Ingin Hapus Jahat Sifat Keserakahan Manusia

Ratusan Umat Hindu warga Kab Malang saat melaksanakan upacara Melasti dalam menyambut Hari Raya Nyepi, di pinggir Pantai Balekambang, Kec Bantur, Kab Malang, pada Selasa (8/3) pagi

Ratusan Umat Hindu warga Kab Malang saat melaksanakan upacara Melasti dalam menyambut Hari Raya Nyepi, di pinggir Pantai Balekambang, Kec Bantur, Kab Malang, pada Selasa (8/3) pagi

Kab Malang, Bhirawa
Warga Kabupaten Malang yang beragama Hindu, pada Rabu (9/3), telah merayakan Hari Raya Nyepi Tahun 1937 Saka. Sebelum merayakan Hari Nyepi, ratusan umat Hindu melakukan upacara Melasti, pada Selasa (8/3), di Pantai Balekambang, Kecamatan Bantur Kabupaten Malang,
Perayaan Nyepi kali ini sangat istimewa, karena bersamaan dengan gerhana matahari total. Meski bersamaan dengan gerhana matahari total, umat Hindu di Kabupaten Malang tetap khusuk dalam melaksanakan Hari Raya Nyepi.
Sekretaris Perhimpunan Umat Hindu, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang Kusmono, Rabu (9/3), kepada wartawan mengatakan, ada pesan moral dari segenap umat Hindu di Kabupaten Malang melalui upacara Hari Raya Nyepi Tahun 1937 Saka atau Tahun 2016 Masehi.
“Secara umum kita mengambil tema Toleransi Umat Beragama Untuk Membina Hubungan Umat Beragama Dengan penciptanya, Dengan Sesama dan Dengan Alam Semesta,” ujarnya.
Ia mengatakan, bertahun-tahun umat Hindu yang minoritas hidup membaur dengan umat Muslim secara damai dan aman. Meski, makna pesan moral tahun ini bertepatan dengan hari Nyepi, dimaksudkan untuk toleransi yang makin baik, dapat ditingkatkan. Dan secara inklusif dalam acaran Hindu, hubungan dengan sang pencipta, sesama dan alam semesta disebut Tri Hita Karana.
Kusmono berharap usai perayaan Nyepi, ada perubahan total dan penghapusan karakteristik sifat manusia, dari keserakahan, dan tindakan kejahatan lainnya. Dan sebagai perwujudannya, seluruh umat Hindu tidak akan melakukan aktifitas apa pun, termasuk bepergian ke mana-kemana.
“Semua berdiam diri di dalam rumah masing-masing sambil melakukan ritual masing-masing. Sedangkan umat Hindu mulai melakukan penyepian dengan berpuasa selama 1 X 24 jam mulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 06.00 WIB esok harinya,” jelasnya.
Selama melakukan ritual penyepian, terang dia, pihaknya melakukan catur brata secara tidak langsung tidak menyalakan api. Pemaknaan yang disampaikan melalui catur brata adalah, pengendalian hawa nafsu, termasuk mengendalikan pikiran serta tidak berfoya-foya. Tujuannya adalah menyenangkan diri dengan harapan diberikan tuntutan oleh Sang Yang Widhi, pada tahun baru 1938 Saka atau tahun 2017.
Secara terpisah, Camat Ngajum Eko Wahyu Widodo mengaku, sebagian penduduk desa di wilayah Kecamatan Ngajum memeluk agama Hindu. Sehingga dirinya berani mengklaim bahwa toleransi yang terbangun di wilayah Desa Kesamben sangat baik dan salin menghargai, seperti terbangunnya intekasi sosial kemasyarakatan, dan tidak semata-mata kamusflase.
“Warga Desa Kesamben sering berperan aktif ikut mendukung perayaan hari besar agama lain. Misalnya,  pawai ogoh-ogoh oleh umat Hindu, warga yang beragama lain ikut serta dalam memeriahkan perayaan Nyepi,” paparnya.
Di wilayah Kecamatan Ngajum, masih dikatakan Eko, kerukunan umat beragama kian menguat, dengan adanya pembinaan secara berkala melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Sehingga dengan pembinaan yang dilakukan FKUB Kabupaten Malang ini, maka kerukunan umat beragama terjalin dengan baik.
Ia menambahkan, di wilayah Desa Kesamben, Kecamatan Ngajum ini terdapat bangunan Pura Kumala Iswara, yang dibangun pada tahun 1914. Sedangkan Pura tersebut digunakan untuk serangkaian ibadah bagi umat Hindu yang berada di Desa Kesamben tersebut.
“Meski bangunannya sudah tua  namun masih tampak kokoh,” kata Eko.  [cyn]

Tags: