Pemprov, Bhirawa
Erupsi Gunung Kelud ternyata tidak mempengaruhi kinerja ekonomi di Jatim. Buktinya, Februari 2014, Jatim hanya mengalami inflasi sebesar 0,28%. Inflasi itu dinilai masih rendah. Bahkan angka itu lebih tinggi dari inflasi nasional, 0,26%.
“Memang di luar dugaan. Semula kami prediksikan dengan adanya banjir dan erupsi Gunung Kelud maka inflasi di Jatim tinggi, kenyataannya hanya 0,28 persen,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Jawa Timur Sairi Hazbullah kepada wartawan, Senin (3/3).
Ia menjelaskan, inflasi tertinggi terjadi di Banyuwangi dengan 1,02 % dan Sumenep 0,76%. Sedangkan Kediri dan Malang yang terkena dampak erupsi Kelud hanya mengalami inflasi masing-masing 0,05% dan 0,31%. Inflasi ini masih bisa dikatakan rendah.
Ditambahkannya, rendahnya inflasi disebabkan penyaluran bantuan kebutuhan pokok yang serentak ke daerah terdampak. Kondisi itu mengindikasikan Jatim berhasil mendistribusikan kebutuhan pokok secara cepat di daerah bencana. “Keberhasilan pemerintah provinsi berdampak pada semua makanan, pakaian, dan kebutuhan pokok yang dialirkan dengan cepat,” ujarnya.
Inflasi 0,28% terjadi karena semua kelompok pengeluaran mengalami kenaikan indeks harga konsumen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penyumbang terbesar terjadinya inflasi pada bulan ini adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,12%.
Komoditas yang memberikan andil terbesar inflasi adalah cabe rawit, beras, es, wortel, daging sapi, emas perhiasan, ikan mujair, mi, tarif air minum dan susu untuk balita. Kenaikan harga yang masih tinggi terjadi pada cabe rawit dan daging sapi. “Kedua komoditas seperti cabe rawit dan daging sapi masih menjadi PR untuk Pemprov Jatim,” katanya.
Di sisi lain, lanjut sairi, pemerintah dinilai berhasil mengendalikan harga komoditas pokok yang lain. Di antaranya bawang merah, tomat, sayur-sayuran, daging ayam ras, cabai merah, telur ayam ras dan gula pasir. Terbukti, adanya deflasi yang dialami komoditas-komoditas itu.
Dari ibukota provinsi di Pulau Jawa, kata Sairi, semua kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Serang 0,82%, diikuti Jakarta 0,50%, Bandung 0,39%, Semarang 0,24%, Surabaya 0,23%, dan inflasi terendah terjadi di Jogjakarta 0,07%.
Dari 82 kota IHK nasional, kata Sairi, 55 kota mengalami inflasi dan 27 kota mengalami deflasi. Lima kota yang mengalami inflasi tertinggi terjadi di Pontianak 2,73%, Singkawang 1,75%, Maumere 1,61%, Kupang dan Tual masing-masing 1,46%.
Sedangkan 5 kota yang mengalami deflasi tertinggi terjadi di Sibolga -2,43%, diikuti Pangkal Pinang -2,11%, Bau-Bau -1,43%, Meulaboh -1,28% dan Padangsidempuan -0,99%.
Angka inflasi Jatim ini juga jauh lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 0,75%. Di lain pihak, laju inflasi tahun kalender pada Desember 2013 hingga Februari 2014 di Jawa Timur mencapai 1,34% dan laju inflasi year on year sebesar 7,03%.
Kredit Macet Rp 200 M
Korban erupsi Gunung Kelud kini masih menunggu bantuan dari pemerintah, khususnya bantuan keringanan bunga dan denda bank. Sebab mayoritas korban erupsi yang berada di lereng Kelud berprofesi sebagai petani yang meminjam bank untuk menambah modal.
Asisten II Sekdaprov Jatim Bidang Ekonomi Pembangunan Hadi Prasetyo menuturkan, berdasarkan data infentaris dari Bank Indonesia, dana yang mengalir dari bank untuk warga sekitar Kelud mencapai Rp 200 miliar lebih. Dengan meletusnya Kelud, itu artinya pembayaran pinjaman akan terganggu karena pertanian warga terkena dampak abu vulkanik yang menyebabkan hasil pertanian mengalami puso.
“Kita akan melakukan rapat bersama antara Pemprov Jatim, Bank Indonesia dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kita akan cari format yang paling tepat dan fair untuk meringankan beban korban Kelud seperti yang diinginkan Gubernur Jatim. Yang pasti, dana yang berada di warga Kelud mencapai Rp 200 miliar lebih,” kata Hadi Pras, dikonfirmasi, Senin (3/3).
Menurut mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jatim ini, pemprov juga akan memberikan modal stimultan berupa pinjaman lunak atau bantuan hibah. Caranya bisa lewat Bank UMKM yang memberikan pinjaman dengan beberapa kemudahan-kemudahan.
“Sebelum bantuan itu diluncurkan, semua konsep harus matang. Jangan sampai kita hanya koar-koar saja tapi bantuan itu nanti akan sulit terwujud. Jadi semuanya harus matang dan dibicarakan dengan semua bank yang terlibat,” ungkapnya.
Selain itu, Pemprov Jatim juga akan menerjunkan tim dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, untuk meneliti secara menyeluruh tanaman yang biasa ditanam para petani di sekitar Gunung Kelud. Penelitian dilakukan agar ada upaya perubahan dalam pertanian yang bisa bertahan lama dibandingkan sebelumnya.
Seluruh tanaman pertanian, seperti cabai dan bawang akan diteliti secara rinci oleh Fakultas Pertanian UB. Apakah kemungkinan bisa dikembangkan lagi lebih awet dan tahan lama dibandingkan selama ini.
Tim UB sekarang akan meneliti, jenis apa saja yang bisa dipotong tumbuh lagi tanpa harus mengganti dengan jenis tanaman baru. Seperti cabai teryata juga ada yang bisa tumbuh lagi setelah dipotong tanpa diganti tanaman baru. Penelitian ini diperlukan agar petani bisa mendapat kepastian soal tanaman. Tidak kemudian setelah selesai dipanen kemudian harus membeli bibit baru. Pemprov Jatim menyerahkan sepenuhnya pada tim dari UB untuk menemukan bibit baru yang terbaik untuk petani di sekitar Gunung Kelud, baik di Kediri, Malang dan Blitar.
Sejalan dengan penelitian itu, Pemprov Jatim juga tetap berkomitmen untuk membantu petani. Bantuan bibit akan diberikan setelah seluruh proses rehabilitasi rumah selesai yang ditargetkan 9 Maret mendatang. [rac.iib]
Kab/Kota di Jatim dengan Inflasi Tinggi
Kab/Kota Peringkat Persen
Banyuwangi 1 1,02
Sumenep 2 0,76
Kediri 3 0,05
Malang 4 0,31