Kita dan Industri

aditya fernandoAditya Fernando
Peneliti di Koperasi Riset Purusha

Minat utama pemerintahan baru, belakangan fokus pada hal-hal yang berkaitan dengan produksi dan  produktivitas. Tak ayal gebrakan awal dilakukan untuk membenahi keadaan di sektor yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.
Sektor perindustrian seakan mendapat angin segar. Langkah tersebut dilakukan guna memenuhi salah satu misi Trisakti yakni kemandirian ekonomi. Dengan asumsi bahwa dengan merevitalisasi sektor produksi (industri), harapan akan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan bisa terwujud.
Sampai saat ini, di Indonesia, geliat industri memang terkonsetrasi dan didominasi di pulau jawa. Hal tersebut mulai terdengar sejak menggemanya industri agraris dan maritim menyusul manufaktur dan migas tak lama sesudahnya di era 1970-1980’an. Era tersebut adalah masa dimana industri-industri tumbuh dan terakselerasi.
Pada masa orde baru, proses industrialisasi menjadi fondasi penting. Senada dengan teori besar pembangunan lima tahap ala Rostow yang populer di masa tersebut. Tujuannya adalah mengakselerasi ekonomi Indonesia di skala global.
Lewat rencana pembangunan lima tahun, orientasi ekonomi orde baru adalah memicu meningkatnya nilai tambah ekspor sembari menjalankan substitusi terhadap produk impor yang menyebabkan ketergantungan. Disinilah peran industri manufaktur untuk menggandakan nilai tambah  pada pengolahan bahan baku.
Kini, fondasi tersebut telah kokoh. Namun, kokohnya bangunan fondasi tersebut tidak merata. Hingga tahun 2013, 72% kawasan industri nasional berada di pulau jawa. Masa pemerintahan baru saat ini datang dengan misi membangun kawasan industri di luar pulau jawa sebagai bentuk desentralisasi industri.
Misi ini memiliki motif agar sebaran ekonomi dan kesejahteraan bisa lebih merata. Caranya adalah membangun 15 kawasan industri di beberapa provinsi di pulau kalimantan, sulawesi, maluku, dan papua yang disiapkan sebagai pusat-pusat industri dan manufaktur di wilayah timur.
Sektor industri manufaktur adalah sektor yang mendapat banyak perhatian. Perhatian tersebut berupa modal asing (FDI) sebesar 47% dari total FDI serta insentif infrastruktur yakni membangun kawasan industri baru di luar jawa untuk menggenjot performanya hingga 30% dalam kurun waktu lima tahun kedepan.
Perhatian sebesar itu bukan tanpa sebab, sektor ini secara performatif telah menunjukkan kontribusinya selama beberapa dekade pembangunan di Indonesia. Bahkan dalam terpaan badai krisis ekonomi dua kali berturut-turut tahun 1997 dan 2008, sektor industri manufaktur tetap mempertahankan eksistensinya dengan tidak pernah menghasilkan output bagi PDB kurang dari 20%.
Kekuatan produksi industri manufaktur selalu bertumpu pada dua pilar utama yang melatari performanya yaitu eksploitasi sumber daya alam dan upah buruh murah. Negara pun turut andil menopang roda industri manufaktur agar tetap berjalan.
Situasi ketimpangan dan kerusakan lingkungan pun menyeruak dan akumulatif seiring dengan masifnya produksi di sektor industri manufaktur. PDB per kapita yang terus merangkak naik dari tahun ke tahun turut dibayangi pula dengan indeks gini yang juga naik pelan namun pasti.
Dalam jangka waktu delapan tahun 2004-2012, PDB per kapita Indonesia dalam satuan dolar amerika menjulang drastis di angka 1.177,5 menjadi 3.592,3. Di periode yang sama, indeks gini yang mencerminkan ketimpangan pendapatan, juga melonjak tajam dari 0,32 di tahun 2004 menjadi 0,41 tahun 2012.
Laju deforestasi yang mengindikasikan kerusakan lingkungan turut mewarnai situasi industrialisasi. Pada tahun 1990, luas total hutan dari luas total daratan adalah sebesar 65,4%. 21 tahun kemudian menyusut sebesar 13,7% menjadi 51,7%.
Begitulah sekiranya niat baik prinsip kemandirian ekonomi, selalu berjalan dalam ambiguitas. Bahkan di negara-negara dengan ekonomi yang dilabeli ‘maju’ sekalipun, semakin pertumbuhan dan produksi digenjot maka disaat yang sama ketimpangan dan kemiskinan semakin menjadi.
Menegaskan prinsip kemandirian ekonomi memang bukan perkara mudah. Jalan tempuh lewat industrialisasi, sepanjang negara ini berdiri masih menjadi pilihan yang realistis. Industrialisasi di era pembangunan berkelanjutan kini semakin intensif menjadi inklusif.
Inklusif dalam pengertian tidak hanya menyokong pertumbuhan tetapi juga menimbang manusia dan lingkungan. Karena sejatinya fondasi ekonomi negara ini bukan industri namun manusia Indonesia berikut alamnya.

                                                                                                ————————- *** ————————-

Rate this article!
Kita dan Industri,5 / 5 ( 1votes )
Tags: