Irwan Rakhday, Guru Terpencil yang Peduli Seni Cagar Budaya Kuno

Irwan Rakhday, guru terpencil SDN 6 Bantal Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo saat bersama anak didiknya.

Berangkat Mengajar Lebih Pagi, Dikenal Berani Melawan Kebijakan Pemerintah

Kabupaten Situbondo, Bhirawa
Menggeluti kehidupan dengan seni budaya dan melestarikan cagar budaya kuno sudah identik dengan potret Irwan Rakhday, lelaki asal Asembagus Situbondo ini. Usai melaksanakan tugasnya sebagai ASN di bidang pendidikan, Irwan Rakhday melanjutkan hobinya di Dewan Kesenian Situbondo (DKS). Bagi Irwan, hidup tak harus identik dengan satu profesi, tetapi nyambi bekerja di bidang lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak akan memiliki makna tersendiri.
Di mata Irwan, seni budaya dan melestarikan cagar budaya kuno sudah menjadi dorongan alami dan mengalir begitu saja selama bertahun-tahun. Termasuk di antaranya yang dijalaninya menjadi seorang aktivis seni budaya lokal di Kabupaten Situbondo. Ia bersama komunitasnya Dang Acarya selalu konsen menjalani dua kegiatan mulia tersebut.
Di saat pagi masih gelap, Irwan setiap harinya harus sudah bersiap-siap menjalani tugas sebagai seorang guru di pelosok desa, tepatnya di SDN 6 Bantal Kecamatan Asembagus Situbondo. Irwan harus memberikan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) di salah satu SD terpencil di Kecamatan Asembagus karena dia sudah lama diangkat sebagai ASN di Kota Santri. “Usai mengajar saya mengajak siswa untuk menimba ilmu di kediaman Kaji Absu, Ketua Komunitas Adat Pariopo Desa Bantal Situbondo,” kata Irwan.
Kala itu, lanjut Irwan, bertepatan dengan akhir pekan pertengahan Februari, Irwan yang disekolahnya dikenal sebagai pegiat seni dan budaya, rela mendampingi anak didiknya untuk belajar musik bambu di kediaman Kaji Absu. Menurut Irwan, Kaji Absu selain dipercaya sebagai Ketua adat Pariopo juga tercatat sebagai sesepuh di desa setempat.
“Beliau sudah lama dikenal sebagai Ketua adat Pariopo di Dusun Selatan Desa Bantal Kecamatan Asembagus. Selain itu Kaji Absu ini juga seorang tokoh seni budaya yang piawai memainkan alat musik dari bambu bernama pa’beng,” ungkap Irwan.
Berkat penemuan Pa’beng inilah, lanjut Irwan, komunitas seni yang dipimpinnya sempat diundang pada pagelaran seni yang digagas DKS Jatim di Surabaya baru-baru ini. Menurut Irwan, pa’beng ini ada sejak Kaji Absu masih kecil dan dikenal secara turun temurun berdasar cerita dari leluhur Kaji Absu.
Dahulu pa’beng sering dimainkan di tengah hutan untuk mengusir hewan perusak tanaman di ladang. Selain untuk mengusir sepi, alat pa’beng ini dapat digunakan sebagai teman saat bermalam di tengah hutan. “Pa’beng ini banyak fungsinya,” tutur Irwan usai berkunjung ke rumah Kaji Absu.
Irwan Rakhday lantas menjelaskan bagian-bagian penting alat pa’beng secara rinci. Benda itu diklaim Irwan memiliki kesamaan dengan alat musik bambu celempung di Jawa Barat. Tetapi karena memiliki penyebutan berbeda dan sejarah tersendiri, Irwan menamai alat itu sebagai sebuah aset budaya yang potensial untuk terus dilestarikan. “Alat musik tradisional dari bambu ini menghasilkan bunyi mirip kenong, kendang dan gong. Alat ini juga memiliki karakteristik yang unik,” sebut Irwan.
Di sisi lain, Kaji Absu menyebut sosok Irwan Rakhday selain dikenal pemuda berbakat juga memiliki kepedulian yang tiggi terhadap seni budaya serta pelestarian cagar budaya kuno di Situbondo. Bahkan Irwan Rakhday ini dikenal berani menentang kebijakan pemerintah dalam hal pengelolaan cagar budaya kuno yang dinilainya tidak searah dengan komunitasnya.
Buktinya, kata Kaji Absu, baru-baru ini Irwan bersama komunitasnya melakukan survei di pusat cagar budaya Situs Mellek Situbondo. Kabarnya, urai Kaji Absu, di lokasi situs Mellek ada pengrusakan yang dilakukan secara sistematis oleh pelaku penambangan ilegal. “Ya selain menjadi guru, dia (Irwan Rakhday) juga dikenal peduli bagi pelestarian aset cagar budaya kuno di Situbondo,” papar Kaji Absu.
Tak hanya itu, Irwan Rakhday di mata Kaji Absu juga dikenal sabar dan sangat peduli bagi pelestarian budaya permainan alat kuno bernama pa’beng. Berkat tangan dingin Irwan itulah, sebut Kaji Absu, pa’beng kini sudah mulai melegenda di Kabupaten Situbondo dan bahkan hingga regional Jatim.
“Irwan ini setiap pulang sekolah selalu rajin mengajak anak didiknya untuk belajar alat pa’beng di rumah saya. Diperlukan ketelatenan dalam penguasaan pa’beng ini sehingga anak-anak itu cepat bisa memainkannya,” terang Kaji Absu.
Kaji Absu lebih detail menerangkan komposisi pa’beng yang meliputi bagian sembilu bambu yang diiris memanjang hingga terangkat lalu berfungsi semacam senar. Bagian ini selanjutnya diganjal oleh potongan kecil bambu sehingga sembilu lebih menonjol ke permukaan. Ketika bambu itu ditabuh, bagian ini akan menghasilkan bunyi mirip kenong. “Ini yang dipelajari serius oleh anak-anak SDN 6 Bantal bersama guru pendampingnya (Irwan Rakhday),” ujarnya.
Masih kata Kaji Absu, pada bagian lain terdapat lubang di samping sembilu. Di atas lubang tersebut terdapat sober atau potongan bambu yang sedikit ditipiskan pada irisan sembilu. Ketika bagian ini dipukul, lanjut Kaji Absu, akan timbul bunyian mirip gong karena di sana beresonansi. Sedangkan bagian lain yang berbunyi mirip kendang, tutur Kaji Absu, berada di ujung lubang bambu sebelah kiri berupa pelepah pohon pinang yang dikaitkan. “Ini bisa juga memakai seng,” imbuhnya.
Diah Ramadani, salah satu anak didik Irwan Rakhday mengakui jika gurunya tersebut memiliki kepedulian yang tinggi bagi majunya seni budaya di sekolah terpencil, SDN 6 Bantal. Terbukti, aku Diah, ia bersama teman-temannya rutin diajak ke rumah Kaji Absu sejak 2015 silam guna mendalami kebudayaan lokal yang kini mulai terancam punah.
Sebagai penerus bangsa, tegas Diah, ia harus mengenali jati dirinya sebagai aset bangsa yang berkepribadian kuat serta kental dengan kearifan lokal Situbondo. “Kami sebagai anak Situbondo harus memiliki akar budaya yang kuat. Maka dari itu kami terus intensif mengikuti bimbingan dari bapak Irwan untuk mencintai budaya leluhur bangsa melalui seni budaya,” pungkas Diah. [sawawi]

Tags: