Ironi Mahalnya Minyak Goreng di Negeri Kaya Sawit

Oleh :
Muhammad Yusuf
Dosen PPKn Universitas Muhammadiyah Malang

Indonesia yang notabenenya penghasil kelapa sawit dan identik dengan negara penghasil terbesar produsen crude palm oil (CPO) tapi menyimpan kemirisan, pasalnya harga minyak goreng dalam negeri ini bisa dipermainkan harganya oleh CPO internasional. Semua itu bisa terjadi lantaran entitas bisnis yang berbeda membuat para produsen minyak goreng dalam negeri harus membeli CPO sesuai dengan harga pasar lelang dalam negeri. Itu artinya, dengan naiknya harga CPO yang tajam di pasar global maka mudahnya bisa berimbas pada harga minyak goreng di dalam negeri.

Tren harga minyak goreng

Harga kenaikan minyak goreng di negeri ini sejatinya sudah terjadi sepanjang tahun ini, namun kenaikan yang semakin signifkan terasa oleh publik justru baru akhir-akhir ini. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, sejak 1 Juni 2021 hingga 8 November 2021 harga minyak goreng secara nasional naik 15,36 persen. Pada Juni 2021, rata-rata harga minyak goreng secara nasional (minyak goreng curah, minyak goreng kemasan bermerek 1, minyak goreng kemasan bermerek 2) ada di harga Rp 15.300 per kg. Adapun pada 8 November 2021, harga minyak goreng tercatat Rp 17.850 per kg. Pada 19 November 2021, harganya masih naik lagi menjadi Rp 18.400 per kilogram.

Usut punya usut penyebabnya adalah kenaikan harga CPO, karena bahan baku minyak goreng di Indonesia yakni dari CPO. Padahal, jika tertelesik Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar di dunia. Tahun lalu, data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat volume ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 34 juta ton senilai US$22,97 miliar. Adapun pangsa pasar ekspor sawit Indonesia mencapai 55 persen.

Melihat realitas yang demikian, mestinya pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menurunkan harga minyak goreng. Melalui Kementerian Perdagangan setidaknya bisa mengecek pasokan CPO terlebih dahulu. Salah satunya, dengan memastikan ketersediaan pasokan di dalam negeri dulu, jika tidak demikian seperti yang sudah terjadi saat ini harga CPO naik tajam di pasar global dan berimbas pada harga minyak goreng. Karena dengan harga internasional yang tinggi maka dikhawatirkan terganggu pasokan dalam negeri.

Oleh sebab itu, laporan tentang perkembangan dan proyeksi kinerja CPO global harus terpantau dengan cemat dan baik, terlebih lembaga pemeringkat Fitch melansir pula laporan tentang perkembangan dan proyeksi kinerja CPO global pada 2021 dan 2022. Dalam laporan tertanggal 24 September 2021 itu, pasokan CPO global memang turun karena turunnya produksi sawit Malaysia pada 2021. Namun, lanjut Fitch, produksi Indonesia mengalami kenaikan pada kurun waktu yang sama. Menurut lembaga pemeringkat ini, produksi sawit Indonesia naik sampai ke kisaran 6,7 persen pada kuartal II/2021 setelah pada kuartal I/2021 hanya tumbuh 1,5 persen. Fitch memperkirakan, pemulihan produksi sawit Malaysia akan tergantung pada langkah negara itu untuk bisa mendatangkan lagi pekerja asing ke perkebunan sawit mereka.

Itu artinya, industri penghasil minyak goreng di Indonesia tidak punya hubungan usaha dengan perkebunan sawit. Ketiadaan hubungan di antara produsen minyak sawit dan penghasil CPO ini menyebabkan harga jual dari industri penghasil minyak goreng menggunakan dasar perhitungan harga CPO CIF Rotterdam yang sudah ditambahkan dengan biaya olah, biaya kemasan, dan biaya ongkos angkut. Kenyataan itulah, yang sekiranya menjadi sedikit banyak menjadikan tren harga minyak goreng bisa saja terjadi di negeri ini sekalipun kaya sawit.

Atasi mahalnya minyak goreng

Mahalnya minyak goreng di pasaran yang akhir-akhir menjadi perhatian masyarakat perlu mendapat perhatian pemerintah. Oleh sebab itu, pemerintah untuk segera turun tangan menangani tingginya harga minyak goreng. Kenaikan harga tersebut dapat dikendalikan lantaran pemicu utama bukan dari terbatasnya produksi, melainkan permintaan global minyak sawit (CPO) yang cenderung meningkat. Oleh sebab itu, perlu beberapa langkah alternatif yang perlu diambil oleh pemerintah. Berikut ini beberapa langkah yang bisa penulis sarankan bagi pemerintah untuk segera bisa mengatasi mahalnya minyak goreng.

Pertama, pemerintah perlu menentukan atau penegakan harga acuan minyak goreng apapun instrumennya. Sesuai acuan Kementerian Perdagangan, harga minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 11 ribu per liter. Adapun, mengutip Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), pada Selasa (2/11), rata-rata harga minyak goreng curah secara nasional dihargai Rp 16.800 per kg. Adapun rata-rata harga minyak sawit dunia saat ini sudah mencapai lebih dari 1.300 dolar AS per metrik ton. Harga tersebut terus mengalami kenaikan dari sebelumnya sempat di bawah 1.000 dolar AS per metrik ton. Nah, dari situlah pemerintah harus lebih tegas terhadap penetapan harga acuan minyak goreng apapun instrumennya.

Kedua, pemerintah harus segera melakukan intervensi untuk harga minyak goreng. Dengan langkah konkret pemerintah bisa menerapkan kewajiban pemenuhan pasar dalam negeri (domestic market obligation/DMO) untuk CPO. Jadi, pemerintah dapat mematok jumlah pasokan yang harus dijual di dalam negeri dengan harga jual maksimal. Dengan demikian, ketika harga CPO global naik, maka harga penjualan di dalam negeri tetap terkendali.

Ketiga, ada baiknya Kementerian Perdagangan harus berkoordinasi dengan banyak pihak. Misalnya, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, hingga Kementerian Kesehatan. Agar kedepannya, tidak menimbulkan kegaduhan di sektor usaha.

Keempat, intervensi dari pemerintah untuk menolong masyarakat kelompok bawah. Salah satunya bisa dengan memberikan bantuan sosial (bansos) khusus bagi masyarakat berpendapatan rendah dan usaha mikro untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga murah.

Berangkat dari empat langkah alternatif yang perlu diambil oleh pemerintah yang penulis sarankan di atas, besar kemungkinan jika direalisasikan dengan baik dan maksimal oleh pemerintah maka dampak dari lonjakan harga minyak goreng tidak menambah beban masyarkat.

———- *** ———–

Tags: