Inisiasi Raperda Ponpes, DPRD Bondowoso Fasilitasi Kebutuhan Sesuai Kemampuan Pemerintah

Public hearing Raperda tentang fasilitasi penyelenggaraan pesantren. (Ihsan Kholil/Bhirawa)

Bondowoso, Bhirawa
Legislatif Bondowoso menginisiasi rencana peraturan daerah (Raperda) pondok pesantren (Ponpes). Bahkan, sudah hampir beberapa hari terakhir ini, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa melakukan public hearing terkait Raperda Ponpes tersebut.

Dalam kesempatan public hearing, pada Selasa (23/11) Ketua Fraksi PKB, H. Tohari, S.Ag memastikan, Raperda tersebut merupakan fasilitasi pesantren. Yang artinya, menfasilitasi kebutuhan-kebutuhan Ponpes dengan menyesuaikan kemampuan keuangan daerah.

Tohari mencontohkan, fasilitasi yang dimaksud yakni seperti sarana prasarana, kesejahteraan guru dan lain sebagainya. Namun, ditegaskan bahwa kehadiran Raperda tersebut tidak mengatur apa yang sudah jalan di Ponpes.

“Kita tidak akan mengatur cara bagaimana Pesantren dalam pembelajaran, kurikulum, kemudian kekhasan pesantren, kitab yang dibaca, pagi harus gimana. Kita tidak mengatur itu,” paparnya.

Terlebih dengan lahirnya Raperda Ponpes ini kata dia, juga merujuk pada adanya UU nomer 18 tahun 2019 tentang pesantren. Yang mana dalam salah satu pasal di undang-undang tersebut, mengamanatkan untuk pendanaan pesantren dapat diambilkan dari APBD.

Seperti diketahui Pesantren, guru ngaji, Madrasah Diniyah dan lain sebagainya menjadi kewenangan Kementerian Agama, bukan Pemerintah Daerah. Akan tetapi, selama ini sendiri memang di Bondowoso ada beberapa bantuan-bantuan sosial yang bersumber dari APBD diberikan kepada guru ngaji, madrasah diniyah.

“Sehingga dengan juga didorong dari adanya Perpres tentang pendanaan pesantren. Maka Perda ini tidak boleh tidak harus dibuat,” terangnya.

Tohari menjelaskan, target Raperda Ponpes ini sebenarnya diharapkan selesai tahun ini. Namun, karena memang terbentur oleh pandemi Covid-19 maka baru akhir tahun 2021 baru berproses lagi.

Sementara itu, Wakil Ro’is Suriah PCNU Bondowoso, KH. Mas’ud Ali, yang turut hadir dalam public hearing, mengharapkan agar kehadiran Raperda ini tak menyebabkan konflik sosial. Sebagai akibat muncul sekolompok orang yang memaksakan diri untuk mendirikan sebuah lembaga keagamaan yang disebut pesantren.

Untuk itu, dirinya mengharapkan peraturan terkait pesantren dari sisi fisik turut diatur. Pasalnya, ia melihat dalam Raperda tersebut tidak satu pasal pun yang mengatur tentang pendirian Ponpes.

“Jadi sekalian saja, mengatur tentang pendirian Ponpes. Sekaligus mengatur bantuan tentang Ponpes. Seperti pendirian rumah ibadah itu dari pemerintah daerah (ijinnya-red),” tandasnya. [san]

Tags: