Izin dari Pemkot Belum Turun, SPBG Mobile Tertunda

Surabaya, Bhirawa
Belum turunnya izin lokasi dari Pemkot Surabaya, membuat pengoperasian Mobile Refueling Unit (MRU) atau yang biasa disebut Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) mobile di Surabaya oleh PT Perusahaan Gas Negara (PGN) pada akhir bulan kemarin mengalami penundaan.
Saat ini PGN belum bisa memberikan kepastian kapan SPBG mobile akan dioperasikan, karena pihak Pemkot Surabaya belum memberikan kepastian mana lokasi yang diizinkan sebagai tempatĀ  pendirian MRU.
“Kami sudah mengajukan izin pembangunan MRU sekitar Tugu Pahlawan, dengan letak yang strategis ditengah kota Surabay. Tetapi Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya, memiliki pertimbangan yang lain sehingga izin belum diberikan pada kami,”ungkap Juru Bicara PGN SBU II, Krisdyan Widagdo ketika bertemu dengan awak media di Surabaya, Senin (7/4/) kemarin.
Pemilihan lokas di Tugu Pahlawan sebagai tempat berdirinya MRU berdasarkan factor yang menjadi pertimbangan adalah kemudahan akses dan kedekatan lokasi dengan calon pengguna SPBH. Target utama pengguna BBG adalah mobil operasional pemerintah, BUMN dan mobil angkutan umum. Sehingga lokasi pendirian MRU bisa di dekaqtkan dengan gedung pemerintah.
“Selama ini pembangunan SPBG dan penempatan MRU juga harus disesuaikan dengan SPBG eksisting. Karean SPBG yang berada, sebagaian besar berada pada luar Surabaya, maka kami menjatuhkan pilihan pada pusat kota, yaitu pada Tugu Pahlawan. Usulan tersebut, karena berdekatan dengan kantor pemerintahan dan mudah dijangkau angkot, MRU juga tidak akan menganggu kawasan monument tersebut. Ini berdasarkan yang kami lakukan selama ini, bahwa MRU telah kami tempatkan di Monas. Maka dari itu, kami tetap berharap Pemkot Surabaya bisa mengeluarkan izin,” jelasnya.
Sementara itu, General Manager PGN SBU Distribusi Wilayah II, Wahyudi Anas, mengatakan, keberhasilan program konversi BBM ke gas harus ditunjang oleh adanya infrastruktur pendukung serta kesiapan pasar dan pasokan. Karena tanpa ketiganya, program tersebut tidak akan jalan.
“Ini adalah solusi jangka pendek untuk membuka pasar. Besarnya potensi pasar harus didorong melalui penyediaan MRU agar mereka tidak kesulitan ketika akan melakukan pengisian BBG. Karena sebenarnya potensi pasar gas transportasi di Indonesia cukup besar,” ujarnya.
Saat ini, jumlah kendaraan di Indonesia sangat besar. Untuk speda motor misalnyn mencapai 55,313 juta unit motor, sementara mobil pribadi mencapai 11,338 juta unit, truk 5,867 unit dan bus mencapai 3,215 unit. Sementara angkot dan taksi mencapai 208.778 unit. Sementara jumlah kendaraan yang sudah terkonversi mencapai 2.550 unit. Padahal cadangan gas di Indonesia mencapai 2.659 miliar.
“Indonesia adalah negara dengan cadangan gas terbesar di Asia, tetapi jumlah kendaraan yang sudah menggunakan gas sangat kecil, terkecil di Asia. Di Pakistan misalnya, jumlah pasokan atau cadangan gas mencapai 792 juta meter kubik. Sementara jumlah kendaraan yang menggunakan BBG mencapai 2,3 juta unit,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, bahwa konversi BBM ke BBG sebenarnya sangat menguntungkan. Selain bisa mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap konsumsi BBM, juga akan menguntungkan kepada konsumen karena tingkat efisiensinya cukup tinggi. Jika dibanding menggunakan Pertamax misalnya, efisiensi mencapai 70% dan jika dibanding premium efisiensi mencapai 52%. “Dalam perhitungan kami, konsumsi premium untuk 10 liter mencapai Rp 65.000, Pertamax mencapai Rp74.000. Sedangkan untuk gas hanya mencapai Rp31.000,” katanya. [wil]

Tags: