ISIS dan Konspirasi Internasional

ISISJudul Buku   : ISIS Kebiadaban Konspirasi Global
Penulis   : Reno Muhammad
Penerbit   : Noura Books
Cetakan   : I, Oktober 2014
Tebal    : 217 halaman
ISBN    : 978-602-1306-75-8
Peresensi  : Abdul Aziz Musaihi MM
Alumnus UIN Yogyakarta ;
Penikmat Buku dan Pustakawan Mandiri

Pada bulan Juli 2014 lalu, bertepatan dengan tuntasnya bulan politik Indonesia yang menghasilkan Joko Widodo sebagai presiden terpilih, kosentrasi publik seketika beralih pada Timur Tengah yang bergolak. Di satu sisi, kita dihadapkan pada kekejaman zionis Israel yang membombardir Gaza. Di sisi lain, kita dibuat tercengang oleh kebrutalan perang saudara yang menghantam Suriah. Krisis kemanusiaan terbesar abad ini terbentang di atas bumi Syam, khususnya Irak dan Suriah. Nama “Syam” lazim kita temukan dalam banyak literatur Arab. Pada waktu itu, Syam meliputi wilayah Palestina, Yordania, Lebanon, dan Suriah.
Menilik apa yang terjadi di Timur Tengah akhir-akhir ini, fenomena yang menjadi perbincangan hangat di Indonesia bahkan dunia internasional adalah adanya gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). ISIS awalnya hanya beroperasi di wilayah Irak saja, namun setelah ikut berperang melawan Presiden Suriah Basyar al-Asad, membuat ISIS menjadi punya banyak pengikut serta wilayah kekuasaan di Suriah. Selanjutnya, pada 29 Juni 2014, ISIS membuang nama Irak dan Suriah dari nama mereka, kemudian meringkasnya menjadi Islamic State (IS) atau Negara Islam dengan Abu Bakar Al-Baghdady sebagai khalifahnya (hal. 32).
Semenjak berubah nama menjadi IS, ISIS semakin agresif melakukan kekerasan atas nama agama kepada kelompok lain. Dengan adanya gerakan masif ISIS, dunia seakan tidak hanya terfokus pada tragedi kemanusiaan di Gaza, tetapi juga kebiadaban yang dilakukan ISIS. PBB mencatat sepanjang munculnya gerakan ISIS telah mengeksekusi sebanyak 2.417 orang, yang sebagian besar rakyat sipil dari suku Yazidi. Sebelumnya, ISIS juga menghancurkan lebih dari 24 tempat suci di Mosul, termasuk mengebom tempat yang dianggap makam Nabi Yunus, masjid-masjid Sunni dan Syi’ah. ISIS juga mengeluarkan tiga ultimatum kepada umat kristiani di Mosul yang isinya: berganti agama menjadi Islam, membayar pajak atau dihukum mati. Ultimatum itu membuat ribuan umat Kristen berduyun-duyun mengungsi ke tempat aman (hal. 2-3).
Melihat sepak terjang ISIS yang fenomenal ini, kemudian muncul pertanyaan, siapa yang berada di belakang ISIS, benarkah kelompok ini lahir secara alami demi merespon tirani penguasa di Irak dan Suriah, ataukah ISIS sengaja dibuat oleh kekuatan tertentu demi tujuan tertentu? Pertanyaan yang sulit dijawab dengan hitam putih, tetapi bisa disimpulkan dari beberapa hal yang berkaitan dengan fenomena ISIS sekarang ini.
Menurut mantan pegawai Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat Edward Snowden, menyatakan bahwa ISIS merupakan organisasi bentukan dari kerja sama intelijen tiga negara, yaitu satuan intelijen Amerika (FBI-CIA), Inggris (M16), dan Israel (Mossad). Mereka sengaja membentuk sebuah organisasi teroris untuk menarik semua ekstremis di seluruh dunia agar bergabung dengan ISIS, sehingga mudah dijadikan target. Mereka menyebut strategi ini dengan nama strategi sarang lebah.
Dokumen NSA yang dirilis Edward menunjukkan bagaimana strategi sarang lebah tersebut dibuat demi melindungi kepentingan zionis dengan menciptakan slogan Islam. Satu-satunya cara melindungi kepentingan zionis adalah menciptakan musuh di perbatasan. Berdasarkan dokumen NSA juga, Al-Baghdadi yang saat ini menjadi pemimpin ISIS pun mendapatkan pelatihan militer setahun penuh dari Mossad, sekaligus mendapatkan kursus teologi dan retorika dari lembaga intelijen zionis. (hal. 37).
ISIS yang kini telah memiliki 15.000-an milisi lintas Negara dan seorang komandan yang memiliki gaya kepemimpinan khas Al-Qaedah, telah berkembang menjadi ancaman terbesar di Syam, bahkan dunia internasional (hal. 38). Tak bisa dipungkiri, sejak dipimpin Al-Baghdadi kekuatan ISIS semakin kuat dan terorganisasi. Hal ini terbukti dengan ditaklukkannya sejumlah wilayah di Iraq dan Suriah.
Tidak menafikan pula bahwa munculnya ISIS juga tak lepas dari konflik rumit yang terjadi di Timur Tengah sebelumnya, khususnya Irak. Berawal dari Invasi Amerika Serikat (AS) ke Irak pada 2003 yang menumbangkan rezim Saddam Husein, telah menyebabkan berbagai persoalan yang rumit dan pelik di Irak. Al-Baghdadi yang awalnya adalah agen intelijen pendukung rezim Saddam melakukan pemberontakan terhadap aksi Amerika. Aksi pemberontakan Al-Baghdadi berujung pada penangkapan dirinya di tahun 2006.
Ketika Al-Baghdadi bebas pada 2010, Irak telah dipimpin oleh Nouri al-Maliki yang notabene Syiah dengan didukung penuh oleh Amerika. Keadaan Irak yang tidak stabil dan terjadi konflik di mana-mana tampaknya digunakan oleh Al-Baghdadi sebagai legitimasi membuat organisasi baru seperti “negara dalam negara” dengan menggunakan sentimen anti Syiah. Inilah pemantik semangat balas dendam Al-Baghdadi yang berusaha menumpas habis Syiah hingga ke akarnya. (hal. 39).
Praktik adu domba semacam itulah yang kerap dilakukan Amerika sejak era penggulingan Uni Soviet, kini Irak dan Suriah. Amerika, negara yang konon memiliki ratusan tahun pengalaman berdemokrasi itu, nyatanya tak lebih menyedihkan dibandingkan Irak yang kini menjadi Negara tak “bertuan”. Buku ini wajib dibaca untuk semua kalangan, demi memahami sisi melik ISIS yang pengaruhnya hingga kemasyarakat Indonesia. Buku ini juga memberikan wawasan yang luas dan lengkap tentang ISIS dan sekaligus enak dibaca.

Rate this article!
Tags: