Jaga Perlintasan Kereta

Foto Ilustrasi

Kecelakaan pada perlintasan kereta-api (KA) masih sangat sering terjadi, seiring pertambahan jadwal perjalanan KA. Juga karena semakin bertambahnya perlintasan yang tidak dijaga. Begitu pula pertumbuhan kawasan permukiman (baru) sekitar rel KA, memerlukan manajemen perlindungan lingkungan hidup yang nyaman. Termasuk gangguan kebisingan kereta-api, dan potensi ancaman “sambar nyawa” wajib diminimalisir.
Beberapa pemerintah daerah propinsi yang banyak dilintasi perjalanan KA telah memberi sokongan. Bukan hanya di dalam stasiun, melainkan juga fasilitasi lain. Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, memberi sokongan, bersumber pada APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Antaralain Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Timur, tahun (2017) lalu meng-alokasikan anggaran sebesar Rp 58,406 milyar.
Pagu yang hampir senilai juga diberikan pada tahun 2018. Sedangkan pada Rancangan APBD tahun 2019, akan dialokasikan sebesar Rp 38,820 milyar. Pagu menyusut, karena Belanja Langsung (BL) Dinas Perhubungan Jawa Timur juga mengalami penyusutan sampai 53%. Alokasi untuk fasilitasi keselamatan lalulintas pada perlintasan KA se-Jawa Timur. Diantaranya pengadaan pemasangan Early Warning System (EWS), dan pemeliharaan 36 unit EWS.
Rambu baru akan dipasang di 14 lokasi perlintasan, dan pemeliharaan rambu pada 162 lokasi. Berdasar data Dinas Perhubungan Jawa Timur, terdapat 1.500-an perlintasan KA. Ironisnya, sebagian terbesar tidak dijaga, tidak dilengkapi rambu, sekaligus tidak terpasang EWS. Benar-benar bagai “perlintasan tak bertuan.” Hanya sebanyak 286 perlintasan yang dijaga oleh petugas KAI. Juga dijaga relawan (masyarakat) sebanyak 70 perlintasan.
Masih terdapat lebih dari 900 perlintasan di Jawa Timur tergolong “tak bertuan,” berpotensi ancaman maut setiap saat. Seolah-olah negara membiarkan masyarakatnya berada dalam ancaman. Karena itu Komisi D (bidang infrastruktur) DPRD Jawa Timur sejak tahun 2017 telah merekomendasikan memberi insentif untuk relawan penjaga perlintasan KA.
Telah terdapat regulasi lex specialist mengatur perjalanan keretaapi. Yakni undang-undang (UU) Nomor 23 tahun 2007 tentang Perkereta-apian. Namun masih didukung UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas Angkutan Jalan. Pasal 90 huruf d UU 23 tahun 2007, mengatur perlintasan KA sebidang. Dinyatakan, bahwa pemakaian jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api. Peraturan diulang lagi pada pasal 124.
Perjalanan KA memperoleh prioritas didahulukan, melebihi angkutan orang sakit (ambulance). Pengertian sebidang, adalah perpotongan antara jalur kereta-api (rel) dengan jalan umum. Kawasan Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) menjadi yang paling banyak memiliki perlintasan sebidang. Memiliki potensi kecelakaan maut paling banyak pula.
Berdasar data Polda Matro Jaya, sepanjang tahun 2016 hingga 2018, terdapat 38 korban jiwa di lintasan KA. Kadang disebabkan pengemudi kendaraan yang lalai, atau sengaja menerobos palang pintu perlintasan KA. Tetapi sering pula kecelakaan di perlintasan KA, disebabkan tanpa palang pintu, tanpa (relawan) penjaga, sekaligus tanpa EWS. Bahkan tragedi kecelakaan KA yang paling banyak merenggut korban jiwa, malah terjadi di tengah rel.
Ingat misalnya, tabrakan dua KA di kawasan Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan. Tercatat korban jiwa sebanyak 156 penumpang KA, dan 300 luka berat. Idealnya, perlintasan sebidang hanya untuk kawasan dengan frekuensi perjalanan KA yang tidak kerap, dan bukan jalan lalulintas umum yang padat. Manakala perlintasan tergolong padat dan kerap, seyogianya bukan sebidang, melainkan melalui fly-over maupun underpass.
Pemerintah kolonial telah memberi contoh pengamanan perjalanan KA dengan membangun fly-over Gubeng (di Surabaya). Berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 tahun 2009, memberi kewenangan pemerintah (dan daerah) meng-evaluasi perlintasan sebidang. Bisa menutup perlintasan sebidang.

——— 000 ———

Rate this article!
Jaga Perlintasan Kereta,5 / 5 ( 1votes )
Tags: