Inflasi Mengkhawatirkan

Laju inflasi bulan Juli (2022) mencatat rekor tertinggi selama 80 bulan terakhir (sejak Oktober 2015 sebesar 6,25%). Cabai merah dan bawang merah menjadi motor penggerak laju inflasi. Begitu pula barang kebutuhan sehari-hari yang bersifat administered price (harga ditentukan pemerintah), juga naik pada bulan Juli. Termasuk BBM, dan gas non-subsidi. Serta minyak goreng “MINYAKITA” belum muncul di pasar. Otoritas perekonomian patut mewaspadai keliaran inflasi.

Secara tahunan (YoY, year on year) inflasi tercatat sebesar 4,94%. Angka ini melebihi prakiraan batas atas. Sehingga akan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada 2023. Maka wajar Bank Indonesia (BI) mewaspadai risiko tren kenaikan inflasi inti. Sehingga perlu respons berupa kebijakan moneter. Mengalahkan dampak kenaikan harga BBM (non-subsidi). Kenaikan harga bahan pangan, dan kebutuhan pokok non-beras, menyebabkan inflasi bulan Maret (2022) terasa melilit.

Indeks Harga konsumen (IHK) bulan Juli tercatat mencapai 111,80. Lebih tinggi disbanding bulan Juni (111,09), dan lebih tinggi dibanding Maret (108,95). Padahal IHK Maret 2022 sudah memecahkan rekor (tertingg) selama 6 bulan sebelumnya. Total inflasi selama tahun 2022 (Januari – Juli) menjadi 3,85%. Cukup mengkhawatirkan, karena tahun takwim masih 5 bulan lagi. Inflasi bisa tembus angka 5,5% atau lebih. Niscaya lebih menguras perekonomian masyarakat pada tingkat rumahtangga.

Inflasi bulan Juli dimotori komoditas “bahan dapur,” terutama cabai merah , dan bawang merah. Kelompok volatile foods (harga yang mudah bergejolak) mengalami inflasi 11,47% (YoY). Ekstremitas cuaca masih menjadi kendala panen pada sentra cabai dan bawang merah. Cabai dan bawang merah tergolong hortikultura yang sangat rentan pada musim hujan. Bahkan akar cabai (dan bawang merah) bisa membusuk ter air di dalam tanah. Serta pentil bakal buah cabai juga membusuk (meng-kerdil) terkena siram air hujan.

Tetapi faktor administered price juga sangat kuat mendorong inflasi. Terutama kenaikan Pertamax Dex (20%), gas LPG (14%), serta kenaikan tarif listrik golongan 3.500 VA ke atas. Walau bukan konsumsi masyarakat kalangan menengah ke bawah, tetapi dialami kalangan industri skala kecil dan menengah (IKM). Niscaya berujung kenaikan harga jual IKM. Tak terkecuali kuliner di hotel, restoran, hingga warung nasi pinggir jalan. Tarif perjalanan jarak jauh (dengan pesawat udara) dan menengah (dengan bus dan kereta-api) terkatrol naik.

Pemerintah tidak dapat “abai” terhadap potensi inflasi yang mengancam perekonomian masyarakat secara luas. Pemerintah memiliki tanggungjawab memasok bahan pokok dan barang kebutuhan penting, sesuai UU Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan. Pada pasal 25 ayat (1), menyatakan, “Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengendalikan ketersediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau.”

Nyata-nyata terdapat frasa kata “harga yang terjangkau.” Sehingga pemerintah wajib mencegah kenaikan harga yang menyebabkan ke-liar-an harga. Sampai menekan prekonomian rakyat banyak. Serta terdapat UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Bahkan sebenarnya, perekonomian nasional dijamin konstitusi, Tercantum dalam UUD Bab XIV Tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial.

UU Pangan pada pasal 31, meng-amanat-kan penyaluran cadangan pangan pemerintah (CPP) manakala terjadi gejolak harga. Seperti terjadi pada harga minyak goreng. Namun terasa, pemerintah belum memiliki “kekuasaan” menyelenggarakan CPP minyak goreng. Padahal minyak goreng merupakan salahsatu sembako (Sembilan bahan pangan pokok).

Andai kenaikan harga tak ter-elakkan. Maka pemerintah perlu menyelenggarakan jaring pengaman sosial ekonomi.

——— 000 ———

Rate this article!
Inflasi Mengkhawatirkan,5 / 5 ( 1votes )
Tags: