Inflasi Tak Terkendali, Perburuk Maskin di Jatim

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo membuka Rakorwil TPID se-Jatim dengan tema program stabilasasi harga dalam rangka penguatan konektivitas antar daerah di Kantor Perwakilan BI Wilayah IV Jatim.

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo membuka Rakorwil TPID se-Jatim dengan tema program stabilasasi harga dalam rangka penguatan konektivitas antar daerah di Kantor Perwakilan BI Wilayah IV Jatim.

Pemprov, Bhirawa
Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menyatakan bahwa inflasi yang tidak terkendali akan semakin memperburuk kondisi masyarakat miskin (maskin). Untuk itu, Pemprov Jatim bersama kabupaten/kota yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) bekerja ekstra keras agar kenaikan inflasi tidak terlalu tinggi.
“Tidak ada gunanya pertumbuhan ekonomi tinggi bila dibarengi inflasi yang tinggi pula. Inflasi yang besar akan membebani dan menggerogoti kondisi masyarakat miskin,” kata Gubernur Soekarwo, saat membuka Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) TPID se-Jatim, di Auditorium Bank Indonesia, Jalan Pahlawan Surabaya, Rabu (16/11).
Menurut dia, salah satu penyebab terbesar terjadinya inflasi pada 2015 lalu dikarenakan adanya administered price. Administered price yang dimaksud yakni perubahan harga yang ditetapkan bedasar pada keputusan pemerintah. Seperti perubahan kenaikan harga minyak, tarif listrik hingga biaya pendidikan atau uang sekolah yang naik.
Secara geografis, katanya, posisi Jatim diuntungkan sebagai centre of grafity atau menjadi daya tarik perdagangan nasional. Hal ini karena posisi Jatim di tengah-tengah arus distribusi barang dan jasa dan merupakan hub perdagangan bagi Indonesia Timur. Maka, penanganan inflasi yang dilakukan di Jatim akan mempengaruhi kawasan Indonesia Bagian Timur.
Pakde Karwo menjabarkan empiris kebijakan pengendalian inflasi. Caranya dengan memperkuat basis produksi. Di sektor pertanian dan perkebunan Jatim mengalami surplus. Untuk komoditi beras surplus 5.13 juta ton, jagung 6,39 ton dan gula 802 ribu ton. Sektor peternakan, Jatim berkontribusi sebanyak 27 persen terhadap nasional untuk populasi ternak sapi potong atau sekitar 4,071 juta ekor. Sementara untuk ayam ras petelur Jatim berkontribusi secara nasional sebesar 28 persen atau sekitar 43.927 juta ekor.
Kebijakan pengendalian inflasi juga dilakukan dengan melakukan operasi pasar dan bantuan subsidi ongkos angkut. Ia menyebut, operasi pasar dilakukan terhadap sejumlah kebutuhan bahan pokok. Sementara untuk, subsidi ongkos angkut merupakan salah satu cara jitu yang dilakukan Pemprov Jatim untuk mengendalikan harga kebutuhan bahan pokok dengan memotong rantai distribusi dari D1 ke D4.
Cara selanjutnya yakni melalui Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (siskaperbapo). Dalam siskaperbapo ini akan dijabarkan 19 komodoti kebutuhan masyarakat dari 116 pasar yang tersebar di Jatim. “Masyarakat akan mengetahui berapa harga sejumlah kebutuhan bahan pokok yang tersebar, sehingga mereka dengan mudah menerima informasi terkait kebutuhan bahan pokok,” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BI Wilayah IV Jatim, Benny Siswanto menuturkan, perkembangan inflasi di Jatim sampai Oktober 2016 relatif terkendali. Relatif terjaganya harga komoditas pangan dan beberapa komoditas lain dipengaruhi kebijakan oleh Pemprov Jatim sehingga menopang terkendalinya inflasi di Jatim.
Pada Oktober 2016, Jatim mengalami deflasi sebesar 0,14 persen (mtm). Sehingga secara tahunan Jatim mencatatkan inflasi sebesar 2.74 persen (yoy). Secara bulanan (mtm) maupun tahunan (yoy) Jatim mengalami inflasi lebih rendah dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 0,14 persen (mtm) dan 3.31 persen (yoy). Selain itu, secara kumulatif (ytd), Jatim mengalami inflasi sebesar 1,82persen (ytd) lebih rendah dibanding nasional yang tercatat sebesar 2,11 persen (ytd).
Ia menjelaskan, terdapat lima aspek strategi pengendalian pengendalian inflasi daerah. Kelima aspek tersebut meliputi penguatan kelembagaan, produksi, distribusi dan konektivitas, regulasi dan monitoring, kajian dan informasi hingga pengendalian ekspektasi. [iib.ma]

Tags: