Islam dan Amanah Lingkungan

Oleh:
Ahmad Fatoni
Pengajar Fakultas Agama Islam UMM

BEBERAPA tahun belakangan, musibah apa yang tidak menimpa negeri ini. Gelombang laut meninggi, banjir bandang nyaris setiap tahun terjadi, tanah longsor dan banjir lumpur pun belum tertangani, kekeringan dan kebakaran seolah saling beriringan. Gunung berapi memuntahkan lahar, mengirim batu dan lumpur panas yang mematikan. Musibah demi musibah seolah sepakat untuk bergolak bersama.

Awal tahun ini, bencana banjir seolah hanya mengulang peristiwa banjir tahun-tahun sebelumnya yang selalu melanda berbagai wilayah di Indonesia. Tahun 2021, Kalimantan Selatan (Kalsel) menjadi wilayah yang paling parah dilanda banjir. Curah hujan ekstrem yang terjadi selama beberapa hari di sana dan kapasitas daya dukung lingkungan yang tidak memadai ditengarai menjadi penyebab banjir besar. Dengan kata lain, banjir yang terjadi memang dipengaruhi hujan yang ekstrem juga ada pengaruh lahan yang rusak.

Menurut analisis Aqueduct Global Flood Analyzer, Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terdampak bencana banjir terbesar ke-6 di dunia, yakni sekitar 640.000 orang setiap tahunnya. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir merupakan bencana yang paling sering terjadi di Indonesia dengan 464 kejadian banjir setiap tahunnya. Banjir yang disertai longsor menjadi bencana ke-6 yang paling sering terjadi di Indonesia dengan 32 kejadian setiap tahunnya.

Musibah yang terjadi di berbagai daerah di tanah air bukan Tuhan sedang mengobral murka, ini tentang manusia dan perilakunya. Udara Indonesia kotor, sungainya tercemar, dan hutannya banyak yang gundul. Kerusakan alam dan lingkungan tersebut akan mengakibatkan rusaknya sendi-sendi kehidupan. Sementara politik lokal cenderung melihat kepentingan keseharian saja, tidak melihat kemaslahatan yang lebih luas dan jangka panjang.

Lingkungan sebagai Amanah

Tuhan telah mengamanahkan bumi pertiwi yang sangat luas dengan tumbuh-tumbuhan yang menghijau serta laut yang biru dengan segala ekosistem di dalamnya. Gunung-gunung, batu, air dan udara, semua itu merupakan sumber daya alam sebagai karunia. Kita diberikan kekayaan alam yang luar biasa agar dikelola dan dimanfaatkan demi memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang.

Namun fakta berbicara lain. Alam negeri ini mengalami kerusakan yang cukup parah, baik di daratan, lautan maupun udara. Saat ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami degradasi lingkungan. Hal itu secara nyata terlihat dengan semakin seringnya terjadi peristiwa bencana alam. Banjir dan tanah longsor di musim hujan dan kabut asap serta kebakaran hutan di musim kemarau. Kerusakan tersebut disebabkan oleh ulah tangan-tangan manusia yang tidak bertanggungjawab yang hanya mementingkan ambisi pribadi.

Curah hujan yang sangat tinggi memang sering disebut-sebut sebagai pemicu terjadinya banjir dan longsor. Namun faktor yang paling berperan menyebabkan banjir dan longsor adalah faktor antropogenik atau pengaruh ulah manusia. Rusaknya lingkungan seperti meluasnya lahan kritis, daerah aliran sungai kritis, rendahnya persentase ruang terbuka hijau dan hutan, berkembangnya permukiman di dataran banjir, pelanggaran tata ruang, buruknya pengelolaan sampah, budidaya pertanian di lereng-lereng perbukitan atau pegunungan tanpa kaidah konservasi, dan lainnya telah menyebabkan wilayah makin rentan terhadap banjir dan longsor.

Di sini perlunya kesadaran untuk mencintai alam dan lingkungan sebagai amanah dari Sang Maha Pencipta. Betapa banyak fasilitas yang telah Tuhan sediakan bagi seluruh rakyat negeri ini untuk dipergunakan dalam pemenuhan kebutuhan hidup, dengan catatan haruslah disertai pula dengan kesadaran menjaga keseimbangan dan kelestariannya.

Perspektif Islam

Sudah senyatanya isu lingkungan yang menjadi pangkal datangnya musibah menjadi perhatian utama kita bersama. Dalam konteks Islam, isu lingkungan sebenarnya sudah bertebaran dalam Al-Quran maupan Hadis Nabi. Dalam surat Ar-Rum: 41, misalnya, dikatakan telah terjadi kerusakan di laut dan di darat disebabkan oleh manusia. Maka, ajaran agar tidak berbuat kerusakan pada alam, senantiasa memelihara lingkungan, berbuat yang terbaik buat umat manusia, menjadi ajaran yang sangat dijunjung tinggi.

Selama ini, faktor utama penyebab banjir dan longsor, antara lain, berkurangnya tutupan pohon. Tutupan pohon berperan sangat penting dalam menjaga keseimbangan hidrologis. Dengan terjaganya tutupan pohon, tanah mampu terus meresap air. Hal ini karena tingginya kandungan bahan organik yang membuat tanah menjadi gembur serta pengaruh akar yang membuat air lebih mudah diresap ke dalam tanah. Ketika tutupan pohon berkurang, keseimbangan hidrologis lingkungan sekitarnya juga akan mudah terganggu. Air hujan yang turun akan sulit diresap oleh tanah dan lebih banyak menjadi aliran air di permukaan.

Jika menengok sejarah, kerusakan alam yang terjadi sekarang ini ternyata juga pernah terjadi pada zaman dahulu, yaitu pada masa kaum Nabi Tsamut. Kita kiranya perlu belajar dari peristiwa masa silam. Sebab dari sejarah itu dapat diperoleh gambaran bagaimana umat terdahulu berinteraksi dengan alam serta bagaimana balasan Tuhan terhadap orang yang zalim dan membangkang-Nya.

Kenyataannya manusia sering lupa dengan sejarah sebagaimana diisyaratkan al-Qur’an surat Hud: 61, “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh, Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah. Sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya)”

Setelah manusia berkembang biak di atas bumi, Tuhan memberi mereka amanah untuk memakmurkannya sebagai ungkapan tanda syukur atas anugerah dari-Nya. Dalam ayat tadi secara jelas Tuhan menyatakan, “dan menjadikan kamu pemakmurnya.”. Artinya, bagaimana alam beserta segala isinya dapat terpelihara dan terjaga kelestariannya. Di antaranya, dengan menghentikan segala bentuk eksploitasi alam, baik berupa penebangan hutan secara liar dan sejenisnya.

Penting pula masing-masing pihak mendorong adanya reboisasi, menyingkirkan sifat rakus dari dalam hati melalui pemahaman secara utuh terhadap ajaran agama. Kepada orang tua, tokoh masyarakat, ulama, ormas Islam, dan para pemimpin perlu memberikan edukasi lingkungan kepada keluarga dan masyarakat akan pentingnya menjaga keseimbangan alam dan lingkungan. Dan tak kalah penting kepada penegak hukum agar menegakkan hukum yang tegas terhadap para perusak alam negeri ini.

Bila ada yang telah telanjur berbuat kerusakan, sesungguhnya Tuhan Maha Pengampun. Itu sebabnya, dalam ayat di atas Allah juga memerintahkan “bertaubatlah kamu”. Bila kita bertaubat kemudian diiringi dengan amal salih dalam konteks ini yaitu memakmurkan alam, maka keindahan alam ini akan terjaga kelestariannya. Kelak, apa yang kita nikmati saat ini juga akan dinikmati oleh anak cucu kita di kemudian hari. Sebab alam nan indah ini adalah titipan anak cucu kita, bukan warisan dari nenek moyang. Mari kita wariskan mata air, bukan air mata.

———- *** ———-

Rate this article!
Tags: