Kiprah SMPN 5 Panji, Meriahkan Puncak Hari Santri di Situbondo
Situbondo, Bhirawa
Puncak peringatan Hari Santri Nasional secara serentak digelar di Tanah Air pada 22 Oktober, pagi kemarin. Tak terkecuali di Kabupaten Situbondo yang mendapat julukan sebagai Kota Santri juga ikut memperingati Hari Santri Nasional di aluna-lun Kota. SMPN 5 Panji, sebagai salah satu sekolah berbasis pesantren di Kab Situbondo ikut serta dalam kemeriahan acara santri dengan rangkaian kegiatan keagamaan. Misalnya, para siswa siswi menggelar tadarus; sholat berjamaah, membaca kitab kuning dan membedah ilmu-ilmu agama Islam.
Kepala Sekolah (Kasek) SMPN 5 Panji, Drs. M. Ismail Ali Yasin, M.Pd.I mengatakan, lembaga pendidikan yang ia pimpin juga ikut memeriahkan peringatan puncak Hari Santri Nasional ke-3, di Masjid Ar-Rahman, Desa Klampokan, Kecamatan Panji, Kabupaten Situbondo, Ahad (22/10). Seluruh tenaga pendidik, peserta didik dan pemuda desa setempat ikut serta dalam upacara peringatan Hari Santri Nasional, kemarin. “Suasana peringatan acara Hari Santri Nasional di SMPN 5 Panji berjalan dengan khidmat, lancar dan sukses,” ujar Ismail, usai upacara.
Dalam upacara hari santri kemarin, sambung Ismail, ada berbagai kegiatan keagamaan yang dilaksanakan SMPN 5 Panji. Diantaranya, membacakan ikrar santri Indonesia secara serentak. Para siswa tampak kompak membacakan ikrar, satu diantaranya berbunyi ‘sebagai santri NKRI berpegang teguh pada aqidah, ajaran, nilai dan tradisi Islam Ahlussunnah wal Jamaah; sebagai santri NKRI, bertanah air satu, tanah air Indonesia, berideologi negara satu, ideologi Pancasila, berkonstitusi satu, UUD 1945, berkebudayaan satu, kebudayaan Bhinneka Tunggal Ika.
Butir lainnya yang dibacakan siswanya, tambah Ismail yakni sebagai santri NKRI, selalu bersedia dan siap siaga menyerahkan jiwa dan raga membela tanah air dan bangsa Indonesia; Mempertahankan persatuan dan kesatuan nasional serta mewujudkan perdamaian abadi; sebagai santri NKRI, berperan aktif dalam pembangunan nasional, mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin untuk seluruh rakyat Indonesia yang berkeadilan. “Terakhir, sebagai santri NKRI, pantang menyerah, pantang putus asa serta siap berdiri di depan melawan pihak-pihak yang akan merongrong Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal ika serta konstitusi dasar lainnya yang bertentangan dengan semangat proklamasi kemerdekaan dan resolusi jihad Nahdlatul Ulama,” beber Ismail.
Di sisi lain, Umiyati, Kepala Humas SMPN 5 Panji, saat mengutip amanat Ketua Umum PBNU menandaskan, keluarga besar Nahdlatul Ulama dan seluruh rakyat Indonesia serentak memperingati Hari Santri, Ahad kemarin. Kegiatan ini dilaksanakan, urai Umiyati, mengacu pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri,l 22 Oktober 2015 yang bertepatan dengan tanggal 9 Muharram 1437 Hijriyah. “Ini merupakan bukti pengakuan negara atas jasa para ulama dan santri dalam perjuangan merebut, mengawal, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan. Pengakuan terhadap kiprah ulama dan santri ini tidak lepas dari Resolusi Jihad yang dikumandangkan Hadlaratus Syeikh KH. Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul Ulama, pada 22 Oktober 1945,” pungkas Umiyati.
Siswa Memakai Kopiah-Sarung, Siswi Memakai Hijab-Baju Muslimah
SMPN 5 Panji sebagai sekolah negeri berbasis pesantren di Kab Situbondo menghormati momen peringatan Hari Santri Nasional ke-3 yang diperingati 22 Oktober 2017, kemarin. Puluhan guru dan siswa siswi SMPN 5 Panji, sejak pukul 06.00 pagi sudah kompak berkumpul dihalaman masjid Ar-Rahman, Desa Klampokan, Kecamatan Panji. Mereka dengan tertib dan khidmat melaksanakan rangkaian upacara Hari Santri Nasional dengan dipandu Kepala Sekolah Drs M. Ismail Ali Yasin, M.Pd.I. Yang Unik para siswa memakai sarung-kopiah dan untuk para siswi memakai hijab-baju muslimah.
Ismail Ali Yasin, Kasek SMPN 5 Panji menuturkan, kiprah santri sudah teruji dalam mengokohkan pilar-pilar NKRI berdasarkan Pancasila yang bersendikan Bhinneka Tunggal Ika. Santri juga tampil berdiri di garda depan, ujar Ismail, saat membentengi NKRI dari berbagai ancaman. Pada 1936, tegas Ismail, sebelum Indonesia merdeka, kaum santri menyatakan Nusantara sebagai Dârus Salâm. “Pernyataan ini adalah legitimasi fikih berdirinya NKRI berdasarkan Pancasila. Dimana pada tahun 1945 kaum santri setuju menghapuskan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Ismail, mengutip inti sambutan Ketua PBNU, Prof Said Aqil Siraj.
Momentum Hari Santri ini perlu ditransformasikan, lanjut Ismail, agar menjadi gerakan penguatan faham kebangsaan yang bersintesis dengan keagamaan. Spirit ‘Nasionalisme bagian dari iman’ (Hubbul wathan minal iman), tutur Ismail, perlu terus digelorakan di tengah arus ideologi fundamentalisme agama yang mempertentangkan islam dan nasionalisme. Islam dan ajarannya, masih kata Ismail, tidak bisa dilaksanakan tanpa tanah air. “Mencintai agama mustahil tanpa berpijak di atas tanah air, karena itu islam harus bersanding dengan faham kebangsaan,” ungkap Ismail.
Ismail, menambahkan, Hari Santri juga harus digunakan sebagai revitalisasi etos moral kesederhanaan, asketisme, dan spiritualisme yang melekat sebagai karakter kaum santri. Etos ini penting, ujar Ismail, di tengah merebaknya korupsi dan narkoba yang mengancam masa depan bangsa. Apalagi korupsi dan narkoba adalah turunan dari materialisme dan hedonisme, kata Ismail, merupakan paham kebendaan yang mengagungkan uang dan kenikmatan semu. “Untuk itu santri harus siap mengemban amanah yaitu amanah kalimatul haq,” beber pengurus Dewan Pendidikan Situbondo itu.
Di sisi lain, Umiyati juga menimpali bahwa momen Hari Santri ini ada di tengah dunia digital yang tidak bisa dihindari oleh siapa pun. Misalnya adanya Internet, tegas Umiyati, merupakan bingkisan kecil dari kemajuan nalar yang menghubungkan manusia sejagat dalam dunia maya. Itu, papar Umiyati, memiliki aspek manfaat dan mudharat yang sama-sama besar. Internet misalnya saja, urai Umiyati, telah digunakan untuk menyebarkan pesan-pesan kebaikan dan dakwah Islam, tetapi juga digunakan untuk merusak harga diri dan martabat seseorang dengan fitnah dan berita hoaks.
“Untuk itu santri perlu ‘memperalat’ teknologi informasi itu sebagai media dakwah dan sarana menyebarkan kebaikan dan kemaslahatan,” pungkas Umiyati, saat mengutip amanat Ketua PBNU. [awi]