Inovasi ‘Daster Si Ipah’ untuk Selamatkan Lingkungan

Sekretaris Daerah Kota Probolinggo, drg Ninik Ira Wibawati, saat melakukan sosialisasi program Daster Si Ipah sebagai langkah untuk mengurai sampah.

Sosialisasikan Pengurangan Sampah Organik, dengan Memilah Sampah dari Rumah
Kota Probolinggo, Bhirawa
Sampah masih menjadi masalah serius di daerah. Salah satunya di Kota Probolinggo, yang dari tahun ke tahun jumlah sampah naik signifikan. Agar masalah ini bisa terurai, Pemkot Probolinggo pun membuat sebuah inovasi yang melibatkan ibu-ibu rumah tangga. Nama inovasi tersebut diberinama ‘Daster Si Ipah’ atau singkatan dari Dengan Komposter Siap Pilah Sampah.
Saat peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia yang diselenggarakan di Perumahan Griya Pakistaji, Kelurahan Pakistaji, Kecamatan Wonoasih, Kota Probolinggo beberapa waktu lalu, Sekretaris Daerah Kota Probolinggo, drg Ninik Ira Wibawati, melakukan sosialisasi Gerakan Daster Si Ipah.
Didampingi Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Asekbang) Setiorini Sayekti, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Rachmadeta Antariksa, Camat Wonoasih Deus Nawandi, Lurah Pakistaji Zainul dan ketua organisasi perempuan, Sekda Ninik membuka secara resmi giat yang berlangsung sejak pukul 8 pagi tersebut.
Sekda Ninik menyampaikan bahwa saat ini, Kota Probolinggo dihadapkan pada permasalahan kompleks terkait sampah. Dimana sampah yang dihasilkan masyarakat, masih tercampur dan belum terpilah.
Dari tahun ke tahun telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan, untuk sampah yang diangkut ke Taman Pemrosesan Akhir (TPA). Selain itu, banyaknya penimbunan sampah liar dan melubernya Tempat Penampungan Sampah (TPS) yang tersebar di berbagai titik di wilayah kota.
“Hal ini menunjukkan adanya produksi sampah per individu yang semakin meningkat, dan juga tidak lepas dari adanya pertambahan jumlah penduduk Kota Probolinggo dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pemilahan sampah,” kata Sekda drg Ninik.
Seperti diketahui, dari data sampah yang ada di wilayah Kota Seribu Taman, timbulan sampah dengan komposisi sampah basah/organik, mencapai hampir 6 persen. Di TPA sendiri sudah ada 3 landfill yang disiapkan. Dimana 2 landfill yang ada, kapasitasnya sudah overload dan satu landfill lainnya pun kondisinya sudah hampir mendekati overload.
Sebagai upaya mengatasi persoalan sampah rumah tangga sebagai sumber terbesar timbulan sampah, Pemkot telah berinovasi mengembangkan kegiatan pengomposan sampah organik skala rumah tangga yang lebih massif dan menyeluruh dengan melibatkan berbagai stakeholder terkait dengan cara pemberdayaan masyarakat, utamanya para ibu swasta melalui program CSR.
“Inovasi ini dikenal dengan istilah ‘Daster Si Ipah’, yang merupakan kegiatan mengompos sampah organik rumah tangga yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga. Dengan harapan, sampah yang dihasilkan dari rumah tangga bisa berkurang, terutama untuk sampah sisa makanan atau sampah dapur,” terangnya.
Adapun tujuan utama Daster Si Ipah adalah unutk membuka wawasan dan menggerakan secara aktif untuk mengurangi jumlah timbulan sampah rumah tangga yang berasal dari aktivitas sehari-hari di rumah, seperti memasak, belanja dan lain-lain.
“Para ibu yang menjadi pemimpin dalam organisasi wanita, kami harapkan dapat menjadi agent of change untuk mengarahkan anggotanya untuk bijak dari rumah masing-masing. Salah satunya dengan melakukan pemilahan sampah dan pengomposan sampah organik, ” tuturnya.
Sekda Ninik mengingatkan, perilaku yang bisa dibiasakan oleh masyarakat mulai sekarang. Yakni, memilah sampah mulai dari diri sendiri dan melakukan komposting sampah organik yang dihasilkan. “Karena sampah organiklah yang menghasilkan gas methan. Lha kalau sampah organik bisa kita olah sendiri jadi pupuk, maka sampah anorganik bisa kita pilih lalu dijual, atau ditabung di bank sampah,” tandasnya.
Lalu kurangi sampah yang dihasilkan setiap hari, pakai kembali barang-barang yang bisa dipakai seperti kardus bekas dan daur ulang sampah menjadi barang yang bermanfaat. Berikutnya menggerakan bank sampah yang ada, termasuk memaksimalkan peranannya dan manfaatkan keberadaannya ditengah-tengah masyarakat untuk menampung sampah anorganik yang masih memiliki nilai ekonomis, dan tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat.
Seremonial Sosialisasi Gerakan Daster Si Ipah juga diisi dengan penyerahan bantuan komposter pada Ketua Persit, Ketua Bhayangkari, Perwakilan Dharma Wanita Persatuan dan kaum milenial dan sembako. Selain itu diserahkan pula hadiah lomba vlog kepada Belva Ayu Altamis, Nabilatul Ilmiah Rosikhoh, Yohanes Yudha Bagus Permana dan Sheilla Anugrah Liandin
Lebih lanjut sekda Ninik mengungkapkan, sel tempat pembuangan akhir (TPA) sampah yang berlokasi di Jalan Anggrek, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo semakin penuh akibat tumpukan sampah organik dan nonorganik yang mencapai 70 ton per hari.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Probolinggo, Rachmadeta Antariksa mengatakan, kini di TPA hanya tersisa sebuah tempat pembuangan sampah. Tumpukan sampah di sel tersebut sudah menggunung tinggi. Sel tersebut dibangun Desember 2019 lalu dan baru digunakan awal Januari 2020. Sel seluas sekitar 3.000 meter persegi itu ditargetkan bisa digunakan selama tiga tahun atau hingga 2023 mendatang.
Ternyata terjadi kondisi tak terduga di lapangan. Sampah yang dikumpulkan dikumpulkan DLH mencapai 70 ton per hari. Itu pun masih dibantu diolah oleh sebagian masyarakat. Kalau tidak dibantu maka volume sampah lebih besar lagi, bisa 80 ton per hari.
“Kapasitas per sel sampah maksimal 10 meter dari permukaan, sedangkan hari ini atau tujuh bulan penggunaan sudah mencapai ketinggian 6 meter. Namun kami saat membangun melakukan pengerukan sedalam 2 meter sehingga hari ini sel sampah di TPA sudah di ketinggian 4 meter dari permukaan,” kata Deta, panggilan akrab Rachmadeta Antariksa.
Melihat perkembangan sampah di Kota Probolinggo yang begitu banyak, diprediksi sangat tidak memungkinkan jika sel ini bisa digunakan hingga 2023. Karena saat ini sudah tersisa 6 meter lagi. Sehingga pihak DLH berencana melakukan pembangunan sel sampah baru di TPA apabila ada anggarannya tahun depan. “Kami memiliki 17 hektar lahan, hari ini sudah digunakan 4 hektar, masih tinggal 13 hektar yang nantinya kalau ada anggaran, akan kami buat sel tempat sampah baru di TPA,” paparnya.
Untuk menekan terjadinya overload, pihak DLH telah melakukan daur ulang sampah organik yang dikelola menjadi pupuk kompos. Sedangkan sampah plastik dilakukan proses penguraian sampah melalui mesin pencacah untuk menjadi bahan pokok produksi melalui pengelolaan bank sampah.
Tidak hanya itu pihak DLH juga telah sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk segera mengurangi jumlah pembuangan sampah dan melakukan pemilahan, dengan cara melakukan 3M. Cara itu adalah menggunakan kembali, mengurangi, dan mendaur ulang sampah. “Itu sebenarnya juga menghasilkan nilai ekonomis, sehingga tidak semua sampah ditampung di tempat pembuangan akhir,” tambah Deta. [Wiwit Agus P]

Tags: