Inovasi Mahasiswa Unzah Genggong, Probolinggo

Lima mahasiswa peraih penghargaan di Korea Selatan bersama rektor Unzah Genggong, Dr Abd Aziz Wahab. [wiwit agus pribadi]

Ubah Biji Nangka Pengganti Cokelat, Menang di Korsel, Selanjutnya Ikuti Lomba di Eropa
Probolinggo, Bhirawa
Biji nangka selama ini lebih banyak dibuang. Namun, sejumlah mahasiswa Universitas Islam Zainul Hasan (Unzah) Genggong menyulap biji nangka itu menjadi bubuk pengganti aroma cokelat. Hasilnya, riset dan inovasi itu berhasil mengantarkan kampus setempat meraih bronze medal atau medali perunggu dalam lomba di Korea Selatan.
Sebagai salah satu daerah tropis, Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman buah. Salah satunya nangka. Tanaman buah yang diyakini berasal dari India itu, tumbuh subur di berbagai daerah di Indonesia. Termasuk di Kabupaten Probolinggo. Selain memiliki rasa yang manis dan lezat, nangka juga memiliki biji. Sayang biji tersebut kurang begitu dimanfaatkan. Bahkan, biasanya dibuang begitu saja.
Namun, itu tak berlaku bagi mahasiswa Unzah Genggong. Mahasiswa universitas yang terletak di Kelurahan Semampir, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, tersebut berinovasi menjadikan biji nangka sebagai bubuk pengganti aroma cokelat.
Baru-baru ini, riset dan inovasi itu bahkan meraih bronze medal dalam kompetisi Asean Innovative Science Environmental and Entrepreneur Fair Collaboration With Sangmyung University (Cheonan Campus). Yakni, di Korea Selatan. Prestasi pada Kategori Social and Innovation Science itu, mengawali penghargaan internasional yang diterima Unzah pada tahun 2022.
Perasaan haru dan bangga masih terlihat jelas dari mahasiswa dan dosen yang menjadi pembimbingnya. Rasa syukur mendalam itu, diungkapkan Ainur Rofiq Sofa, dosen pembina lomba internasional. Ia mengaku bangga kepada mahasiswanya. Apalagi prestasi yang ditorehkan di tingkat internasional.
“Ada 447 tim dari 20 negara yang mengikuti kompetisi internasional secara virtual itu. Di antaranya USA, Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Makau, Iran, Serbia, Palestina, Kazakhstan, Korea Selatan, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Penghargaan gold medal diraih Korea Selatan dan silver medal Malaysia. Alhamdulillah, kami mewakili Indonesia meraih bronze medal,” katanya.
Rofiq panggilannya mengatakan, dalam lomba itu tim Unzah Genggong menurunkan lima mahasiswa. Yakni, M. Woldy Zulov Ghifari dan Habibah dari Program Studi (Prodi) Manajemen Pendidikan Islam (MPI). Lalu, Qomariya dari Prodi Ekonomi Syari’ah (ES), Debi Maghfiroh dari Prodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) dan Fathullah, dari Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI).
Ia mengungkapkan, dipilihnya inovasi biji nangka sebagai bubuk pengganti cokelat, tidak terlepas dari pemikiran bersama terkait kemungkinan terjadinya kelangkaan cokelat di masa depan. Juga disesuaikan dengan kategori lomba yang dipilih pada bidang Social and Innovation Science yang menfokuskan pada ketersediaan pangan di masa depan.
Setelah melalui proses panjang, tim memilih biji nangka. Sebab, selain tumbuh subur di berbagai daerah di Indonesia, tanaman buah ini sangat mudah ditemukan. Namun, hanya buahnya yang dimakan. Bijinya lebih banyak dibuang.
Biji nangka itu kemudian di sangrai dan ditumbuk dengan cara tradisional hingga menjadi bubuk sebagai pengganti aroma cokelat. Hasilnya, aroma dan warnanya persis cokelat. Sebelum berhasil, tim melakukan penelitian selama tiga bulan. Tidak langsung jadi. Bahkan, ada tujuh sampel yang dibuat tim. Masing-masing sampel berupa campuran serbuk biji nangka dan susu bubuk.”Sampel 1 hingga sampel 3, rasanya berbeda. Ada yang pahit karena kebanyakan bubuk biji nangka dan ada yang berbau susu, karena kebanyakan bubuk susu,” ungkapnya.
Akhirnya, kesabaran dan keuletan tim berbuah manis. Pada sampel keempat, aroma cokelatnya muncul. Kemudian disempurnakan lagi, hingga pada sampel ketujuh aroma cokelat itu menjadi kuat. Proses pembuatan sampel bubuk itu juga didokumentasikan dalam bentuk video. Sebagai salah satu persyaratan lomba internasional tersebut.
“Dalam tiga bulan atau sejak awal November 2021 itu, kami juga membuat jurnal tentang penelitian tersebut. Termasuk pendaftarannya. Kemudian setelah semua syaratnya selesai, kami kirim. Alhamdulillah disetujui panitia lomba. Baru pada tanggal 3 Februari kami presentasi. Dua hari kemudian, tepatnya tanggal 5 Februari pengumunan,” tuturnya.
Rofiq menjelaskan, selain proses penelitian yang membutuhkan ketelitian, pembuatan jurnal juga banyak menguras pikiran dan tenaga. Pembuatan jurnal diawali dengan menggunakan bahasa Indonesia. Selanjutnya, jurnal itu di-reviewer oleh dosen setempat. Yakni, Cici Widya Prasetyandari.
“Setelah tidak ada masalah, jurnal dalam bahasa Indonesia itu di-translate ke dalam bahasa Inggris. Selanjutnya, jurnal dalam bahasa Inggris itu dikoreksi lagi oleh Bapak Moh Abd Rahman yang juga dosen di kampus ini. Beliau adalah reviewer jurnal bahasa Inggris,” jelasnya.
Seperti lomba internasional yang diikuti sebelumnya, tim yang mengikuti lomba internasional di Korea Selatan itu diambil dari mahasiswa yang mumpuni dalam bahasa Inggris. Sebab, dalam presentasinya menggunakan bahasa Inggris. Presentasi diawali penjelasan abstrak atau kesimpulan dari keselurahan artikel dan pendahuluan.
“Setelah itu, ada tanya jawab dengan panitia lomba. Semuanya menggunakan bahasa Inggris. Durasi total untuk presentasi dan tanya jawab itu sekitar 40 menitan. Alhamdulillah lancar dan menghasilkan prestasi internasional yang kesekian kalinya,” katanya.
Rofiq menambahkan, saat ini tim Unzah juga sedang menyiapkan diri untuk mengikuti ajang serupa di sejumlah negara di Eropa. Di antaranya, bulan ini di Rumania dan sedang berjalan. Kemudian secara beturut-turut juga akan mengikuti lomba secara virtual di Irlandia, Swedia, dan Turki.
“Sesuai amanah dari rektor, tahun ini kami ditargetkan untuk mengikuti 20 ajang perlombaan internasional. Insyaallah, penghargaan bisa kami realisasikan dengan persiapan matang yang kami lakukan. Tahun kemarin, ada tujuh penghargaan internasional yang kami raih. Mulai dari gold medal, silver medal, dan bronze medal,” jelasnya.
Rektor Unzah Gengong Dr Abd Aziz Wahab mengaku, sangat bersyukur dengan torehan prestasi internasional yang terus diraih mahasiswa Unzah Genggong tersebut. Hal itu juga menunjukkan bahwasanya kampus berbasis pesantren dan berbasis Nahdlatul Ulama mampu unjuk gigi dan bersaing di ajang internasional.
“Kami memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mahasiswa untuk berprestasi di tingkat internasional. Unzah Genggong juga sudah membentuk tim untuk perlombaan internasional. Yang terbaru, pada Februari kemarin, kami berhasil meraih penghargaan di Korea Selatan. Pesertanya dari 20 negara,” tambahnya. [wiwit agus pribadi]

Tags: