Jadikan Hinaan sebagai Motivasi untuk Maju

Umar

Umar
Memiliki kekurangan secara fisik, tidak membuat mahasiswa berprestasi asal Universitas 17 Agustus 1945, Umar menyerah akan keadaan. Justru dengan kekurangan yang ia miliki sejak lahir itu membuat ia seribu kali lipat lebih kuat dalam menghadapi dunia termasuk dalam memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum difabel. Umar menceritakan, jika Umar kecil tak memiliki kebahagiaan yang sama dengan teman-teman sebanya. Itu karena, tak sedikit orang yang meremehkan dan menghina kondisi tubuhnya yang tidak sempurna.
“Saya menghabiskan waktu kecil saya di Arab Saudi. Kecil saya sering dihina orang-orang karena kondisi saya,” Ungkap pria yang pernah tinggal selama 19 tahun ini di Arab Saudi.
Misalnya saja, cerita Umar, ketika sekolah, dengan kondisi tangan saya yang tidak sempurna saya masih mampu menulis dengan baik dan bagus melebihi anak-anak normal pada waktu itu. Namun hal itu, tak membuat mereka sadar bahwa saya sama dengan mereka. Mereka semakin menghujat saya dengan hinaan. Akan tetapi, lanjut dia ia tetap ingin menunjukkan bahwa kekurangan yang ia miliki tak semerta-merta membuat orang bebas melakukan hinaan dan meremehkan dirinya. “Karena mereka tidak percaya dengan kemampuan saya, saya terus mengikuti berbagai lomba. Seperti pidato, story telling dan sebagainya” terang Umar.
Kemudian, sambungnya, kelas 5 SD ia juga menduduki peringkat satu dalam lomba pidato bahasa inggris khusus masyarakat Indonesia se-Kerjaan Saudi Arabia (Jeddah, Makkah, Madinah, red). “Mereka tetap saja menghina. Namun hinaan itu tidak menyulut semangat saya dalam membungkam hinaan mereka” lanjut dia.
Saya tidak mau ngecewain orang tua saya, lanjut pria kelahiran Arab Saudi 23 tahun yang lalu ini untuk terus berjuang hingga detik ini. Terbukti di bangku kuliah, Umar juga mempu menunjukkan bahwa ia mampu bersaing dengan mahasiswa yang lainnya.
“Untuk menjadi mahasiswa berprestasi tingkat Provinsi bukan hal yang mudah bagi saya. Karena pada waktu itu, saya harus bersaing dengan PTS langganan juara.” Papar Umar. Dimana, tambah dia, ia hanya bermodalkan sebuah gagasan pendidikan difabel yang termuat dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2011 tentang Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas. Sedang kompetitornya membawa karya yang mereka buat untuk menguatkan gagasan yang akan mereka paparkan.
“Mereka bawa macam-macam karya mereka. Sedang saya hanya bawa gagasan saya tentang pendidikan difabel di Indonesia,” jelas dia.
Meskipun hanya membawa sebuah gagasan, imbuhnya, ia cukup bersyukur karena mampu menjadi mahasiswa berprestasi dan mengungkapkan apa yang dia inginkan untuk pendidikan difabelitas.
Anak ke dua dari tiga bersaudara yang pernah didapuk menjadi reporter PBB dalam PrepCom 3 UN HABITAT III 2016 lalu ini, mengungkapkan jika ia bersyukur mempunyai kedua orangtua yang bisa menjaga dan membentuknya menjadi pribadi yang percaya diri dan berprestasi.
“Mama membuat saya untuk keluar dari zona zaman. Ia meyakinkan saya bahwa dunia menerima saya. Ia membuat saya dari kuncup bunga yang tak terlihat hingga menjadi bunga cantik yang terlihat” Ungkap laki-laki berkacamata ini.
Mahasiswa semester 6, jurusan Komunikasi Publik Relations berharap jika nantinya ia berniat melanjutkan study S2 nya di Australia. “Pengen kuliah ke luar negeri. Supaya ketika saya kembali saya bisa bawa orang difabel kesana untuk buktikkan bahwa orang difabel ini bias,” pungkas dia. [ina]

Tags: