Ingatan Kecil Bersama Ikan-ikan

Oleh :
Malihatun Nikmah

Sejak belia dulu, aku selalu terpaut dengan laut. Tempat kelahiranku di sebuah kampung tak henti-hentinya di kepung ombak. Deru angin bagiku mainan masa kecil yang sulit ditimbun dengan segala kenangan apa pun. Air laut bagiku telah mendarah daging dalam tubuhku, hingga sampai-sampai menjadi watak sepanjang hidupku.

Aku merasa risau bilamana masaku dulu harus merantau jauh. Meninggalkan tempat kelahiranku. Keadaanlah memaksaku untuk meninggalkan laut yang ku pandang tunak menatap buih-buih yang terapung di tengah kepungan ombak.

Terjang gelombang seakan gamang ditinggalkanku. Suara-suara ombak melanggam seperti memanggilku kembali. Suaranya seakan mencegahku pada keputusanku yang sudah bulat.

Aku hanya pergi ke rumah singgah. Aku lakukan teruntuk anak-anakku nanti. Aku peras tenaga dan otakku hingga lahir cinta dari keringat sendiri.

Petang yang agak lindap kali ini, ku habiskan bersama Pantai yang tak jauh dari rumah. Pantai ini yang selalu mengingatkanku pada mendiang emmak. Bagiku mengingatnya senada membuka kerinduan berat yang tertimbun.

Emmak dahulu selalu memperhatikan gerakku. Bola matanya tak lepas membidikku. Walau tangannya sibuk mengorek-ngorek beras di bakul, mencuci, hingga memasaknya. Nasi hangat pun dihidangkan di meja usai aku pulang dari Laut.

Air laut kali ini tidak terlalu bergelombang. Tidak ada sampah yang ikut terseret bersama arusnya yang tenang. Sehingga, ikan-ikan kecil terlihat berenang ke permukaan. Walau bukan tujuan tangkapan pancing namun ini asyik dipandang.

Di tepi laut, terdapat beton tempat singgah yang asyik untuk memancing. Bila tak sengaja tersentuh permukaan kulitku dingin menghantam dan segar terkena bintikan embun dipermukaannya.

Beberapa anak-anak terlihat membawa pancing dan duduk di tepi laut. Meskipun gerimis kecil sedang melanda. Kami tidak pantang pulang ke rumah sebelum mendapat ikan. Aku akan tetap memancing sampai apa yang aku inginkan terpenuhi. Terkadang kami saling berlomba untuk cepat-cepat dapat ikan duluan.

“Lihat-lihat, ada ikan besar melintas barusan !” teriakku pada teman.

“Bohong”

“Aku tidak berbohong, barusan aku melihat kepalanya besar muncul ke permukaan”. Jengkelku pada anak-anak seusiaku yang jelas-jelas memang tidak ada.

“Lihat lah Ikbal, apa yang kamu katakan benar ada ikan besar di sebelahmu” teriak temanku namun mereka seperti cekikikan.

“Mana ?, kau berbohong”

“Lah itu, benar katamu kepalanya besar”. Aku melihat ke samping, ternyata mereka juga membohongiku. Aku sempat nyengir atas ulah mereka.

“Lihatlah ke belakang ikan besarnya ada di belakangmu.”

“Tidak mungkin ada ikan dibelakangku, ikan hidup di air bukan di daratan.”

“Mungkin saja. Itu ikan…ikaaaaaan geram, tolehlah ke belakang Ikbal” . Setelah aku menoleh, alangkah terkejut, ternyata ada emmak dibelakangku memegang pecutan menyuruhku pulang mengaji. Sontak aku menjadi bahan tertawaan teman-temanku.

Emmak tak segan memberi sentuhan pecut di betis agar aku segera pulang. Emmak tak menginginkan aku memancing sampai pesona mentari tenggelam di peraduannya.

Segera ku gulung senar pancing yang sederhana tanpa ganggang bambu itu. Aku gulung lekas-lekas pada botol pelastik air mineral ternama. Lalu kail pancing ku tusukkan pada gulungan senarnya.

Emmak tak hentinya ngomel maksudnya adalah baik, agar angin tak masuk menyelinap ke tubuh beliaku. Tersebab angin sore sangat kencang. Emmak juga mengatakan sore hari adalah waktu setan-setan berkeliaran dan sebagai pengganggu.

Emmak juga mengatakan padaku. Kalau tidak segera pulang, aku akan di serahkan pada mbok Sunah. Tukang pijat anak yang ulung. Di akhir pijatan ia mencekoki anak dengan jamu yang teramat pahitnya.

Anak sekolah dasar yang melihatnya ketakutan. Cerita embok Sunah dibuat oleh para ibu pada anak yang bermain tidak kenal waktu. Sampai lupa untuk segera merapat ke Surau untuk mengaji.

Di cerita emmakku menjelang malam, embok Sunah akan datang jika aku tidak segera tidur. “Tidurlah nak, agar embok Sunah tidak menyelinap masuk di pintu belakang dan mencekoki kamu jamu pahit” sontak aku segera menarik selimut dalam bayangan embok Sunah akan benar-benar datang jika aku tidak segera tidur.

Bila hari minggu tiba, aku akan seharian bersama temanku di laut. Seperti biasa bercengkrama dengan pancing dan ikan. Aku tidak pernah bosan. Mungkin pulang sebentar untuk makan, mengurangi kecemasan emmak di rumah terhadapku. Setelahnya mandi dan berangkat lagi ke laut.

Aku ingin mendapatkan ikan sebagai makanan pendamping nasi pengganti tempe dan tahu di rumah.

Aku lahir dalam keadaan yatim akibat kecelakan yang menimpa ayah. Ibuku berkata mendiang ayah selalu mendapat ikan besar di laut. Ayah juga suka memancing. Mungkin kesukaan ayah menurun padaku.

Ketika aku memancing aku selalu berhasil mendapatkan ikan, namun emmak selalu melemparkan ikan-ikan hasil tangkapanku pada ayam. Jika begitu, dulu Ikbal kecil merasa sedih. Seharian memancing sekan sia-sia.

“Kenapa ikan milikku di lempar pada ayam mak ?”

“Emmak tidak mau”

“Kenapa mak, aku ingin emmak memasaknya. Mengganti ikan itu dengan tempe dan tahu agar tidak melulu itu”

“Ikannya tidak mau menolak dimakan. ikannya kecil-kecil, itu belum cukup untuk dimakan. Kamu ada-ada saja. Semua ikan bisa dimasak kalau tubuhnya sudah dipandang enak dan tidak beracun ”

“Ikan kecil juga mau kok mak dimakan, jika di tabur pada tepung digoreng menjadi bala-bala”

“Emmak lebih berpengalaman dari kamu, emmak lebih tahu ikan dari pada kamu”

“Aku juga tahu tentang ikan mak”

“Coba kamu sebutkan nama ikan yang sering kamu dapatkan”

“Ikan Buntal, ikan ini akan membesar jika di pegang”

———- *** ————

Tentang Penulis:
Malihatun Nikmah, S.Pd.
Seorang Guru dan Penulis Lepas. Tinggal dan lahir di Sumenep, Madura.
Penulis menulis Puisi, Cerpen, Opini, Artikel, Esai, Cernak (Cerita Anak), Cerita Humor, Komik, Cerita Islami dan Reportase. Saat ini sedang belajar menulis ide cerita FTV.
Karya tulis dimuat di berbagai media cetak dan media online seperti: Harian Merapi Yogyakarta, Radar Pekalongan Batang, Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, Nusa Bali, Majalah Sahabat Zakat, Harian Sinar Baru Indonesia, Koran Solopos, Harian Bhirawa, Jawa Pos Radar Madura, Jawa Pos Radar Bromo, Jawa Pos Radar Kediri, Harian Surya Surabaya, Harian Kabar Madura, Pos Bali, Diksi Jombang, Gebrak Gorontalo, Maarif NU Jateng Semarang, Koran Merapi Yogyakarta, Harian BMR Fox Sulawesi Utara, KarebaIndonesia.id, Majalah Anak Cerdas, cerano.id, harakatuna.com dan media lainnya.
Media Luar Negeri : Utusan Borneo (Sabah, Malaysia), Suara Sarawak Malaysia.
Telah menyelesaikan Pendidikan Sarjana di IAIN Madura. Fakultas Tarbiyah, Prodi Tadris Bahasa Indonesia tahun 2020.
Akun media sosial: IG;@malihatun_nikmah99, e-mail; nikhmahh@gmail.com, Facebook; Malihatun Nikmah. No. WA; 082336563315.
Juara 3 Lomba Cipta Puisi Kebangsaan oleh Ikatan Pelajar Nahdhlatul Ulama (IPNU) & Ikatan Pelajar Putri Nahdhlatul Ulama (IPPNU) Kec. Rubaru, Kab. Sumenep 2020.
Penulis Terpilih oleh Penerbit Azizah Publishing Malang 2020.
Penulis Terpilih oleh Teater Universitas Negeri Semarang 2020.
Penulis Terbaik oleh Seni Pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2020.
Penulis Terpilih oleh Penerbit Jendela Sastra Indonesia Januari, 2021.
Antologi puisi bersama penerbit Azizah Publishing 2020, Antologi Puisi Bersama Seni Pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2020, Antologi Puisi Bersama Teater Universitas Negeri Semarang 2020, dan Antologi Puisi Bersama Penerbit Jendela Sastra Indonesia 2020.

Rate this article!
Tags: