ITS dan FK Unair Gotong Royong Buat Face Shield

Dekan FK Unair, Prof Dr dr Soetojo, SpU(K) beserta jajaran mencoba face shield yang dibuat oleh relawan Covid-19 yang terdiri dari mahasiswa FK Unair

Lengkapi APD Tenaga Medis Yang Terbatas
Surabaya, Bhirawa
Sejumlah perguruan tinggu bekerja sama bahu membahu mendukung penanganan pendemi Covid-19. ITS bekerja sama dengan FK Unair telah memproduksi face fielde-alat pelindung wajah yang merupakan salah satu bagian Alat perlindungan Diri (APD) Terlebih lagi Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis. Saat ini hampir seluruh rumah sakit mengalami kelangkaan APD.
Kepala Laboratorium Integrated Digital Desaign Departemen Desain Produk Industri ITS selaku inventor, Djoko Kuswanto ST, mengungkapkan target produksi dari Face Shield Mask ini dapat memenuhi 500 sampai 1.000 item setiap hari.
“Sejak Sabtu (21/3) lalu, gagasan ini telah diupayakan untuk mencapai target tersebut,” ujarnya.
Dikatakan Djoko, panic buying menjadi salah satu bentuk respon masyarakat terhadap merebaknya Covid-19 ini. Akibatnya, dunia medis pun kekurangan APD tersebut. Jumlah APD dikatakannya kian menurun, hal itulah yang kemudian menggugah ITS bersama Asosiasi Printer 3D Indonesia ikut memberikan bantuan APD dengan memproduksi Face Shield Mask ini.
“Face Shield Mask dipilih karena mudah dibuat dengan estimasi waktu pembuatan yang terbilang cepat. Apalagi, masker menjadi kebutuhan yang mendesak saat ini,” ungkapnya, Rabu (25/3)
Berdasarkan data yang diterima Laboratorium Integrated Digital Design ITS, saat ini kebutuhan masker mencapai 270.000 buah. Didukung fakta tersebut, Djoko menuturkan bahwa akan ada dua jenis prosedur produksi yang diterapkan. Tujuannya adalah efisiensi kerja produksi.
Metode 3D Printing, kata Djoko, menjadi opsi pertama. Karena cara kerjanya hanya dengan menata bahan berupa lelehan sehingga menjadi benda yang dikonsepkan. Kelebihan metode 3D Printing sendiri, menurut Djoko, yaitu barang dapat terproduksi lebih detail sesuai yang dirancang.
Dengan menggunakan bantuan CNC Router, bekerja sama dengan Laboratorium Protomodel ITS, kecepatan produksi Face Shield Mask ini diharapkan dapat segera memenuhi kebutuhan, khususnya di Jawa Timur dengan permintaan yang telah mencapai 35.000 buah. Ia menyebutkan, satu CNC Router memiliki kecepatan produksi hampir sama dengan 200 sampai 400 printer sekaligus.
Dari dua prosedur yang diterapkan, diambil juga dua bahan yang menjadi komposisi satu jenis dari APD ini. Pertama, digunakan dua jenis plastik untuk membuat masker darurat ini. Yaitu plastik High Density Polyethylene (HDPE) dan Polyethylene terephthalate (PET). Masker darurat ini pun harus diproduksi dengan memerhatikan keamanan bahan yang digunakan.
“Kemudahan (menemukan bahan) ini begitu mendukung proses produksi di tengah anjuran untuk social distancing,” sebutnya.
Untuk distribusi produknya ia menyampaikan, topeng masker ini hanya diperuntukkan bagi lembaga klinis yang membutuhkan. Karena itu prosedur distribusinya pun tidak sembarangan. “Kami tidak ingin ada kesalahan penyaluran kepada yang kurang membutuhkan,” tegasnya.
Bagi lembaga klinis yang ingin mengajukan permintaan kebutuhan, alur yang harus ditempuh pertama adalah dengan menyiapkan surat permintaan resmi dan melampirkannya bersama formulir online yang disediakan. Detail dari prosedur dapat diketahui melalui narahubung tim penggerak produksi Face Shield Mask ini, termasuk Djoko sendiri.
“Nantinya akan ada pelatihan yang terkoordinir bagi relawan, sehingga social distancing tidak jadi halangan untuk mengupayakan keberhasilan mencapai target produksi yang tinggi,” pungkasnya.
Salah satu yang disebut sebagai partner produksi APD ini adalah 20 mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Harapannya, dengan banyak menjalin kerja sama, produk yang perlu disterilisasi dan uji kelayakan ini semakin bermutu dan terjamin.
Hal yang sama juga dilakukan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) membuat alat pelindung muka (face shield) untuk para tenaga medis. Berbeda dengan ITS yang menggunakan metode 3D Printing, FK Unair memilih memanfaatkan mika ukuran kertas A4, spon tipis yang biasa dibuat bahan lapisan kursi, karet yang biasa dibuat untuk celana kolor ditambah lem tembak dan benang jahit. Pembuatan face shield ini digagas manajemen FK Unair karena ternyata banyak mahasiswanya yang ingin menjadi relawan Covid-19 ini.
“Sesuai anjuran dari Kementerian Pendidikan, semua tenaga kesehatan termasuk mahasiswa kesehatan bisa menjadi relawan. Salah satunya relawan pembuatan alat pelindung diri (APD) bagi para tim dokter khususnya yang ada di rumah sakit rujukan,” jelas Dekan FK Unair, Prof Dr dr Soetojo, SpU(K).
Lebih lanjut, mika yang biasa dibuat untuk penjilidan buku, ujung-ujungnya yang lancip, dibuang agar tidak menusuk leher atau kulit pemakainya. Lalu bagian atasnya diberi spon dengan panjang menyesuaikan ukuran mika dengan lebar sekitar tiga sentimeter. “Tujuanya agar ketika dipakai tidak sakit karena yang menempel di kening adalah sponnya. Agar menempel pada mika, spon terlebih dulu diberi lem tembak,” tambah dia.
Untuk pengaitnya, imbuhnya , para mahasiswa menggunakna karet celana. Karet dijahit hingga bisa menempel di kedua ujung mika. “Tidak sulit membuatnya. Semua orang bisa menyontohnya di rumah. Ini sederhana tapi manfaatnya luar biasa bagi para tenaga medis. Percikan-percihan virus yang keluar dari pasien bisa ditangkal dengan masket pelindung ini,.” jelas Prof Soetojo.
FK Unair sendiri akan membagikan face shield ini ke RS Unair dan RSU dr Soetomo karena di dua rumah sakit itu sebagai pusat rujukan pasien Covid-19. “Kalau ada donatur yang mau menyumbangkan bahan-bahannya, kami siap membuatkan dan kami akan distribusikan ke rumah sakit yang membutuhkan lainnya,” tukasnya.
Face shield ini dibuat sesuai standard yang dibutuhkan tim medis saat bertugas. Ada 40 mahasiswa program studi pendidikan dokter mulai dari semester dua, empat dan enam yang terlibat dalam kegiatan ini.
“Mereka yang mau, daribpada di rumah atau di kos, seakan ilmu mereka tidak dimanfaatkan. Ya sudah kita buat APD ini,” tandas Prof Soetojo.
Akmal Zidan, mahasiswa semester dua FK Unair mengaku senang bisa terlibat dalam kegiatan ini. Dia dan teman-temannya menyadari, kebingungan saat hendak memberikan donasi untuk Covid-19 ini.
“Selama ini hanya masker dan hand sanitizer untuk pasien dan masyarakat, tapi untuk dokternya, tenaga medisnya tidak diperhatikan. Akhirnya kita membuat ini untuk rekan sejawat,” tuturnya.
Mahasiswa FK Unair pun bersedia untuk memproduksi ini dalam jumlah banyak, asalkan bahan baku yang dibutuhkan tersedia. “Karena libur kita masih sampai minggu depan, jadi sayang kalau hanya berdiam diri di rumah,” tandasnya.

Rancang Isolasi Portable untuk RS Unair
Selain membuat face field, kerja sama ITS dan Universitas Airlangga dalam hal ini RS Unair juga dilakukan dalam pengembangan portable hospital (PORTAHOS).
PORTAHOS sendiri berbentuk seperti tenda, desainnya terinspirasi dari seni melipat kertas yang memiliki fleksibilitas, sekaligus kekokohan yang tercipta akibat tekukan-tekukan yang saling bertemu dan mendukung.
“Konsep ini sesuai dengan karakter bangunan portabel yang praktis dalam operasionalnya (pasang-bongkar-angkut-simpan),” ujar Wakil Rektor IV ITS Bidang Riset, Inovasi, Kerjasama dan Kealumnian Bambang Pramujati ST MSc.eng Ph.D.
Lebih lanjut, PORTAHOS dibuat untuk mengantisipasi apabila jumlah pasien yang terkena virus corona melebihi kapasitas rumah sakit utama.
Bambang melanjutkan hingga saat ini pihaknya sedang melakukan survei untuk mengetahui kondisi sebenarnya (existing) dari RSUA.
“Untuk memvalidasi kebutuhan, teman-teman kami nanti datang ke RSUA dan melihat kondisi sebenarnya di sana,” ungkap Djoko.
Alat ketiga berupa isolation portable room (ruang isolasi portabel). Hampir serupa dengan PORTAHOS, ruang isolasi portabel ini menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam menerima pasien yang terdampak virus corona dan upaya melakukan karantina.
Tipe ruang isolasi ini telah diatur berdasarkan Pedoman Teknis Ruang Isolasi, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Tahun 2015.
Ruang Isolasi memenuhi kriteria cepat, mudah, dan berbiaya murah dan mengikuti pedoman teknis ruang isolasi. Ruang Isolasi ini berbasis struktur modul kontainer 20 kaki. Ruang isolasi portabel ini nantinya akan dikembangkan dengan aspek teknis eksterior dan interior, dan aspek teknis prasarana (HEPA filter, Antheroom, AC, Exhaust fan, pencahayaan). Tidak hanya dalam bentuk container, ruang isolasi portabel ini juga bisa berupa tenda.
Pihak ITS dan RSUA mengaku bahwa kebutuhan di lapangan sangat besar dan luar biasa, sehingga alat-alat seperti ini yang sangat genting untuk diproduksi. Dalam menangani kasus corona ini saja, RSUA mendapatkan sekitar 1.000 pasien dengan persediaan yang terbatas. “Kami sangat mengutamakan juga perlindungan bagi tenaga medis,” tutur Kepala Humas ITS Anggraini.
Ia melnajutkan jika sejak awal ITS dan RSUA sudah saling menginformasikan kebutuhan apa yang diinginkan. Keduanya menyambut dengan baik langkah progresif yang diambil ini. “Sesuatu yang dikerahkan bersama-sama itu luar biasa bagus. Kontribusi untuk bangsa ini harus dari segala lini, dukungan semacam alat-alat seperti ini yang sangat kami butuhkan,” pungkasnya. [ina]

Tags: