Jaga Tradisi, Kampus Untag Gelar Wayang Kulit

Wakil Rektor I Untag, Dr Andik Matulessy Msi saat menyerahkan potongan tumpeng ke Ketua YPTA Surabaya, M Silalahi. [Achmad tauriq]

Surabaya, Bhirawa
Pertarungan ketiga ksatria Madyapada yakni Raden Samba, putra Prabu Kresna dengan Raden Lesmana Mandrakumara dan Raden Abimanyu ksatria dari Pandawa untuk memperebutkan wahyu Cakraningrat  menghadirkan berbagai siasat.
Cakraningrat, Cakra adalah roda, ningrat adalah kemuliaan. Dia adalah sesuatu yang terus bergerak, menggelinding dengan membawa unsur-unsur kemuliaan. Wahyu Cakraningrat adalah ruh Batara Cakraningrat atau lebih tepatnya ‘spirit’ Cakraningrat
Dia bisa eksis di dunia dengan syarat harus berada dalam kurungan kencana (jasad emas) yang memang tepat dan pantas baginya. Karena itu, Batara Cakraningrat terus berupaya mencari dan mencari kurungan kencana yang bersih lahir batin, yang cerdas, yang tahan godaan, tahan fitnahan, yang sepi ing pamrih rame ing gawe, berbudi luhur, jujur, dapat dipercaya, mempunyai kesabaran tinggi dan kepekaan sosial yang tinggi (yang memahami dan peduli masalah rakyat dan suka menolong).
Bagi siapa yang mendapatkan Wahyu Cakraningrat, kekuasaanya akan membentang dari barat sampai timur dari utara sampai selatan, melebihi kekuasaan raja agung Iskandar Zulkarnain dan dia akan menjadi raja bagi seluruh umat manusia di bumi.
Untuk itu ketiga ksatria berusaha memperebutkannya dengan mengatur siasa sedemikian rupa supaya terkesan lebih bijaksana hingga ada Raden Lesmana Mandrakumara berprinsip harus mendapatkanya dengan cara sportif dan Raden Abimanyu lebih bersikap hati-hati.
Kisah inilah yang diceritakan oleh Dalang Ki Purbo Asmoro dari Solo untuk memperingati Dies Natalis ke 59 Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya, yang dihadiri ratusan masyarakat dari kawasan kampus sekitarnya, Sabtu (9/9) lalu.
Menurut Wakil Rektor I Untag, Dr Andik Matulessy MSi mengungkapkan pagelaran wayang kulit ini sudah menjadi tradisi tahunan Untag Surabaya.
“Untag terus konsisten menyelenggarakan kegiatan yang sangat dinanti warga sekitar dan para pencinta wayang,” ujarnya.
Andik menambahkan ada tiga hal yang penting dalam pagelaran wayang kulit ini, yang pertama menunjukkan ciri khas kita sebagai kampusmerah putih yang selalu mengagung-agungkan kesenian tradisional sebgai bagian yang tidak lepas dari peningkatan kompetensi mahasiswa dan juga kampus yang unggul tapi tidak boleh meninggalkan seni tradisional yang asli dari masyarakat Indonesia.
“Pagelaran wayang kulit ini juga sebagai bagian rasa syukur karena beberapa tahun ini sudah mendapatkan berbagai manfaat dan hal yang menjadikan Untag jadi lebih besar. Untag Surabaya dari 3 ribuperguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia, Untag menempati rangking 64. Selain itu dalam beberapa tahun ini ada peningkatan akreditasi program studi maupun akreditasi pergurun tinggi kita, nilai perpustakaan terakreditasi menjadi A, posisi sejatim menjadi rangking 6 dan banyak sekali lainnya,” terangnya.
Prestasi ini tidak karena kerja satu atau dua orang tapi seluruh civitas akademi Untag Surabaya dari yayasan, Rektorat, Dekanat, tenaga kependidikan, dosen, para alumni, mahasiswa dan para purna tugas dari Untag Surabaya.
“Untuk itu pagelaran wayang ulit ini sebagai bentuk  ucapan terima kasih kita kepada seluruh warga Untag Surabaya,” jelasnya.
Sementara itu pagelaran wayang ini juga diramaikan dengan kehadiran Sinden asal Hungaria, Agnes Servoso, Sinden cilik Dimas Niken Salindri juga lawak Pendik Dik Tak Tong, Lupus dan Ndemo. Serta telah disediakan berbagai hadiah doorprize dengan hadiah utama satu unit sepeda motor. [riq]

Tags: