Ingatkan Kembali Persatuan, Perlu Pengembangan wawasan Nusantara

Jakarta,Bhirawa
Menurut pengamat politik Yudi Latif, secara geopolitik cermin ke Indo nesiaan kita telah retak akibat Pilkada DKI Jakarta. Jika dalam keberagaman Indonesia ini masih ada intoleransi dan kekerasan yng dilatari kebencian nihil rasa kasih. Berarti ada yang salah dalam pendidikan agama, jadi sistim pelajaran agama harus ditinjau ulang. Mengingat, Islam justru jadi elemen keIndonesiaan yang kuat.
“Seperti menguatnya Hizbul Tahrir Indonesia (HTI) selama 20 tahun pasca reformasi yang dibiarkan ber kembang jadi momok NKRI dan kini baru jadi perhatian pemerintah. Maka Wawasan Kebangsaan hemat saya lebih luas maknanya dibanding Wawasan Nusantara,” ungkap Yudi Latif Direktur Eksekutif Reform Institu te dalam diskusi Prolegnas RUU Wawasan Nusantara dengan tema “Wawasan Nusantara menuju Kebang kitan Nasional menjaga nalar Bangsa untuk hidup bersama” di pressroom, kemarin (23/5). Pembicara lainnya, anggota Pansus RUU Wawasan Nusan tara Jhon Kennedy Azis (Golkar) dan Waka fraksi PPP DPR RI Syaifulah Tamliha.
Jhon Kennedy menekankan perlunya UU Wawasan Nusantara, mengingat Indonesia sangat luas. Dengan ribuan pulau, banyak suku, banyak bahasa, banyak budaya, agama dan aliran kepercayaan. Yang kesemuanya harus tetap satu dalam bingkai Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.
“Apalagi PilkadaDKI Jakarta sempat menggerus Pancasila, menggores ke Bhinekaan dan mengancam keutuhan NKRI. Menghormati hak setiap warga negara dalam memeluk agama dan mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan golongan harus tetap ada. UU Wawasan Nusantara terkait aspek kebangsaan, kewilaya han dan sosial budaya.Maka Wawasan Nusantara harus tetap bergema dan dihayati setiap warga negara Indonesia,” cetus John Kennedy.
Syaifulah Tamliha, sebagai warga Nahdliyin pihaknya mendukung Wawa san Nusantara dan ideologi Pancasila. Dia menyoroti perubahan besar UUD 45 sejak 2002 telah menghapus budaya musyawarah mufakat. Pasca reformasi, demokrasi Indonesia ber kembang kelewat batas. Setelah era reformasi MPR RI menjadi tidak punya kerja. Sekarang malah hanya sosiali sasi 4 Pilar. Padahal sebelumreformasi MPR RI sebagai lembaga tertinggi, ber tugas, memilih dan mengangkat Presiden. [Ira]

Tags: