Istri Didominasi Perceraian di Kabupaten Malang

PNS CeraiKab Malang, Bhirawa
Kabupaten Malang tidak hanya memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dan wilayahnya yang luas, tapi juga memiliki tingkat perceraian tertintinggi di Jawa Timur (Jatim). Bahkan, dengan tingginya tingkat perceraian tersebut, jumlah janda di Kabupaten Malang semakin hari semakin bertambah. Sehingga membuat Kabupaten Malang  menempati posisi tertinggi nomor dua se-Indonesia, setelah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Jabar).
Menurut, Panitera Muda Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Malang Widodo Suparjianto, Selasa (4/10), kepada wartawan, data tahun 2015 yang kita miliki, angka perceraian di Kabupaten Malang ini mencapai 7.156 kasus. Dan pada bulan September 2016, tercatat angka perceraian mencapai 4.700 kasus. “Jika dibuat rata-rata, tahun ini PA Kabupaten Malang menerima 600-700 kasus per bulan,” ungkapnya.
Menariknya, menurut Widodo kasus perceraian didominasi oleh istri. Karena ada berbagai alasan pihak istri menggugat cerai suaminya, salah satunya disebabkan banyaknya pernikahan dini. Selain itu, istri menggugat suami rata-rata beralasan ketidakharmonisan rumah tangga, factor ekonomi, hingga suaminya melakukan perselingkuhan kepada wanita lain.
Dibanding dengan cerai gugat, lanjut Widodo, angka cerai talak jauh lebih rendah. Data statistik menunjukkan, pada rentang waktu yang sama, empat tahun terakhir ini, cerai yang diajukan oleh suami berjumlah dua ribu perkara setiap tahunnya. Sehinggas uami menggugat istri prosentasenya sangat kecil.  “Bahkan tahun 2015, jumlah cerai talak turun  menjadi 2.406 perkara jika dibandingkan  tahun 2014 yang berjumlah 2.460 perkara.
Dikatakan, angka perceraian tertinggi ada di wilayah Kabupaten Malang, di bagian Malang Selatan dan Malang Utara. Seperti ada beberapa kecamatan di wilayah Malang Selatan yang rentan istri mengajukan gugat cerai pada suami, yakni di Kecamatan Bantur, Donomulyo, Gedangan, Sumbermanjing Wetan. Sedangkan di wilayah Malang Utara, seperti di wilayah Kecamatan Lawang dan Singosari.
“Sebab di wilayah tersebut banyak kaum perempuan yang bekerja di luar negeri. Dan setelah beberapa lama bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW), mereka menggugat cerai suami dengan berbagai alasan istri meminta cerai suami,” jelas Widodo.
Ditempat terpisah, Kepala Badan Koordinasi Keluarga Bencana Nasional (BKKBN) Kabupaten Malang, dr Hadi Puspita mengatakan, tingkat perceraian di Kabupaten Malang tinggi, karena salah satu faktornya dimana masih banyak masyarakat melakukan pernikahan pada usia yang belum cukup umur.
“Pernikahan pada usia di bawah 21 tahun memiliki resiko, seperti ketidaksiapan. Sehingga hal itu memicu gugatan cerai baik itu yang dilakukan istri maupun suami,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Hadi mengingatkan kepada masyarakat Kabupaten Malang, jika menikah minimal berusia 21 tahun. Sehingga untuk menekan angka pernikahan di usia diani, maka dirinya meminta kader-kader penyuluh KB untuk membina keluarga sejahtera, kalau bisa jangan melakukan cerai. [cyn]

Tags: