Jamaah Merespons Wajar CoViD-19

(Kompensasi Umrah “Tunda” Segera Direalisasi)
Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan senior penggiat dakwah sosial politik
Shalat Jumat di Masjidil Haram, Makkah, berlangsung wajar. Tetap dipadati jamaah. Sangat sedikit (kurang dari satu per-seribu) jamaah yang menggunakan masker. Respons wajar tu menjadi bukti, jamaah umroh tidak panik dengan isu virus corona. Walau pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah melaporkan satu kasus positif CoViD-19. Tertular saat pulang perjalanan dari Iran melalui Bahrain. Prosedur pencegahan wabah oleh pemerintah Arab Saudi, dimaklumi seluruh jamaah.
Sebelum terjadi pe-wabah-an virus corona meng-internasional, pembersihan area al-haramain (dua tempat suci, Masjidil Haram di Makkah, dan masjid Nabawi di Madinah) biasa dilakukan. Biasanya dilakukan selepas shalat subuh hingga menjelang shalat dluhur. Saat pembersihan seluruh jamaah digiring keluar masjid. Ketika CoViD-19 telah berjangkit di Arab Saudi, pembersihan dilakukan lebih kerap, dan lebih lama.
Berkait upaya sterilisasi virus corona, otorita al-haramain menutup sementara (sekitar 5 jam) lokasi utama peribadatan. Penutupan dimulai lepas shalat Isya’ (mulai pukul 24:00 Waktu Indonesia Barat) hingga satu jam menjelang shalat subuh. Berdasar kebiasaan suasana di dua tempat suci tersebut, saat penutupan merupakan periode paling sepi. Biasanya, jamaah dari berbagai negara menggunakannya untuk istirahat. Kecuali jamaah yang baru tiba di Makkah.
Maka di Masjidil Haram, tidak ditutup total seluruhnya. Jamaah yang baru datang, masih bisa melaksanakan thawaf Qudum (sebagai ucapan selamat datang). Thawaf, berjalan cepat mengelilingi Ka’bah tujuh kali, sebagai rukun haji, dan umroh. Dilakukan segera setelah tiba di Makkah. Biasanya disambung dengan Sa’i (berlari kecil) tujuh kali trip tunggal. Dimulai dari bukit Shafa, berakhir di bukit Marwah, juga berlokasi dekat Ka’bah. Tetap ramai.
Pada saat penutupan, ritual thawaf Qudum tetap bisa dilakukan. Tetapi bukan sejajar dengan Ka’bah (di lantai dasar), melainkan pada lantai dua Masjidil Haram. Seluruh ulama sedunia sepakat, bahwa thawaf pada lantai dua Masjidil Haram, sama nilainya (sah sesuai syar’i) dengan di thawaf di lantai dasar. Hal itu juga biasa dilakukan pada saat musim haji untuk seluruh jenis thawaf. Sedangkan ritual Sa’i bisa dilakukan setelah sterilisasi.
Begitu pula area Masjid Nabawi, di Madinah, telah dilakukan penutupan sementara (sekitar lima jam) untuk sterilisasi. Tak terkecuali lokasi makam Kanjeng Nabi Muhammad SAW, serta makam dua sahabat. Yakni, sayyidina Abubakar Ash-shiddiq, dan makam sayyidina Umar bin Khatthab. Peziarahan jamaah umroh (dan haji) ke Masjid Nabawi dilakukan untuk melaksanakan arba’in (shalat fardlu lima waktu berjamaah selama 8 hari). Juga untuk berdoa di raudloh (lokasi antara mimbar imam shalat dengan makam Kanjeng Nabi SAW).
Pasar “Rasa” Indonesia
Kafilah jamaah umroh tetap ramai di lokasi thawaf, sejajar dengan Ka’bah (di lantai dasar) terutama setelah shalat subuh hingga menjelang shalat isya’. Begitu pula pembacaan Al-Quran (secara perorangan maupun kelompok) tetap dilakukan di berbagai titik lokasi dalam masjidil Haram, dan masjid Nabawi (di Madinah). Berbagai toko makanan, minuman, toko sandang, dan cinderamata juga tetap buka. Namun telah dilakukan penyemprotan dis-infektan.
Pasar seng (sesungguhnya bernama pasar Jafariyah), biasa menjadi langganan jamaah Indonesia. Karena hampir seluruh lapak menggunakan bahasa daerah etnis suku-suku di Indonesia (Jawa, Madura, Sunda, Bugis dan Melayu). Pasar seng juga tetap dipadati jamaah, namun diakui berkurang omzet karena penundaan pemberangkatan umroh dari seluruh dunia. Berbagai barang dagangan (termasuk ikan pindang) yang didatangkan dari Indonesia juga mengalami susut order.
Pasar lain yang tetap ramai, adalah bursa kurma di Madinah. Selain harga kurma cukup “miring,” juga cukup akrab karena penggunaan bahasa Indonesia yang masif. Begitu pula pasar Corniche, di Jeddah, yang biasa melayani pembelian dengan mata uang rupiah. Pasar cinderamata di tepi laut Merah, ini dijual pernik tematik timur tengah. Ini tempat pembelian pemerah kuku, hena (cat lukis untuk kulit), celak, pakaian, dan parfum. Serta menyantap aneka hidangan cepat saji, bakso, soto, pecel, dan rawon.
Di pasar-pasar berbahasa Indonesia itu pula, terjadi saling tukar informasi keadaan di tanah air. Banyak diperbincangkan keadaan di Jember, Madura, Gresik, Ponorogo, dan Tulungagung. Juga perbincangan tentang banjir di Jakarta. Serta pewabah-an CoViD-19 di Depok, Indonesia. Perbincangan tentang virus corona tidak disertai ketakutan. Karena pemerintah Arab Saudi maupun pemerintah Indonesia telah mengantisipasi secara sistemik, sesuai standar WHO (World Health Organisation).
Kementerian Kesehatan Arab Saudi, telah mengumumkan lima warganya positif CoViD-19, setelah melakukan perjalanan dari Iran melalui Bahrain, dan Kuwait. Sebagai upaya pencegahan virus, dilakukan antisipasi spektakuler! Yakni, penghentian sementara kedatangan jamaah umroh dari seluruh dunia. Mulai tengah hari 27 Pebruari 2020. Termasuk calon jamaah umroh dari Indonesia, sebagai kafilah (rombongan) terbesar sedunia.
Setiap hari diperkirakan sekitar lima ribu jamaah dari Indonesia diterbangkan menuju bandara King Abdul Aziz di Jeddah, dan bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMA) di Madinah. Jika penundaan pemberangkatan umroh sampai selama 20 hari, maka akan terdapat 100 ribu dalam antrean. Berdasar jumlah visa umroh, saat ini diperkirakan telah sebanyak 70 ribu calon jamaah yang mengantre siap berangkat.
Sebagian dari Iman
Mengantisipasi pe-wabah-an CoViD-19, pemerintah Kerajaan Arab Saudi menyediakan 25 rumah sakit (dengan 2.200 tempat tidur) khusus untuk “bakal” pasien CoViD-19. Walau telah diumumkan warga Arab Saudi positif tertular CoViD-19, setelah melakukan perjalanan dari Iran melalui Bahrain. Namun tidak terdapat pemerikasaan thermal scanner pada pintu masuk masjidil haram, maupun di masjid Nabawi.
Upaya ekstra waspada pemerintah Arab Saudi, patut dilakukan. Karena “saudara kembar” virus corona, telah pernah berjangkit. Pada Mei 2014, di Arab Saudi berjangkit virus corona MERS (Meaddle East Respiratory Syndrome). Saat itu seluruh bandara tetap dibuka untuk kunjungan ibadah umroh maupun rombongan haji. Bersyukur virus MERS tidak berlangsung lama, karena di Arab Saudi segera memasuki musim panas.
Iklim (suhu udara) di Arab Saudi maupun di Indonesia menjadi pengharapan alamiah pencegahan wabah virus. Saat ini cuaca selalu cerah di Makkah maupun Madinah. Suhu rata-rata harian di Makkah berkisar antara 20 hingga 34 derajat Celsius. Hampir sama dengan di tanah air. Sedangkan di Madinah lebih dingin (17 – 31 derajat Celsius), hampir sama dengan di Lembang, Bandung Barat. Namun kewaspadaan tetap diperlukan, antara lain melalui kebugaran tubuh, dan menjaga kebersihan lingkungan. Sesuai prinsip “kebersihan sebagian dari iman.”
Penundaan pemberangkatan umroh menjadi keprihatinan bersama masyarakat Indonesia dan Arab Saudi. Walau kedua pemerintahan (secara g to g) telah menyatakan kompensasi. Terutama perpanjangan masa berlaku visa umroh.Kompensasi juga diberikan biro travel penyelenggara umroh, serta maskapai penerbangan. Seluruhnya calon jamaah dapat memilih penjadwalan ulang, dan berangkat umroh tanpa tambahan biaya.
Lebih lagi di Indonesia, penyelenggaraan umroh diatur dalam regulasi khusus. Yakni, UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang selalu diperbaiki (tiga kali) sesuai kebutuhan. Penyebaran virus corona ke seluruh dunia, bagai teror. Telah menyebabkan penundaan perjalanan bisnis, dan investasi, sampai peribadatan. Ironisnya di Indonesia, pe-wabah-an yang tidak seberapa namun gaduh di media sosial (medsos).
Ke-gaduh-an berita hoax di medsos tentang virus corona, juga diterima WNI (Warga Negara Indonesia) di Arab Saudi. Misalnya, gambar dan narasi hoax tentang sepinya area Ka’bah disebabkan CoViD-19. Padahal yang diunggah merupakan gambar pada bulan September 2018, ketika Ka’bah “dicuci,” dan ganti kiswah (kain hitam penutup dinding). Gambar hasil pemotretan warga Arab, diunggah dalam akun facebook warga Indonesia.
Narasi dan gambar informasi hoax ditebar dengan nada kebencian terhadap pemerintah. Namun seluruh TKI (Tenaga Kerja Indonesia), TKW, dan mukimin lain (pelajar, dan guru) lebih percaya berita resmi melalui media main-stream (koran dan televisi), serta media online berdedikatif.
——— 000 ———

Rate this article!
Tags: