Isu Hepatitis Anak

Pemerintah perlu menjaga “imunitas psikologi sosial” berkait isu penyakit hepatitis akut pada anak. Begitu pula kalangan ahli kesehatan, guru besar epidemiologi, patut menjaga pola komunikasi publik, dengan pernyataan yang lebih menyejukkan masyarakat. Badan Kesehatan Dunia, WHO, merilis “berita wabah penyakit.” Secara cepat beberapa negara serentak merilis berita yang sama, termasuk Indonesia. Namun sudah dipastikan, hepatitis akut pada anak tidak berkait dengan vaksinasi CoViD-19.

Perlu pertimbangan seksama memberitakan wabah penyakit. Karena pasca pandemi CoViD-19, psikologi masyarakat masih kental dengan “dugaan” rekayasa informasi wabah. Terutama berkait bisnis obat (dan vaksin) global. Serta ke-kecewa-an rakyat Indonesia, karena produksi vaksin dalam negeri terkesan “dihambat” berbagai prosedur. Sehingga sangat lamban memperoleh izin edar. Padahal Indonesia telah lama menjadi salahsatu produsen vaksin yang diakui dunia.

Ke-kecewa-an masyarakat tidak bisa dianggap sepele. Terbukti berkait erat dengan produksi skrening CoViD-19, GeNose, yang sederahana, cepat, dan murah. Namun bagai dicampakkan, tidak digunakan. Puncak kekecewaan masyarakat, adalah munculnya organisasi Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI). Bahkan memperoleh respons positif kalangan parlemen (DPR-RI). Bisa jadi, tak lama PDSI akan lebih diakui masyarakat lebih luas.

Munculnya PDSI menjadi buktui kekecewaan terhadap “senior-senior” dalam hal penanganan wabah CoViD-19. Terutama pada alat skrening, dan vaksin. Namun sebenarnya setiap penanganan wabah menghadirkan konsekuensi kenegaraan. Penanganan wabah bukan urusan organisasi profesi, melainkan domain pemerintah. Terutama berkait pembiayaan pencegahan penularan wabah.

Pemerintah bersama masyarakat, baru saja sukses mengurus pandemi. Juga telah berpengalaman mengurus pencegahan perluasan wabah melalui karantina. Termasuk melaksanakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dipilih sebagai cara mitigasi wabah. Selaras UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, pasal 49 ayat (1), diatur karantina kesehatan terdiri dari skala rumah, skala wilayah, karantina di rumah sakit, serta Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

UU Kekarantinaan Kesehatan dalam pasal 11 ayat (1) dinyatakan, “Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan …dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.” Bukan sembarang karantina. Melainkan wajib mempertimbangan “kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.”

Sehingga negara tidak boleh tunduk pada “isu” wabah, dengan berbagai protokol ikutan. Lebih lagi WHO (World Health Organization) telah memasukkan hepatitis akut pada anak sebagai Disease Outbreak News (DONs). Telah menjadi prosedur WHO, setiap penyakit yang dianggap “tidak biasa” menjadi dimasukkan sebagai DONs. Tujuan DONs, agar bisa diwaspadai lebih dini.

Seluruh penyakit yang dirilis dalam DONs juga telah terdapat vaksin-nya. Terutama hepatitis, bukan penyakit baru di Indonesia. Sudah lama dikenal selama puluhan tahun sebagai “penyakit kuning.” Sudah tersedia vaksin yang diproduksi di dalam negeri oleh BUMN. Bahkan vaksin hepatitis B, telah masuk dalam imunisasi dasar (paling wajib). Disuntikkan pada setiap bayi yang baru dilahirkan secara gratis.

Imunisasi telah menjadi mandatory konstitusi, menjadi kewajiban pemerintah. Bahkan dijamin sebagai hak asasi manusia (HAM). Tercantum dalam pembukaan konstitusi (yang sakral). Serta dikukuhkan UUD melalui pasal 28H ayat (1). Secara lex specialist, vaksinasi tertuang dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada pasal 153, dinyatakan, “Pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang aman, bermutu, efektif, terjangkau, dan merata … untuk pengendalian penyakit menular ….”

Pemerintah sudah biasa melaskanakan vaksinasi (secara kolosal, dan gratis) tanpa diawali isu yang menteror.

——— 000 ———

Rate this article!
Isu Hepatitis Anak,5 / 5 ( 1votes )
Tags: