Jalan Rusak, Dishub Jatim Akui Terima Banyak Keluhan

foto ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Banyaknya jalan rusak di Jatim memunculkan banyak masalah. Salah satunya yang dialami para pengusaha angkutan jalan yang mengaku kendaraannya cepat rusak. Selain itu, waktu tempuh juga bertambah lama sehingga menambah cost perjalanan.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jatim Dr Ir H Wahid Wahyudi MT pihaknya sering mendapat keluhan dari pengusaha angkutan mengenai rusaknya jalan di Jatim. Namun pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa, karena masalah perbaikan jalan bukan tupoksinya. Apalagi, mayoritas jalan yang dikeluhkan adalah jalan nasional yang menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, dari 1.421 kilometer jalan provinsi maupun jalan nasional, hingga Januari 2017 yang mengalami kerusakan sebanyak 158,17 kilometer atau 11,31 persen. Kondisi ini lebih baik dibanding pada semester I 2016 yang rusaknya mencapai 196,255 kilometer atau 13,811 persen.
Beberapa kondisi jalan tidak mantap di Provinsi Jatim di antaranya yakni Babat hingga perbatasan Kabupaten Jombang sepanjang 12,93 km, perbatasan Kota Lamongan hingga perbatasan Kabupaten Mojokerto 3,10 km, perbatasan Kota Bojonegoro hingga perbatasan Kabupaten Nganjuk 6,6 km, perbatasan Kota Sampang hingga Omben sepanjang 1,47 km, dan tersebar di Jatim sepanjang 87,56 km.
“Keluhan secara tertulis memang tidak, tapi secara lisan kita sering mendapatkannya. Mereka mengeluhkan jalan-jalan di Jatim yang rusak. Khususnya jalan nasional yang menghubungkan antara kabupaten/kota di Jatim. Seperti Jalan Daendels, Jalan Surabaya-Banyuwangi, atau jalur lainnya seperti Mojokerto, Jombang dan lain sebagainya,” kata Wahid dikonfirmasi, Selasa (17/1).
Rusaknya jalan di Jatim itu, kata Wahid, mengakibatkan kendaraan cepat rusak. Di antaranya adalah per dan ban kendaraan yang paling rawan rusak. Selain itu, waktu tempuh juga semakin lama karena beberapa ruas jalan yang rusak dipastikan akan terjadi kemacetan. “Para pengusaha minta segera ada penanganan mengenai jalan rusak ini,” ungkapnya.
Mantan Pj Bupati Lamongan ini menyebut, jalan-jalan yang rusak di Jatim mayoritas adalah jalur ekonomi strategis. Salah satunya adalah kerusakan Jalan Daendels di Gresik yang merupakan jalur eknomi paling sibuk di Jatim. Sebab di jalur itu ada Pelabuhan Lamongan Shorebase, Pelabuhan Penyeberangan Paciran, Pelabuhan Laut Sedayu Lawas, Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong.
“Saat Jembatan Sembayat ditutup kendaraan berat, kendaraan angkutan ini harus memutar lewat Tuban yang jarak tempuhnya bertambah 110 kilometer. Penambahan jarak 110 kilometer ini tentu menambah cost. Kalau jalan dibiarkan rusak, tentu perekonomian Jatim bisa tertanggu. Dan salah satu keluhan dari pengusaha angkutan ini larinya ke Dishub,” katanya.
Lebih lanjut, Wahid mengatakan, berdasarkan penelitian Prof Agus Taufik Mulyono dari Universitas Gajah Mada (UGM), faktor kerusakan utama jalan ada tiga. Pertama karena air, lalu kualitas kontruksi dan overload.
“Untuk masalah overload, di Jatim Alhamdulillah setelah di jembatan timbang kita lakukan operasi full komputerisasi, telah terjadi penurunan onverload yang sangat signifikan. Dari 52 persen pelanggaran yang ditemukan, pada 2016 tinggal 23 persen kendaraan yang melakukan penurunan. Jadi masalah overload di jalan mulai turun di Jatim,” ungkapnya.
Untuk kerusakan jalan yang disebabkan air atau buruknya kontruksi, katanya, bisa dilihat secara kasat mata. “Kalau disebabkan air dan konstruksi yang jelek, itu bisa dilihat jalan itu berlubang-lubang, hingganya akhirnya semakin lebar dan hancur. Kalau karena overload, jalannya itu ambles membentuk alur. Sekarang tinggal dilihat saja jalan rusaknya bagaimana,” tandasnya. [iib]

Tags: