Isu Perubahan Iklim G-20

Indonesia telah mempersiapkan diri menjadi presiden G-20 (kelompok 20 negara) yang “menguasai” 80% investasi global. Juga mendominasi 85% Produk Domestik Bruto (PDB) yang meliputi 66% populasi dunia yang tersebar di 20 negara. Serta menggenggam 75% akses perdagangan se-dunia. Sebagai presiden, Indonesia akan mengusung isu utama perubahan iklim yang harus diupayakan seluruh negara. Terutama lima negara industri maju dengan emisi gas buang karbon terbesar.

Seluruh negara G-20 telah mengalami dampak perubahan iklim. Setidaknya beberapa negara telah disergap banjir bandang. Di China bahkan terjadi banjir paling parah selama seribu tahun! Badai In-Fa yang ganas, menyebabkan korban jiwa sedikitnya 300 orang di propinsi Henan, dan 21 korban jiwa di propinsi Hubei. Pertengahan Juli (tahun 2021) banjir bandang juga merendam separuh wilayah Jerman, terutama bagian barat. Tercatat korban jiwa sebanyak 180 meninggal dunia, dan 150 jiwa lainnya dinyatakan hilang.

Di Amerika Serikat (AS) dampak perubahan iklim tak kalah miris. Terjadi pada awal bulan September 2021. Walau telah dibangun tanggul-tanggul kokoh di negara bagian langganan banjir. Terutama di negara bagian Lousiana, dan New Jersey. Badai Ida telah menenggelamkan permukiman Elizabeth, New Jersey, setinggi 2,4 meter. Korban jiwa mencapai 23 orang, dan di New York City, sebanyak 13 orang. Total korban jiwa di seluruh negeri Paman Sam, sebanyak 44 orang.

Padahal dua bulan sebelumnya, AS dilanda musim kering hingga menyebabkan kebakaran di kawasan utara. Terutama di selatan Kalifornia, terjadi kebakaran terbesar kedua sepanjang sejarah. Kalifornia telah menjadi “langganan” kebakaran hutan tiap tahun. Sampai diperlukan menyelamatkan pohon tertua di dunia (bernama Jenderal Sherman), membungkusnya dengan selimut tahan api. “Sang Jenderal,” diperkirakan telah berusia 2.200 tahun, memiliki volume badan sebesar 1.487 meterkubik. Kini tinggal di Giant Forest Taman Nasional Sequoia, Kalifornia.

Kerugian ekonomi akibat bencana alam (perubahan iklim) sangat besar. Berdasar perhitungan perusahaan re-asuransi selama pertengahan tahun 2021 tercatat sebesar US$ 74 milyar (setara Rp Seribu trilyun lebih). Kerugian belum termasuk banjir bandang di China, Amerika Serikat, dan Jerman. Juga belum terhitung banjir besar di Turki, Italia, dan Yunani. Sehingga kerugian akibat perubahan iklim selama 3 triwulan tahun 2021 bisa mencapai Rp 5 ribu trilyun! Hampir setara dengan 2 tahun nilai APBN.

Maka membicarakan isu perubahan iklim (fokus lingkungan hidup), bukan perbincangan remeh-temeh. Bahkan dalam pertemuan G-20, tidak pernah membahas politik. Melainkan fokus pada ekonomi dalam dua tema. Yakni “Finance Track,” yang membahas isu-isu keuangan, fiskal dan moneter. Serta “Sherpa Track,” yang membicarakan isu-isu ekonomi non-keuangan. Antaralain energi, pariwisata, ekonomi digital, serta investasi, dan industri.

Sering pula tema ekonomi yang dikaitkan dengan pangan (pertanian), dan kesehatan. Seperti suasana saat ini pada masa pandemi, berkait alat kesehatan, obat, dan vaksin. Negara kaya, dan produsen, diwajibkan berbagi. Sekaligus dilarang meraup keuntungan besar dari perdagangan obat, dan vaksin. Lembaga-lembaga dunia yang dibawahkan PBB turut men-supervisi perdagangan komoditas strategis berlatar kemanusiaan.

Perubahan iklim, diyakini sebagai dampak sistemik industrialisasi yang makin masif. Terutama industri kendaraan bermotor yang mengeluarkan emisi gas buang. Terasa bumi makin panas. “Setiap jiwa menanam pohon.” Begitu bunyi jargon yang kini banyak dipajang di kota-kota metropolitan dunia, sebagai upaya mencegah pemanasan global. Di Indonesia, lingkungan hidup yang baik dan sehat, “dijaga,” konstitusi, tercantum dalam UUD pasal 28H ayat (1).

——— 000 ———

Rate this article!
Isu Perubahan Iklim G-20,5 / 5 ( 1votes )
Tags: