Inovasi Pengembangan Perpustakaan

Oleh :
Sudjono
Pustakawan Ahli Utama Dinas Perpustakaan dan Kearsiapan Provinsi Jawa Timur 

Tantangan yang dihadapi bangsa ini bukan semata angka buta aksara yang masih tinggi, melainkan juga rendahnya minat baca masyarakat di berbagai lapisan. Kita sungguh mengapresiasi keberhasilan sejumlah pihak dalam menurunkan jumlah penduduk yang buta aksara.
Penurunan ini tentu kabar yang menggembirakan, tetapi belum memuaskan. Kemampuan membaca saja tidaklah cukup, tetapi juga harus disertai dengan kegemaran membaca di masyarakat. Di sinilah masalahnya. Hasil penelitian Perpustakaan Nasional tahun 2017 menunjukkan, frekuensi membaca orang Indonesia hanya 3-4 kali per minggu dengan lama waktu membaca per hari hanya 30-59 menit. Tidak sampai satu jam. Waktu membaca ini jauh di bawah standar UNESCO, yakni 4-6 jam per hari. Untunglah kesadaran terhadap pentingnya membaca mulai tumbuh di masyarakat. Selain Gerakan Literasi Nasional yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Perpustakaan Nasional juga menyediakan 12.000 judul buku digital yang bisa diakses secara gratis lewat aplikasi iPusnas. Tumbuh pula sekitar 6.000 taman bacaan masyarakat di sejumlah wilayah di Tanah Air.
Kita berharap gerakan semacam ini bisa terus berkembang di masyarakat karena kesadaran bersama, kualitas sumber daya manusia mustahil bisa meningkat tanpa disertai dengan peningkatan kualitas pendidikan dan literasi. Kita mengingatkan pula agar sekolah dan orangtua lebih berperan menumbuhkan kegemaran membaca pada anak.
Tantangan di Era Milenial
Hari ini, salah satu perubahan yang tidak terhindarkan dan harus dihadapi bangsa Indonesia, tak terkecuali masyarakat Jawa Timur adalah kehadiran era milenial atau era digital. Di era milenial seperti sekarang ini kita tidak hanya dihadapkan pada tantangan perubahan dunia industri yang mulai memasuki era industri 4.0 dan penggunaan teknologi informasi serta internet yang makin meluas, tetapi juga perubahan karakteristik sosial masyarakat yang disebut-sebut telah menjadi bagian dari generasi milenial.
Karakteristik sosial masyarakat milenial inilah yang acap membuat kita semua gagap menghadapinya. Berbeda dengan zaman sebelumnya, yakni ketika masyarakat masih belum banyak bersentuhan dengan teknologi informasi dan internet, maka hari ini masyarakat telah mengalami perubahan yang dahsyat dalam berbagai aspek kehidupan. Di era milenial, masyarakat di berbagai negara maju telah berkembang luar biasa pesat dan memiliki kualitas sumber daya manusia yang mumpuni.
Sementara itu, di Indonesia harus diakui masih banyak ketertinggalan yang harus dikejar akibat fondasi sumber daya manusia yang belum terbangun dengan baik. Sebagian besar sumber daya manusia Indonesia masih belum memiliki latar belakang pendidikan tinggi, tingkat literasi masih rendah, dan kemampuan membaca masyarakat juga masih terbatas.
Di era milenial seperti sekarang, kita tentu harus menyadari bahwa menumbuhkan minat baca masyarakat tidaklah mungkin dapat dilakukan hanya melalui cara-cara yang konvensional. Masyarakat yang telah berubah menjadi generasi milenial, mau tidak mau membutuhkan layanan perpustakaan dan peran pustakawan yang makin cerdas dan kreatif.
Minat Baca Rendah
Menurut data yang ada, dalam hal literacy rate sebagai indikator Human Development Index (HDI), peringkat Indonesia masih di bawah negara-negara seperti Thailand, Malaysia, Filipina dan Vietnam. Sementara itu, World Bank di dalam salah satu laporannya juga mencatat tentang rendahnya kemampuan membaca anak-anak Indonesia. Dengan mengutip hasil studi Vincent Greanary, World Bank menunjukkan kemampuan membaca siswa Kelas 6 SD di Indonesia.
Secara rinci Indonesia mendapatkan nilai 51,7 yang berada di urutan paling akhir setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5). Artinya kemampuan membaca siswa di Indonesia memang tergolong paling buruk dibandingkan siswa dari negara-negara di Asia. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan Tim Program of International Student Assessment (PISA) Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas juga menunjukkan bahwa kemahiran membaca anak usia 15 tahun di Indonesia memprihatinkan. Sekitar 37,6% hanya bisa membaca tanpa bisa menangkap maknanya dan 24,8% hanya bisa mengkaitkan teks yang dibaca dengan satu informasi pengetahuan.
Membaca yang sebetulnya merupakan jendela untuk melihat dunia dan sekaligus fondasi untuk membangun daya saing bangsa Indonesia di dunia internasional, ternyata kondisinya masih sangat memprihatinkan. Rendahnya kemampuan membaca anak-anak di Indonesia bukan sekadar karena ketidakmampuan masyarakat untuk membeli buku bacaan, tetapi juga berkaitan dengan rendahnya minat dan gairah membaca anak Indonesia yang sejak dini memang tidak dipersiapkan untuk itu.
Kita semua tentu sepakat bahwa untuk meningkatkan peringkat Indonesia di bidang pembangunan kualitas manusia, salah satu indicator dan prasyarat yang dibutuhkan adalah bagaimana meningkatkan minat masyarakat untuk membaca, yang notabene merupakan langkah awal untuk meningkatkan kemampuan literasi masyarakat menuju bangsa yang benar-benar berkualitas dan memiliki sumber daya manusia yang handal.
Secara teoritis, masyarakat yang gemar membaca niscaya akan melahirkan masyarakat pembelajar, sehingga membangun budaya membaca adalah kunci untuk membangun masyarakat ilmu pengetahuan (knowledge society) yang berbasis pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Lebih dari sekadar aktivitas untuk mengisi aktu luang, membaca adalah aktivitas untuk mengembangkan investasi dan fondasi bagi kemajuan bangsa Indonesia saat ini dan di masa depan.
Strategi
Berbekal pengalaman penulis yang pernah diberi kesempatan empat tahun menjadi Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur cukup memberi banyak pesan betapa tidak mudah untuk mendongkrak minat masyarakat membaca dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Apalagi, jika cara dan strategi yang dikembangkan selama ini lebih banyak bersifat instruktif, dan menempatkan aktivitas membaca semata hanya sebagai kewajiban.
Ketika anak-anak sejak dini dididik oleh para guru untuk giat membaca semata-mata sebagai bagian dari kewajiban anak didik untuk belajar dan mengembangkan prestasi akademik di sekolah, maka jangan heran jika dalam benak anak-anak membaca akhirnya hanya dipersepsi sebagai aktivitas yang kurang menyenangkan, bahkan dihindari. Menurut penulis, justru langkah awal yang dibutuhkan untuk mengembangkan minat baca masyarakat adalah kesediaan untuk memposisikan kegiatan membaca sebagai aktivitas yang dilakukan dengan penuh kesenangan.
Di Provinsi Jawa Timur, menurut hasil kajian yang dilakukan Lembaga Penelitian dan Inovasi (LPI) Unair bekerjasama dengan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur tahun 2017 menemukan bahwa minat baca masyarakat Jawa Timur berkisar antara 58,7 hingga 64,9%. Kalau hanya melihat angka ini, terkesan minat baca masyarakat Jawa Timur sudah relatif tinggi. Namun demikian, dari studi yang dilakukan LPI diketahui bahwa sebagian besar masyarakat atau 73,6% ternyata lama dan frekuensi membacanya masih rendah.
Untuk mendorong perkembangan minat baca yang konsisten, selama ini ada banyak program telah dikembangkan, mulai dari perbaikan fasilitas baca di perpustakaan, penambahan koleksi, bedah buku dan lain-lain. Salah satu program unggulan yang selama ini dikembangkan Badan Perpustakaan dan Kearsipan adalah melalui program WARAS (Wisata Arsip untuk Anak Sekolah). Program ini sengaja dikembangkan Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur dengan tujuan meningkatkan wawasan kesejahteraan, nasionalisme, membangun jati diri bangsa, dan sekaligus menumbuhkembangkan minat siswa untuk mencintai arsip dan memanfaatkan arsip guna menambah wawasan dengan cara yang menyenangkan.
Program WARAS ini terbukti berhasil sehingga tidak mengherankan kalau kemudian MenPAN RB memberikan penghargaan Top 99 inovasi pelayanan publik tingkat nasional. Arsip yang semula identik dengan tumpukan dokumen berdebu dan hanya membuat orang bersin-bersin, dengan pengelolaan yang baik bisa menjadi bagian dari media hiburan dan aktivitas yang menyenangkan bagi anak-anak. Melalui program WARAS, siswa biasanya diajak untuk menelusur kembali sejarah perjuangan bangsa Indonesia, dalam suasana yang nyaman dan menggembirakan.
Kata kunci untuk mendorong perkembangan peran perpustakaan dan minat baca masyarakat, menurut saya adalah program-program yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang terus berubah.

———– *** ————-

Rate this article!
Tags: