Jadi Objek Wisata, Pemerintah Alokasikan Rp 200 M Tiap Hari untuk Bersihkan Sungai

Pearl River (Sungai Mutiara) yang jadi objek wisata andalan di Kota Guangzhou.

Pearl River (Sungai Mutiara) yang jadi objek wisata andalan di Kota Guangzhou.

Kota Surabaya, Bhirawa
Bhirawa mendapatkan kesempatan untuk mengikuti press tour ke Tiongkok yang diselenggarakan oleh Pemkot Surabaya mulai Senin (1/12) hingga Kamis (4/12). Kegiatan ini dibagi dalam dua kelompok. Bhirawa termasuk dalam kelompok pertama. Kota yang dikunjungi adalah Guangzhou.
Meski Guangzhou memiliki sejarah yang sudah cukup lama, yakni ribuan tahun, namun perkembangan yang signifikan baru terjadi 20 tahun terakhir. Hampir di seluruh pelosok kota terdapat gedung-gedung pencakar langit. Banyak kawasan yang dulunya masih berupa gunung, rawa-rawa atau hutan, saat ini sudah disulap menjadi gedung-gedung pencakar langit.
“Bapak-bapak bisa lihat di kanan kiri jalan yang kita lewati saat ini. Dua puluh tahun yang lalu kawasan ini masih berupa gunung,” kata pemandu dari Tiongkok bernama Awen yang fasih berbahasa Indonesia sambil menunjuk gedung-gedung pencakar langit di kanan kiri jalan yang dilewati rombongan.
Lebih jauh diceritakan, bahwa 30 tahun yang lalu, masyarakat Guangzhou belum bisa makan dengan sempurna karena kondisi ekonomi yang masih terpuruk. Bahkan Awen mengistilahkan belum semua warga bisa makan. “Baru 20 terakhir ini masyarakat Guangzhou bisa makan dengan sempurna,” ujar Awen.
Lantas mengapa perkembangan kota bisa begitu pesat? Menurut Awen adalah karena di sana tidak ada korupsi. “Kalau ketahuan ada pejabat korupsi, langsung dihukum mati di depan umum. Tidak peduli itu, bupati, wali kota, atau gubernur. Inilah sebabnya, sehingga mereka jera dan tidak berani untuk korupsi lagi,” jelas Awen.
Sementara itu, dalam pertemuan dengan redaksi Surat Kabar Harian Guangzhou, terungkap bahwa Pemkot Guangzhou mengeluarkan sedikitnya 100 juta Yuan (sekitar Rp 200 M) setiap harinya untuk biaya membersihkan sungai di kawasan tersebut. Karena sungai tersebut digunakan masyarakat untuk beragam aktivitas, dan menjadi salah satu andalan objek wisata setempat.
Di negara-negara maju, sungai bukanlah sekadar penampung aliran air tetapi juga sebagai tempat wisata. Pemandangan sekitar sungai menjadi daya tarik tersendiri. Hal itu pulalah yang terjadi di Pearl River (Sungai Mutiara). Pearl  River juga disebut dengan Sungai Guandong atau Canton.
Dengan panjang 2.214 km, sungai ini adalah sungai terbesar ketiga di Tiongkok sekaligus menjadi yang terbesar di Guangzhou. Pearl River  terdiri dari sungai Xi, Liuxi, Bei dan Dong dan keempatnya bergabung di Guangzhou yang bermuara di Laut Selatan. Awalnya, sungai ini memiliki lebar 2.000 meter namun secara bertahap menyusut menjadi 180 meter saja. Dinamakan Pearl karena ada sebuah batu besar di sungai ini berbentuk bulat, halus sehingga tampak seperti mutiara (pearl).
Ditanya mengenai sanksi bagi perusahaan yang membuang limbah di sungai, pemimpin redaksi Surat Kabar Harian Guangzhou, Tian Xiaoping menjelaskan pemerintah tidak segan-segan menutup izin usaha perusahaan yang bersangkutan.  Apalagi Pearl River selama ini menjadi objek wisata andalan kota ini.
Rombongan juga diajak menaiki kapal wisata pada malam harinya. Memang betul, naik kapal di malam hari terlihat pemandangan di kiri kanan sungai begitu mengagumkan.  Sedikitnya ada 10 jembatan merentang di sungai ini. Beberapa hotel dan pusat perbelanjaan berdiri rapi di tepian Pearl River. Jika sungai-sungai lainnya menyuguhkan pemandangan alam, Pearl River justru memberikan pesona khas daerah perkotaan modern. Ketika malam tiba, sungai ini menebarkan kecantikannya. Jembatan dihiasi warna-warni lampu neon tampak seperti pelangi yang menghiasi sungai. Air sungai merefleksikan segala warna lampu yang bersinar di atasnya.
Di antaranya yang dilewati rombongan malam itu adalah jembatan yang didesain seperti Jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dan Madura. Kemudian juga melewati Stadion Olahraga yang pernah dipakai pembukaan SEA Games, menara TV yang menjadi salah satu ikon Kota Guangzhou, dan gedung-gedung pencakar langit lainnya.
Sementara itu, tentang Surat Kabar Harian Guangzhou, Tian Xiaoping, menjelaskan bahwa surat kabar tersebut terbit sejak 62 tahun yang lalu, dan sekarang oplahnya mencapai 1.850.000 eksemplar. Surat kabar ini merupakan surat kabar terbesar kedua di China dan masuk 181 peringkat dunia.
Surat kabar tersebut merupakan surat kabar umum yang memuat semua jenis berita, baik berita aktual, politik, seni, budaya, olahraga, ekonomi, daerah, dan sebagainya. Untuk menghadapi persaingan dengan media lain seperti TV, radio, dan media online yang bisa menyiarkan berita lebih cepat, pihaknya juga telah membuka layanan online sehingga surat kabar tersebut juga bisa diakses melalui internet.
Selain itu, pihaknya selalu berusaha bagaimana menghadapi persaingan tersebut. Oleh sebab itu, seluruh awak redaksi berusaha menyajikan berita yang beda, aktual yang sekiranya tidak bisa dijangkau oleh media-media lain. Misalnya penyajian objek wisata, seni, budaya, dan olahraga secara lengkap.
Dalam kesempatan berkunjung ke surat kabar harian tersebut, juga ditanyakan mengenai PKL, dan anak telantar. Tian Xiaoping menjelaskan, untuk PKL di Kota Guangzhou tidak ada. Sedangkan mengenai anak telantar, pemerintah berusaha mencarikan orangtua asuh.  Kalau tidak ada, akan dicarikan panti-panti asuhan. “Mereka akan dididik sampai sekelas SMA. Namun yang menjadi kendala adalah soal kebebasan manusia. Terkadang mereka kita masukkan ke panti asuhan ada yang tidak mau. Maka kita tidak bisa memaksa,” kata dia. [ca]

Tags: