Inovasi Dalam Mempercepat Penurunan Stunting

Refleksi Hari Gizi Nasional ke-63, 25 Januari 2023

Oleh :
Andriyanto

Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 tercatat angka kejadian atau prevalensi Stunting Provinsi Jawa Timur sebesar 23,5%; lebih rendah dari Nasional yang sebesar 24,4% dan turun dari angka 26,9 di tahun 2019. Adapun hasil SSGI tahun 2022 masih dianalisis Kemenkes RI. Upaya mempercepat penurunan stunting terus dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur agar prevalensi di bawah 14% di tahun 2024 tercapai. Untuk ini, penciptaan inovasi harus dilakukan dengan caracut off bureaucratic path; cutt off manual services; cut off cost of the money; cut off requirements; dan cut off old methodes.
Stunting
Gambaran masih tingginya prevalensi Stunting di Jawa Timur ini menunjukkan masalah kesehatan yang cukup serius.Stunting merupakan tragedi yang tersembunyi.Stunting terjadi karena dampak kekurangan gizi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupan. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan perkembangan anak yang irreversible (tidak bisa diubah), anak tersebut tidak akan pernah mempelajari atau mendapatkan sebanyak yang dia bisa.
Hal ini dipertegas oleh World Bank dan UNICEF bahwa Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan yang terjadi dalam jangka waktu lama, dan dihubungkan dengan penurunan kapasitas fisik dan psikis, penurunan pertumbuhan fisik, dan pencapaian di bidang pendidikan rendah.
Studi-studi saat ini menunjukkan bahwa anak Stunting sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama pendidikan yang turun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa.Anak-anak Stunting menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi dewasa yang kurang pendidikan, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak stunting merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa akan datang.
Stunting, berdampak dalam bentuk kurang optimalnya kualitas manusia, baik diukur dari kemampuan mencapai tingkat pendidikan yang tinggi, rendahnya daya saing, rentannya terhadap penyakit tidak menular (kanker, jantung, DM, gagal ginjal, dan lain-lain), yang semuanya bermuara pada menurunnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Dengan kata lain Stunting dapat memiskinkan masyarakat. Suatu yang menggembirakan bahwa berbagai masalah tersebut diatas bukan disebabkan terutama oleh faktor genetik yang tidak dapat diperbaiki seperti diduga oleh sebagian masyarakat, melainkan oleh karena faktor lingkungan hidup yang dapat diperbaiki dengan fokus pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan.
Kompleksitas masalah gizi yang sampai saat ini masih diderita oleh sebagian masyarakat Indonesia terjadi bukan disebabkan hanya oleh satu dua faktor seperti faktor daya beli dan kebiasaan makan masyarakat, akan tetapi disebabkan oleh banyak faktor baik yang bersifat makro maupun mikro. Akibatnya, jelas akan menjadikan masyarakat menjadi tidak sehat dan tidak cerdas dalam menaungi kehidupannya, yang pada gilirannya akan menjadi beban Pemerintah. Dengan demikian, dikatakan bahwa masalah stunting bersifat multidimensi menyangkut kemiskinan, ketidaktahuan, gaya hidup, sosial budaya dan bahkan politik.

Inovasi Mempercepat Penurunan Stunting
Pencegahan dan penanganan stunting menjadi salah satu prioritas nasional guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu menciptakan manusia Indonesia yang tinggi, sehat, cerdas, dan berkualitas.Intervensi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan, sejak kehamilan sampai anak berusia 2 tahun sebuah keharusan.Namun, upaya pencegahan dan penanganan ini tidak bisa dilakukan oleh hanya Pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan, semata.Peran dari Masyarakat; Perguruan Tinggi; Media; dan Dunia Usaha turut andil juga.Penanganan Stunting haruslah holistik, integratif dan spasial (spesifik daerah). Inovasi mempercepat pencegahan Stunting sejatinya harus diciptakan dan dikembangkan. Salah satunya dengan dilakukannya Behaviour Change Communication (BCC), yaitu bagaimana menciptakan perilaku masyarakat yang baru dan positif, sehingga menjadi sebuah habit atau kebiasaan baik.
BCC ini akan menjadi lebih efektif bila diikuti dengan apa yang dinamakan demand creation, yaitu bagaimana meningkatkan permintaan masyarakat pada produk/layanan kesehatan tertentu dalam suatu periode waktu. Misalnya untuk datang ke Posyandu atau konseling gizi yang ada di Puskesmas atau Rumah Sakit.
Kemudian, dikembangkan enabling environtment yaitu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk mendukung perubahan perilaku masyarakat tersebut. Bisa dilakukan dengan cara peningkatan kapasitas Nutrisionis dan Tenaga Kesehatan lainnya; penyusunan media dan literasi yang tepat; serta mencari saluran yang tepat.

Implementasi
Dalam membantu upaya penanganan stunting, tenaga kesehatan khususnya Nutrisionis dapat memberikan informasi perubahan perilaku gizi kepada masyarakat tentang anjuran pemenuhan gizi. Mulai dari memberikan informasi bahan makanan, cara pengolahan, pola konsumsi, dengan semaksimal mungkin menggunakan bahan makanan bernilai gizi baik dan terjangkau. Gizi seimbang artinya makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih, dan berat badan (BB) ideal.Dalam konteks stunting, zat gizi yang sangat diperlukan untuk tumbuh kembang manusia adalah Zinc (Zn), yang sumber nya dari pangan hewani sebagai sumber protein hewani.
Selain itu, masyarakat juga perlu terus dimotivasi untuk mengusahakan penyediaan dan konsumsi makanan yang sehat, bergizi, dan tepat.Masyarakat perlu diedukasi bahwa makanan yang sehat dan bergizi bukan makanan yang mahal. Sehingga masyarakat perlu mengetahui makanan apa saja yang bergizi dan terjangkau. Sumber zinc dari pangan hewani terdiri dari: susu; telor; daging; dan ikan (tawar atau laut) terutama jenis tiram atau kerang. Tentu nya bagaimana mengajarkan kepada Ibu-Ibu di desa / masyarakat tentang cara memilih dan memilah makanan ; cara memasak makanan; dan cara menghidangkan atau memberi makanan sumber Zinc kepada Anak-anak kita.
Memang, investasi gizi untuk penanganan Stuntingini harus dipandang sebagai bagian investasi untuk menanggulangi kemiskinan melalui peningkatan pendidikan dan kesehatan. Perbaikan gizi pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan akan menunjang proses tumbuh kembang janin, bayi dan anak sampai usia 2 tahun, sehingga siap dengan baik memasuki dunia pendidikan. Inovasi dalam hal ini menjadi sangat lah penting.Inovasi itu katalisator kesejahteraan.Sehingga, selanjutnya perbaikan gizi tidak saja meningkatkan pendapatan keluarga tetapi juga pendapatan nasional.Selamat Hari Gizi Nasional.

*)Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Jawa Timur dan Ketua PP Asosiasi Nutrisionis Indonesia (AsNI).

———— *** ————

Tags: