnun memutuskan untuk melanjutkan kuliah pada FPOK (Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan) IKIP Semarang. Dunia pendidikan menjadi pilihannya sesuai darah yang mengalir dari orang tuanya yang juga seorang pendidik. Sebelum lulus, sambil kuliah, Husnun mengajar di beberapa sekolah di Salatiga dan Semarang. Sampai akhirnya, Husnun yang lulus dengan gelar SPd, diangkat sebagai guru PNS di STM Pembangunan Semarang.
Hanya saja, pekerjaan guru PNS tidak membuatnya tenang. Dia berusaha mencari tantangan baru sesuai kegemarannya menulis. Pada saat masih jadi guru olahraga, tahun 1989 dia diterima sebagai wartawan Jawa Pos oleh Dahlan Iskan, untuk bertugas di Biro Semarang. Di sinilah dia menemukan dunia yang selama ini diimpikannya. Baju seragam Korpri akhirnya ditanggalkan, dia keluar dari PNS dan menekuni profesinya sebagai wartawan, karena dia tidak ingin konsentrasinya terpecah.
Selama bertugas di Semarang, wilayah Jateng dan DIY menjadi wilayah liputan Husnun. Tahun 1993 dia dipindah ke Yogyakarta untuk menjadi Kepala Biro sekaligus redaktur halaman Jateng dan DIY. Tidak sampai setahun di Yogya, dia dipindah sebagai Kepala Biro dan redaktur Jawa Pos di Malang. Ketika Jawa Pos menerbitkan harian Bhirawa dari Malang, dia ditunjuk sebagai redaktur pelaksana pada tahun 1900-an.
Almarhum meninggalkan isterinya Sri Eko Puji Rahayu, seorang dosen UM jurusan tata busana. Husnun memiliki empat anak. Yakni, Fahrizal Tawakal seorang ahli desain grafis berdomisili di Jakarta, Ade Arinal Zaki guru SMK pariwisata di Batu, Amalia Kotsaria dokter gigi, serta Aulia Ramadana mahasiswa UM jurusan akuntansi. [M Taufiq]

Tags: