Indonesia di Program Asesmen Internasional Tak Semata Kejar Peringkat

Dr Sue Thomson Dalam Satu Acara

Surabaya, Bhirawa
Hasil partisipasi Indonesia pada tahun 2015 dalam kegiatan asesmen internasional berskala besar seperti Programme for International Student (PISA) menetapkan Indonesia di peringkat ke-62, dan peringkat ke-45 dalam Trends in Mathematics and Science Studies (TIMSS).
Keikutsertaan Indonesia dalam program asesmen seperti PISA, TIMSS atau Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), memang kerap menuai reaksi – baik dari publik maupun dari penyedia layanan pendidikan itu sendiri – karena khawatir akan hasilnya yang kurang memuaskan.
Dr. Sue Thomson, Deputy CEO (Research) Australian Council for Educational Research, yang juga adalah Standing Committee dari International Association for the Evaluation of Educational Achievement, pada kesempatan International Conference for Educational Research and Evaluation (ICERE) di Universitas Negeri Jakarta kemarin, mengatakan “Saya mendorong agar fokus setiap pihak atas hasil partisipasi Indonesia dalam program-program tersebut bukanlah pada peringkat yang didapat. Namun, bagaimana Indonesia dapat memiliki informasi berbasis data yang dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan sebagai rujukan dalam menyusun langkah untuk memperbaiki pembelajaran siswa Indonesia.”
Pesan yang ditekankannya pada peserta ICERE – yang terdiri dari akademisi, praktisi professional dan pegiat di bidang asesmen serta evaluasi pendidikan – adalah, “Mengukur tidak akan membuat seseorang bertambah besar. Pengukuran hasil pembelajaran tidak serta merta akan berujung pada peningkatan capaian pembelajaran.”
Sebaliknya pengukuran tersebut dapat memperoleh informasi lebih jauh mengenai cara untuk meningkatkan pencapaian. Salah satu manfaat dari berpartisipasi di kegiatan asesmen skala internasional yang bersifat sumatif ini adalah bahwa setiap negara dapat memperoleh informasi detil mengenai kiprah sistem pendidikannya.
“Tujuan dari pengukuran skala internasional ini adalah untuk menyediakan sebuah sistem metrik yang berlaku global, sehingga dapat digunakan untuk memastikan tidak ada satu anak pun yang tidak mendapatkan akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Hal ini selaras dengan target pencapaian butir ke-4 Sustainable Development Goals bahwa pada tahun 2030 mendatang setiap anak telah terpenuhi hak-nya untuk mengenyam pendidikan yang berkualitas,” imbuh Dr. Sue.
Selanjutnya, Dr. Sue secara detil menjelaskan kerangka asesmen, proses penyusunan item, dan metode sampling yang digunakan pada PISA, TIMSS dan PIRLS kepada para peserta seminar yang memiliki keahlian dan minat di bidang asesmen.
Pembelajaran yang dapat Diambil Indonesia Melalui Partisipasinya dalam PISA dan TIMSS
Dr. Sue juga menyebutkan bahwa sebetulnya Indonesia mencatat beberapa pencapaian dalam partisipasinya di TIMSS dan PISA yang layak diperhatikan. OECD mencatat bahwa Indonesia adalah negara ke-5 tercepat dalam memperbaiki capaian dalam asesmen PISA dari total 72 negara yang berpartisipasi. Jika membandingkan hasil di tahun 2012 dan 2015, hasil penilaian di bidang Sains saja menunjukkan adanya peningkatan sebesar 21 poin.
Selain itu, performa baik dari Indonesia yang ditemukan juga, antara lain:
Angka partisipasi kasar untuk siswa usia 13-15 tahun meningkat dari 88% menjadi 95% sejak 2011 ke 2015.
Jumlah sampel siswa yang berpartisipasi dalam PISA tahun ini lebih besar. Jika rerata jumlah siswa yang berpartisipasi dalam PISA tahun ini identik dengan tahun sebelumnya, maka peningkatan performa siswa Indonesia akan lebih tinggi.
Skor median untuk pelajaran sains di kalangan siswa berusia 15 tahun (termasuk seluruh siswa berusia 15 tahun di Indonesia, dan tidak hanya siswa yang termasuk dalam sampel PISA) meningkat hingga 69 poin. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara ke-3 dengan kenaikan tertinggi hanya dalam periode 2 tahun ajaran.
Ada korelasi signifikan antara skor nilai dengan akses siswa yang mengikuti pendidikan anak pra-sekolah, utamanya ditemukan di domain pembelajaran matematika dan aksara.
Dr. Sue menutup sesinya dengan mengatakan, “Agar manfaat partisipasi dalam kegiatan asesmen skala internasional dapat dirasakan oleh Indonesia secara maksimal, kita dapat mulai dengan mengidentifikasi apa saja isu kebijakan yang perlu dijawab, dan mengolah data yang ada untuk menemukan jawabannya. (ma)

Tags: