Jaga Kekompakan, Kreatif Ciptakan Formasi Baris-berbaris

Kepala SMKN 12 Surabaya menerima torphy gelar best pasukan yang diperoleh tim paskibra dalam ajang LKBB Pemoedja Kemenpora di Jakarta.

Kebanggaan Jadi Paskibra SMKN 12 Surabaya
Surabaya, Bhirawa

Menjadi anggota pasukan pengibar bendera (Paskibra) barangkali tidak terlalu banyak diminati para pelajar di sekolah. Selain harus siap dilatih dengan keras fisik dan mentalnya, pasukan paskibra juga harus punya sikap disiplin serta kerjasama yang kuat.
Tidak mudah, namun rasa bangga menjadi bagian dari pengibar bendera akan mengalahkan segalanya. Semangat itu dimiliki Paskibra SMKN 12 Surabaya. Tiga kali dalam setiap pekan mereka rutin berlatih.
“Meskipun latihannya hanya baris berbaris, maju jalan, berhenti grak, hadap kanan, hadap kiri, kita tidak pernah bosan,” tutur Sukma Ayu Wardatul Firdausi.
Siswa kelas XII jurusan interior itu mengaku cukup betah menjadi paskibra. Latihan yang keras akan terbayar dengan rasa saling memiliki dan kekeluargaan antar pasukan. Apalagi lewat baris-berbaris itu, dia dan teman-temannya bisa menorehkan prestasi yang membanggakan sekolah.
“Terakhir kita dengan anggota 16 anak mendapat predikat best pasukan dalam ajang LKBB (Lomba Keterampilan Baris-berbaris) Pemuja Kemenpora di Jakarta bulan lalu,” tutur Sukma.
Dalam ajang tersebut, Sukma bercerita, performa timnya membawa karakter khas Surabaya melalui pembacaan puisi. Selingan berupa puisi itu dilantunkan saat pasukan membentuk formasi kuncup bunga. “Waktu itu yang kita hadapai ada sekitar 30 tim perwakilan dari berbagai provinsi di Indonesia dengan durasi penampilan 8 menit,” tutur dia.
Yanuar Arifin yang juga dalam Paskibran SMKN 12 Surabaya menjelaskan tentang formasi kuncup bunga. Formasi itu dibentuk diawali dengan pergerakan dua banjar pasukan empat langkah kedepan, dan sisanya berjalan di tempat. Selanjutnya, pasukan membuat haluan hingga membentuk lingkaran. Dalam lingkaran tersebut, dibuatlah formasi seperti kuncup bunga oleh empat anggota. “Dalam baris-berbaris, setiap langkah harus kita ingat hitungannya,” tutur siswa kelas X jurusan Kria Logam tersebut.
Latihan membentuk formasi kuncup bunga itu sempurna dilakukan setelah pasukan berisi 16 siswa itu berlatih selama tiga minggu secara intensif. “Kalau mau lomba kita latihannya nggak tiga hari seminggu, tapi setiap hari,” tutur dia.
Dalam membentuk formasi, kreatifitas paskibra itu sedang diuji. Karena itulah menjadi paskibra menurut Monica Septian tidak melulu soal fisik dan disiplin keras. Tanpa kreatifitas dan kerjasama, formasi apapun tidak akan tercipta dengan baik. “Kita semua kompak dan sudah seperti keluarga sendiri. Kalau latihan, ada satu yang terlambat semuanya ikut menanggung hukuman,” tutur dia.
Selain rasa kekeluargaan yang tinggi, menjadi paskibra selalu diliputi kebanggan. Khususnya ketika menjadi pengibar bendera saat upacara berlangsung. Membawa bendera merah putih dan mengibarkannya setinggi-tingginya. “Dari pada hanya menjadi penonton, menjadi pengibar bendera itu jauh lebih mebanggakan. Ada rasa memiliki bahwa kita ini benar-benar anak yang mencintai Indonesia,” kata dia.

Puasa Bicara Sebelum Beraksi Pimpin Pasukan
Kesempurnaan performa paskibra tidak hanya ditentukan oleh anggota pasukan di dalamnya. Ada satu orang yang cukup menentukan, yaitu komandan pleton yang memimpinnya. Perhitungannya harus cermat, lantang memberikan perintah dan tahu kondisi pasukannya.
Annisaa Putri adalah komandan pleton yang cukup bisa diandalkan di SMKN 12 Surabaya. Baru kelas X di jurusan Desain Komunikasi Visual, Annisaa sudah dipercaya untuk memimpin pasukan. “Sejak duduk di bangku SMP sudah aktif di paskibra dan jadi komandan juga,” tutur dia.
Menjadi komandan ada juga suka dan dukanya. Jika terjadi kesalahan dalam formasi pasukannya, maka dialah yang akan disalahkan. Tapi kalau menang dalam kompetisi, dia pula yang akan menerima trophy mewakili pasukannya. “Makanya komandan baris-berbaris itu harus tahu lapangan. Mangatur jarak antara pasukan dan lintasan yang ada,” kata dia.
Memberi intruksi, lanjut Annisaa, adalah hal paling penting sebagai tugas komandan pleton. Sebab, instruksi itulah yang akan menjadi pijakan pasukan untuk bergerak maju, mundur atau diam saja di tempat. Karena itu, instruksi yang diberikan haruslah jelas dan intonasinya keras. “Pas menjelang lomba di Jakarta itu suara saya sudah mulai serak karena terlalu sering latihan. Tapi terus berusaha dipaksakan dan untungnya kuat,” tutur dia.
Annisa mengaku, suara adalah kuncinya dalam memberi instruksi. Karena itu, dia harus pandai-pandai menjaga tenggorokannya. Puasa bicara adalah salah satu cara yang digunakan menjelang lombag baris-berbaris. Selain itu juga menghindari minuman dingin serta makanan berminyak. “Jadi kalau mau lomba hampir nggak ngomong sama sekali dengan teman. Kalau ada yang ngajak bicara cuma dijawab iya atau tidak begitu saja,” pungkas dia. [tam]

Tags: